"ZARAAA!!!!! TUNGGUIN GUEEE!!!"
Zara yang sedang berjalan, sengaja menulikan telinganya. Ia tahu betul suara siapa yang pagi-pagi seperti ini sudah meneriaki namanya.
"IHHH ZARAAA!!!"
"Apaan sih, Wa! Pagi-pagi udah berisik aja. Lo mau ngalahin ayam jago berkokok, hah!"
"Zaraa, gak boleh marah-marah sama bestienya, nanti cepet tua lho."
Wawa, dia mencoel ujung hidung Zara yang kelihatan masih kesal dengan karena kemarin tidak menghiraukan Zara yang sedang ngambek.
Zara bersedekap dada, "Bodoamat!"
Lengan kanan Wawa dikaitkan dengan lengan kiri Zara, menggoyang-goyangkan dengan tersenyum lebar. "Zara... Gak boleh ngambek lama-lama sama gue dong. Kan kita bestie."
"Siapa emang bestie elo?"
"Ya elo lah! Gue kan gak punya temen lagi selain elo."
"Utututu kasian amat sih, sini-sini peluk sama bestie." Zara dan Wawa berpelukan dengan lebay, membuat murid yang berlalu-lalang melihat keduanya dengan tatapan ngeri.
"Nah gitu dong, jangan ngambek lagi, kan makin cancik bestie gue."
"Hehehe. Mie ayam ya, Wa satu porsi."
"Dihh, dasar. Ternyata ada Zara di balik batu."
Zara merangkul pundak Wawa, keduanya tertawa tidak jelas menuju kelas. Ya begitulah Zara dan Wawa. Gampang marah karena hak sepele dan gampang berbaikan juga.
"Wa, kira-kira gue kapan ya jadian sama Ayaz?"
Setelah duduk di kursi masing-masing dan menaruh tas ranselnya di atas meja, Zara menopang dagunya sambil menghadap Wawa.
"Lo mau tau, kapannya?" Zara mengangguk.
"Mending Lo habis selesai mapel, siap-siap ke UKS dah."
"Ngapain, Wa? Gue mau di tembak Ayaz?"
Tangan Wawa gatal, ia menggeplak kepala bagian kanan Zara. "Aduh, sakit Wa."
"Ya lagian elo. Pagi-pagi masih ngelindur aja sih! Gak cukup tidur Lo, tadi malem?"
"Santai, Wa. Marah-marah terus Lo. Cepet tua aja, hiihh."
"Elo yang bikin gue marah-marah Zara. Nyebelin banget sih Lo!!"
Zara tertawa pelan, keduanya memang suka seperti itu. Zara yang sering menanyakan pertanyaan random yang sama sekali tidak pernah masuk di otaknya dan Wawa yang selalu emosi menjawab pertanyaan unfaedah yang dilontarkan Zara.
"Zar, nanti istirahat ke kantin yuk."
Masih dengan menulis, Zara menoleh ke arah Wawa dan mengernyitkan dahinya. "Gue bosen, makan di kelas terus, Zar."
"Tumben. Biasanya juga gak mau ke kantin."
"Siapa yang gak mau? Gue? Ituma elo yang males jalan ke kantin."
Zara menaruh kembali pulpen yang sedang ia gunakan, diatas buku tulisnya dan sudah siap menghadapi Wawa yang sebentar lagi pasti akan mengoceh.
"Dih sok tau Lo! Gue bukannya males jalan ke kantin ya cuman, enakan di kelas. Adem."
"Ngeles terus Lo, kayak bajay."
"Gue ma ngelesnya sama ayang. Emang elo, gak punya ayan, wlee."
"Loh, kok gue emosi ya, Zar."
"Ayo emosi, Wa. Biar kelasnya rame, hihihi."
Wawa mengepalkan tangannya, meremas sampul buku tulisnya dan bersiap melayangkan bogeman mentah di lengan Zara.
"AZZURA, NAZWA!!! Kalian dari tadi berisik ngapain?!!"
Damn. Rejeki nomplok. Zara dan Wawa mendapat tegurang langsung oleh Bu Vivi-guru yang sedang mengajar mereka. Keduanya terdiam membisu, alasan apa yang harus dipakai untuk menghindari guru yang baru saja menegur mereka itu.
"Ini Bu, si Zara. Dari tadi ngoceh terus, ngajak saya ngobrol nih Bu."
Zara yang dijadikan kambing hitam mencubit pinggang Wawa dan melotot.
"Aduh, duh. Tuh Bu, Zara nyubit saya malahan."
"Kalian berdua ngobrol, memang sudah menyelesaikan tugas dari saya?!" Keduanya menggeleng. Sudah dipastikan, pasti mereka berdua akan dihukum.
"Saya tidak suka murid seperti kalian! Sekarang kalian berdua pergi ke perpustakaan dan membuat literasi di kertas A4 1 lembar full depan dan belakang! Selesai pelajaran ibu, harus sudah ada di atas meja saya!!"
Zara ingin protes, tapi dihentikan oleh Wawa. "Oke Bu. Kita permisi dulu." Wawa langsung menarik tangan Zara, keluar dari kelas.
"Wawa! Lo ngapain narik tangan gue sih! Tadi gue mau protes juga malah Lo selang!"
"Hustt, udah biarin. Dari pada Lo harus debat lagi sam Bu Vivi, Lo mau di skors 1 hari lagi!"
"Tapi gue males, Wa disuruh nulis literasi. 1 lembar full bolak-balik lagi."
Wawa tersenyum, matanya menyipit dan menaik-turunkan alisnya. "Tenang, selama ada gue semuanya bakalan beres."
"Wa jangan macem-macem ya Lo!"
"Ck, cuman satu macem doang, Zar."
Wawa kembali menarik tangan Zara, mengajak nya menuju perpustakaan di lantai bawah.
Entah apa yang akan dilakukan Wawa, Zara hanya bisa pasrah dan mengikutinya.
Aduhhh si Wawa.
Macem-macem aja nih sama Zara.
Kira-kira Wawa mau ngapain ya.
Cukup segini dulu ya guys.
Happy Reading all....
KAMU SEDANG MEMBACA
Physical Touch [end]
Novela JuvenilPhysical Touch, merupakan salah satu cara mengungkapkan rasa sayang kepada pasangannya yang mengacu pada cara mengekspresikan dan menerima kasih sayang melalui sentuhan, kedekatan fisik, serta bentuk lain dari sentuhan fisik. Dia Ayaz, cowok yang sa...