SONG—SOJUNG PERFUME
"Apakah ini yang kau sebut melindungi Josephine dengan sepenuh jiwa raga?"
Draco dan Rigel sedang berada di Sungai Styx. Rigel berdiri di atas perahunya sedangkan Draco duduk di pinggir dermaga.
"Kau bahkan menetap di dunia bawah setelah menuntaskan pendidikanmu," sambung Rigel, menatap Draco dengan pandangan sama ketika menatap Drake beberapa puluh tahun lalu saat bimbang akan mengakhiri akting dinginnya pada Valerie.
"Lalu bagaimana jika Sephine makin terjatuh pada Julian? Kau rela? Tolong jangan ada Drake chapter dua," Rigel mengeluh, mengusap rambutnya ke belakang.
"Aku di sini bukan berarti aku tidak mengawasinya, Rigel."
"Mengawasinya?" Rigel merendahkan tubuhnya "dia bahkan tidak memiliki aroma khas. Bagaimana caramu mengawasinya?"
Draco diam sejenak, menatap Rigel dengan mata redupnya. Josephine memang tidak memiliki aroma khas seperti anggota keluarganya yang lain. Itulah kenapa Drake tidak mengizinkan Sephine berbaur dengan banyak orang terlalu sering. Karena Drake tidak bisa memantau.
"Aku tentu memiliki cara," ucap Draco terus menatap mata Rigel.
Rigel memiringkan kepalanya "bahkan Drake akan kehilangan jejak Josephine jika dia jauh, entah itu jarak atau pikirannya."
Draco menghela napas "aku membiarkan Julian bukan karena aku mengalah. Tapi akan sangat menyakitkan jika nanti aku tahu dia membuat Sephine sedih. Aku ingin tahu rasanya," laki-laki berambut perak itu mengangguk samar.
"Ingin tahu rasanya apa?"
"Perang di Voresham," bisiknya rendah seketika membuat Rigel kembali menegakkan badannya. Dia mengusap tengkuk karena tiba-tiba dia meremang.
"Aku penasaran bagaimana peranakan Dewa Perang ketika bertarung." Draco menyeringai.
Rigel terkaku di atas perahunya, tatapan matanya penuh akan ketidakpercayaan dengan cara berpikir Draco yang terkesan eksplisit.
"Apakah sama brutalnya dengan Aragorn?" Sambung Draco
Laki-laki penguasa Sungai Styx menggeleng, sepertinya ada satu hal yang belum diketahui oleh Dewa Kematian ini.
"Kau tidak tahu sesuatu?" Tanya Rigel membuat Draco mengerutkan dahinya.
"Sekalipun disebut Dewa Perang, Aragorn tidak sebrutal Drake. Brutal, anarkis, julukan itu lebih pantas untuk kakakmu dari pada Aragorn. Ah dan satu lagi, manipulatif."
"Dia bahkan tidak segan menyeret manusia ke neraka padahal belum saatnya mereka dikirim ke sana. Aragorn memang menggila dengan pedangnya, tapi kau harus tahu," Rigel sedikit memiringkan kepalanya "rumor tentang kebrutalan Drake itu memang benar. Arthur bahkan mengakuinya. Kata Arthur tidak ada dewa seanarkis Drake."
"Drake?"
Sejujurnya Draco penasaran dengan rumor itu. Selama ini dia melihat Drake sebagai family man yang hangat dan penyayang. Rasanya dia meragukan jika Drake memang brutal. Dia tak percaya.
Rigel mengangguk "aku tidak yakin dengan ramalan Elio tentang perang. Tapi jika hal itu terjadi, kesempatan bagimu melihat seperti apa Drake ketika dikuasai jiwa dewanya. Hanya saja, selama ini aku berpikir, hal apa yang memicu peperangan itu," kata Rigel sembari berpikir.
Dia memikirkannya berkali-kali, tapi sampai sekarang belum juga menemukan jawabannya.
"Semoga bukan karena kisah cinta Julian dan Josephine." Balas Draco menerawang, matanya menatap muara Sungai Styx, yaitu neraka. Api yang berkobar memantul ke netranya. Saking terangnya terlihat seperti matanya yang mengeluarkan api.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENT KILLERS
Fantasy[JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE DAN KOMEN] ⚠️UNTUK DIBACA BUKAN DITULIS ULANG ALIAS PLAGIAT. MIKIR ALUR SUSAH ini adalah kisah akhir dari trilogi Voresham. The ice prince yoshinori Mate from the dark Silent killers Alurnya enggak terlalu berkaitan ta...