1. My Destiny

71 7 5
                                    

"Jika kau Pangeran, maka aku Raja."

-Merlin-

BEBERAPA pakaian, perlengkapan mandi, roti, kantung minum dari kulit, dan obat-obatan mendasar telah siap dalam satu tas ransel cokelat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BEBERAPA pakaian, perlengkapan mandi, roti, kantung minum dari kulit, dan obat-obatan mendasar telah siap dalam satu tas ransel cokelat. Sang pemilik tas sibuk mengikat tali sepatunya, bahkan berjalan pincang akibat kelupaan sesuatu.

"Ah, matras! Bagaimana aku bisa melupakannya?" gumam lelaki dengan potongan rambut hitam berponi.

Pria dengan usia dua puluh tahunan itu bergegas mengambil barang yang dibutuhkan. Sayang, ikatan sepatu yang belum sempurna, membuatnya terjatuh.

"Ow!"

Lelaki itu jatuh tersungkur. Ia harap dagunya tidak retak.

"Merlin?"

Pemuda itu menoleh. "Ibu?"

Seorang wanita paruh baya mengulas senyum manisnya. Ia membantu putranya berdiri, lalu mengikat tali sepatu itu.

"Pelan-pelan saja," katanya sambil bangkit dan mengeluarkan sesuatu dari saku dasternya, "saat kau tiba di sana, berikan ini pada pria tua bernama Gayus."

Hunith, wanita itu, memberikan sepucuk surat pada putra semata wayangnya. Merlin memandanginya dengan bingung.

"Kau tak usah bertanya, berikan saja."

Merlin mengangguk, lalu segera berkemas kembali. Sebelum pergi, Hunith memeluknya dengan hangat.

"Jaga kesehatanmu, dan berhati-hatilah. Seperti yang sudah kubilang, jangan biarkan siapa pun tahu siapa dirimu," titah Hunith.

Merlin merapatkan bibir.

"Kecuali Gayus," imbuh Hunith.

"Ibu tenang saja, aku akan baik-baik saja," janji Merlin sambil mengulas senyum. Lesung pipinya menambah kemanisan, yang membuat Hunith sebenarnya enggan melepas putranya satu itu. Namun, ia tahu, ia harus melepasnya.

Merlin harus menemui takdirnya.

***

Merlin menempuh jarak yang cukup jauh menuju Selatan. Sesekali ia menoleh ke belakang. Desa Ealdor, akan sangat ia rindukan. Ibu, teman, dan para tetangganya. Kehidupan yang asri dan sangat nyaman. Bisa saja ia terus tinggal di sana, tetapi ia juga ingin membanggakan orang tuanya. Ia harus sukses.

Berbagai hutan, gunung, dan desa-desa ia lewati. Peluh terus menetes, tetapi tak menghapus rasa semangatnya. Hingga tempat yang dituju terlihat juga. Camelot.

Merlin memasuki wilayah itu. Mulutnya terus mengembang, melihat warga Camelot yang tampak ramah dan sibuk sendiri-sendiri. Ia memasuki pasar yang menyenangkan. Sangat berbeda dengan desanya. Di sini begitu banyak orang dan banyak barang yang dijual.

Another Merlin (Hiatus🙏)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang