Dewa para iblis

296 31 9
                                    







Apa kabar? Maaf ya buat kalian nunggu








Mata perempuan itu tidak tertutup apapun. Namun, tak ada yang bisa dia lihat selain kegelapan. Tidak ada yang dia rasakan selain suasana yang luar biasa mencekam.

Yang aneh, dia hanya manusia biasa. Tapi bisa memasuki tempat ini, bahkan dia bisa mendengar suara jeritan para tawanan berwujud jiwa manusia, dia bahkan bisa mendengar instrumen khas tempat itu. Yaitu, bunyian berupa tetesan air yang entah asalnya dari mana.

Perempuan itu meringkuk di dekat tembok, dia berusaha menangkap dan menebak hal apa yang ada di balik kegelapan ini. Namun semua sia-sia. Kemampuan matanya sangat terbatas.

Di luar jeruji besi berdiri seorang anak laki-laki berparas dewa namun berhati iblis. Tak ada habisnya netranya menghujam objek di dalam penjara.

"Kesalahan apa yang dibuat oleh manusia biasa itu hingga membuatnya berakhir di tempat peluruhan dosa ini, wahai Dewa Kehancuran?" Sosok tampan lain datang dengan pakaian kebanggaannya, kemeja dan mantel hitam panjang.

Sean menghela napas panjang mendengar suara sang ayah. Ya, Dewa Kehancuran itu adalah Sean. Dan manusia malang tadi adalah Claire.

Pertanyaannya apa yang membuat Claire berakhir di death prison?

Ah, tentu kalian masih ingat bila perempuan itu menyukai Sean. Dan perempuan itu juga yang ada di balik kasus pelecahan yang dialami oleh Joanne.

Bagi beberapa orang, apa yang Sean lakukan mungkin tampak berlebihan. Sean tak puas hanya meremukkan fisik para pelaku, dia juga butuh menghancurkan otak dari kejadian tersebut. Menurut Sean, kejahatan pelecehan adalah kejahatan paling tidak bisa ditoleransi. Itulah kenapa Sean tidak peduli pendapat orang lain tentang apa yang dilakukan pada Claire saat ini.

"Dia adalah otak di balik insiden pelecahan yang dialami Joanne," jawab Sean akhirnya.

Drake menaikkan dagu, menatap tawanan putranya dengan wajah datar seperti biasanya.

"Pelaku pelecahan memang tidak pantas mendapat maaf," Drake menanggapi "Ayah tidak peduli, terserah kau akan membuatnya seperti apa."

"Tapi," Drake berpikir karena merasa ada yang aneh pada Claire "kenapa dia diam saja? Dia tidak berteriak sama sekali sejak tadi,"

Sean mengangguk samar, bola matanya menyala merah sesaat, pun dengan simbol-simbol aneh di sekujur tubuhnya.

"Aku menghipnotisnya,"

Drake menoleh kaget. Bukan, bukan karena pernyataan Sean namun lebih ke nada bicara putra keduanya ini. Suara Sean yang tenang justru terdengar seperti deretan mantra keramat untuk mengundang bangsa iblis agar datang. 

"Lalu?"

"Ayah akan melihatnya nanti," jawab Sean. Anak laki-laki berambut hitam itu kemudian mundur beberapa langkah membuat Drake terus memperhatikan apa yang ada dilakukan oleh keturunan Evonshield satu ini.

Sean memejamkan mata, mulutnya bergerak merapalkan mantra yang telah dia pelajari selama setahun terakhir. Di penghujung mantra, suasana makin terasa mistis, hawa dingin menyergap siapapun tanpa ampun. Angin yang entah berasal dari mana berhembus lirih membuat rambut hitam Drake dan Sean berantakan.

Drake mengedarkan pandangan, memeriksa keadaan sekitar yang makin tak terkendali. Tawanannya jadi semakin berisik luar biasa karena mantra yang Sean baca. Meski begitu Drake tak memiliki niat untuk menghentikan tindakan anaknya. Dia menyerahkan semua waktu pada Sean kali ini. Dia percaya Sean mampu mengelolanya dengan baik. Sean sudah cukup dewasa untuk bermain-main dengan statusnya sebagai dewa.

SILENT KILLERS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang