Tak lagi sama

256 40 0
                                    










Hari telah menjelang sore, angin berhembus membawa hawa yang sedikit lebih sejuk dari pada siang tadi. Semburat jingga di ufuk barat bersatu padu dengan awan berbentuk kantung kapas berwarna keunguan. Sangat indah.

Seketika seluruh rakyat Voresham melupakan sebuah fakta bahwa seharian ini mereka mengeluh, mengeluh dan mengeluh karena cuaca panas yang ekstrim. Bahkan beberapa dari mereka tak segan memaki Tuhan dan Dewa.

Dua orang laki-laki melangkah pasti menuju bangunan megah tiga lantai di depan mereka. Keduanya memiliki tatapan mata yang sama-sama tajam sekalipun pakaian mereka berbeda.

Satu memakai setelan biru gelap, satunya lagi memakai jubah merah lengkap dengan tudung menutupi kepala, hanya terlihat poni rambutnya yang menjulur hingga ke mata.

Harvey dan Rigel datang ke mari karena Drake memanggil. Harvey sempat mengancam tidak akan datang jika yang dibicarakan hanya Julian. Dia bosan. Sedangkan Rigel tetap datang, tidak keberatan apapun yang akan dibahas oleh tuannya itu.

Mata Harvey memicing melihat dua anak berbeda gender berdiri di depan kotak pos, si perempuan tampak berusaha memasukkan barang bawaannya ke dalam kotak pos namun gerakannya terhenti karena Harvey memanggilnya.

"Alice!"

Alice menoleh, raut wajahnya menggambarkan keterkejutan karena kedatangan Harvey. "Paman Harvey," bisik Alice.

Harvey menggeser netranya pada laki-laki yang berada di belakang Alice, seingatnya anak itu bernama Arai.

"Apa yang kau lakukan?"

"Ah, ini." Alice menunjukkan kotak persegi di tangannya "dari Julian untuk Josephine. Aku berusaha memasukkannya ke dalam kotak pos, tapi ku rasa tidak muat." Kata Alice

"Tidak muat?" Mata Harvey memicing curiga, jelas-jelas kotak pos itu bisa menampung puluhan paket saking besarnya.

"Mungkin kau tidak tahu cara memasukkannya," lanjut Harvey, laki-laki itu menadahkan tangannya "berikan padaku, biar aku yang akan menyampaikannya pada Josephine,"

Di balik poni rambutnya Rigel menatap Alice dengan tatapan tak suka. Dia melenggang pergi seraya melirik Alice sedemikian tajam sampai Alice terkaku di tempatnya. Sedangkan Harvey tak menanggapi apapun.

Alice tersenyum tipis lantas memberikan kotak tadi pada Harvey "Sephine ada di dalam, paman?"

"Tidak, dia sedang di rumah bibinya. Baiklah, lebih baik kau segera pulang. Hari sebentar lagi gelap," ujar Harvey

"Baik. Terimakasih sudah membantu Alice menyampaikan paket dari Julian kepada Sephine," anak itu tersenyum sekilas.

Harvey mengangguk lalu mempersilahkan Alice untuk segera pulang ke kastilnya begitu juga dengan Arai.

Harvey menunggu di depan gerbang sampai kedua anak itu hilang dari pandangannya. Dia memutar kepala ke belakang sebentar, melihat Rigel yang telah masuk ke dalam kastil. Harvey berdecak lirih kemudian menyusul masuk.

Di dalam ruang tengah kastil, Drake tengah duduk berhadapan dengan sang adik. Keduanya sama-sama melipat tangan di depan dada, menatap lurus ke arah bangkai tikus yang sengaja Draco taruh di atas penutup box paket.

"Drake,"

Netra Drake bergeser pada laki-laki bersetelan biru gelap, alisnya naik satu menanggapi panggilan Rigel dan Harvey yang berbarengan.

"Masalah apa lagi ini?" Rigel langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang seraya menghela napas.

"Ini untuk Josephine," Harvey mendekat, memberikan paket tadi pada Drake.

SILENT KILLERS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang