• 10th line •

451 108 71
                                    

On playing

Unconditionally - Katy Perry

• selamat membaca
• bila suka boleh meninggalkan jejak yaa

/akhirnya sepuluh bab juga

😊😊😊

Hiruk-pikuk yang berkerumun mengelilingi Juan mulai terdengar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hiruk-pikuk yang berkerumun mengelilingi Juan mulai terdengar. Meski berat, lelaki itu mengerjapkan matanya berulang kali sebelum membukanya perlahan. Kepala belakang yang masih berdenyut sontak terasa nyeri. Pening pada pelipis seolah tersetrum untuk ikut menyakiti. Ia kemudian dibantu duduk oleh salah seorang pria yang berjongkok di depannya.

"Syukurlah, kamu cepat sadar, Nak. Atau mau tetap dipanggilkan ambulans?"

Juan menelan ludah, masih mencerna situasi. Ia menoleh ke kiri-kanan, lalu menggeleng lemah. Lelaki itu lekas bertanya apa yang terjadi dan berapa lama ia tak sadarkan diri. Syukurlah, orang yang berjaga di dekatnya mengatakan waktu baru berjalan sekitar sepuluh menitan. Tidak terhitung lama, membuat Juan merasa baik-baik saja.

Namun, detik berikutnya lelaki yang masih pucat itu celingak-celinguk. "Adik saya mana?"

"Kamu tenang, ya. Itu, ada ibu-ibu yang ngajak ngobrol biar anaknya nggak syok. Mas beneran nggak apa-apa?"

"Terima kasih, Pak. Kebetulan saya belum sarapan, jadi pas terbentur langsung oleng." Juan mengira-ngira.

"Mau saya antar?" tawar pria tersebut saat kerumunan lain mulai enyah dari tempat.

"Nggak perlu, Pak. Rumah kami dekat. Sekali lagi terima kasih."

Sambil meraba-raba dinding toko yang dijadikan sandaran, Juan pelan-pelan bangkit. Dengan langkah terhuyung-huyung, ia lekas menghampiri Niko yang menggenggam sebuah lolipop. Kemudian ia berjongkok di depan anak itu seraya mengusap lengannya. Sempat menghela napas, Juan membelai rambut Niko sebagai tanda bahwa ia sudah datang.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya kesekian kali, sebelum pingsan dan setelahnya.

Niko tak segera menjawab. Ia hanya mendongak, mengamati garis wajah Juan yang tampak lebih redup. Ini benar Kak Juan? batin polosnya bertanya-tanya. Setelah melihat senyuman tipis, ia memeluk sosok di depannya itu, mendekapnya erat seolah tak ingin dipisahkan lagi. Hingga tanpa sadar, air mata Niko menetes dalam diam. Ia lekas bersembunyi di balik dada bidang pengasuhnya.

"Kaget, ya? Kak Juan minta maaf."

Seorang ibu yang membawa kantong plastik besar menepuk-nepuk punggung Juan. Ia menatap lelaki itu penuh kasih, seperti tersirat rasa bangga yang tak dapat dijelaskan. Sadar akan perlakuan kecil itu, Juan lantas menoleh dan tersenyum manis. Ia juga sedikit membungkuk, menyapa wanita asing yang telah membantunya menjaga Niko.

Walk the Line ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang