• 30th line •

284 65 8
                                    

On playing

ใหนานกวาทเคย - KLEAR x ไผ พงศธร

• selamat membaca
• bila suka boleh meninggalkan jejak yaa

😊😊😊

Senja telah turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja telah turun. Sesi latihan telah selesai beberapa jam lalu. Lelaki yang sedari tadi berhadapan dengan lonjakan emosi tengah membasahi wajahnya menggunakan air wudu. Ronanya seketika hidup, meski helaan napasnya masih berat dan tubuhnya serasa dipukuli tanpa henti. Ia lantas memasuki kamar tanpa mengunci pintu, membiarkan udara luar ikut menyejukkan perasaannya.

Juan meletakkan handuknya pada kapstok, lalu lekas duduk di depan meja rias pemberian Hendra. Ia mengambil salep kulit di laci nomor dua dan mengaplikasikannya di kedua telapak tangan. Perih yang terasa langsung menjalar hingga ke tengkuk, membuatnya merinding dan mengernyit. Lelaki itu kemudian tak sengaja menatap pantulannya sendiri dalam cermin.

Perlahan, Juan meraba pipinya yang ternyata memerah. Saat kecapaian tadi, Niko sempat melempar buku kumpulan lagunya ke sembarang arah. Anak itu tak berniat mengenai sang pengasuh, hanya saja Juan belum sempat menghindar saat itu terjadi.

Salep yang menyisakan krim di ujung penutupnya itu dipencet paksa hingga tetes terakhir. Pandangan Juan fokus pada bagian yang terkena timpukan. Untunglah tidak seberapa parah. Hanya embusan napas panjang yang tersisa.

Dalam diam, Juan menggelar sajadahnya. Ia juga meraih Al-Qur'an di atas nakas, lalu membaca surah terakhir yang ditandai menggunakan markah. Lantunan ayat itu tidaklah keras, mengingat Juan tidak ingin mengganggu istirahat Niko--juga yang lain. Paling tidak, ia bisa mendengarkannya sendiri dan menikmati ketenangan yang mendinginkan kepala.

Detik demi detik berlalu, Juan makin tenggelam dalam perbincangannya dengan Tuhan. Ia tiba-tiba berhenti dan menutup kitab yang ia pegang hati-hati. Tanpa diduga, hari ini ia kalah. Air matanya menetes, tak dapat dibendung lagi. Ia pun mundur hingga dapat bersandar pada tembok, lalu memeluk lutut dan menumpahkan tangisnya di sana.

Isakan lirih itu membawa pengharapan. Semoga lelahnya bisa sirna. Semoga bebannya bisa berkurang. Semoga rintangannya bisa diatasi. Semoga dan semoga lain ia gumamkan tanpa henti. Sudut bibir yang terbiasa tersenyum ramah kini terasa perih karena terus meringis, meluapkan letih yang menguras harinya.

Juan berkali-kali mengucap istigfar. Ia tidak ingin mengeluh, apalagi menyesali pilihannya. Tidak akan pernah. Bertemu Niko adalah salah satu nikmat terindah yang singgah di hidupnya. Namun, untuk satu menit saja, ia ingin meruntuhkan pertahanannya. Berharap ketika bangkit nanti, Tuhan akan menggandakan dayanya agar lebih tegar.

Setelah merasa sedikit tenang, Juan bangkit kemudian duduk di kasur. Ia mengambil ponsel di atas bantal dan menelepon seseorang yang kira-kira bisa membantunya merasa lebih baik. Pada jam-jam seperti ini, Me Home Care biasanya tidak melayani konsultasi lagi. Jadi, besar kemungkinan Santi akan menerima panggilannya.

Walk the Line ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang