• 31st line •

316 54 35
                                    

On playing

Blue Lover - Yu

• selamat membaca
• bila suka boleh meninggalkan jejak yaa

😊😊😊

Buku kedua telah selesai dibaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Buku kedua telah selesai dibaca. Juan meletakkannya kembali ke tempatnya--deretan paling atas di rak nomor dua dari sisi kiri. Akhir pekan kali ini ia menuruti saran Santi untuk menyembuhkan diri. Sebenarnya, ia bisa saja hanya merebahkan diri di kamar dan menghabiskan waktu dengan menonton serial, mendengarkan musik, atau hal lain. Hanya saja, ia belum merasa lega jika harus berdiam di rumah. Lagi pula, perpustakaan kota ini sudah menjadi pelarian terindahnya sejak awal kuliah.

Lelaki itu membuka bungkus permen kesekian kalinya sepelan mungkin. Ia tidak ingin mengganggu pengunjung lain yang tampak serius membaca buku. Mungkin seharusnya ia berpindah tempat ke berbagai bacaan fiksi. Berlama-lama di area psikologi membuatnya sungkan bergerak.

Sesekali Juan memeriksa ponselnya, berjaga-jaga kalau tiba-tiba orang rumah meneleponnya. Setiap Sabtu Niko ada sesi terapi di sekolah. Biasanya ia selalu menemani di samping anak itu. Namun, hari ini ia sudah izin dan meminta Ina untuk menggantikannya--mengingat sebelum Juan menjadi pengasuh Niko, Ina-lah yang bertugas atas hal itu. Juan juga sudah berbicara baik-baik pada Niko bahwa ia akan menjemput mereka nanti.

"Udah lama, Wan?"

Sang empunya nama itu lekas mendongak. Ia langsung meletakkan telunjuknya di depan mulut dan celingak-celinguk, memastikan tidak ada yang memelototi mereka. Santi yang baru datang dengan sekantong camilan ringan hanya bisa tertawa kecil. Tampang Juan seolah menyerah akan kelakuannya.

"Pelan aja, Mbak."

"Maaf, maaf. Lagi baca apa?"

Juan lekas mengangkat bukunya dan membiarkan wanita di depannya itu membaca judulnya. "Mbak udah pernah baca?"

Santi mengangguk. "Tapi belum selesai. Nih, minum."

"Makasih, Mbak."

Tanpa berpikir dua kali, Juan menerima kebaikan Santi dan segera meminum kopi kemasan yang masih dingin. Ia kemudian mengucap terima kasih dan tersenyum manis. Berniat melanjutkan bacaannya juga, tetapi langsung diurungkan setelah melihat tiga buku seri di depan meja.

"Mbak dapet dari mana?"

"Beli di toko, lah, Wan. Buat kamu."

"Lho, kok, buat aku?" Juan menunjuk dirinya bingung. Ia memang mendambakan buku yang konon katanya bisa menjadi tempat meluapkan emosi tersebut, tetapi tidak dengan cara gratis seperti ini.

"Nggak apa-apa," Santi mengeluarkan buku yang sudah dirasakan, "Mbak udah punya. Dibeliin temen. Jadi, yang ini buat kamu aja. Soalnya nggak mungkin, kan, kalau Mbak ngasih yang dari temen Mbak."

Walk the Line ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang