𝑬𝒅𝒖𝒄𝒂𝒕𝒊𝒐𝒏 𝑫𝒐𝒏𝒂𝒕𝒊𝒐𝒏☼︎

1.9K 159 391
                                    

Cerita ini nggak ada sangkut pautnya sama reel life aku, ya. Jadi, kalopun ada dari kalian temenku yg baca cerita ini, aku tegaskan sekali lagi, cerita ini hanya imajinasi semata. Terimakasih♡

*****

"Kamu itu pembawa sial, Mel." Bunda. Ada yang membencinya, karena ia adalah sumber derita.

"Cuma kamu satu-satunya kebahagiaan Ayah yang tersisa di dunia, jadi jangan pernah tinggalin Ayah, ya?" Ayah. Ada juga yang mati-matian memperjuangkan kebahagiaannya, karena ia adalah sumber kebahagiaan yang tersisa.

*****


Seorang siswi bername tag Caramel menduduki bangku ruang BK dengan gestur tenang jug senyum mengembang. Sangat kontras dengan jantungnya yang sudah berdebar tak karuan. Pandai sekali ia beracting.

"Jadi gimana, Mel? Sumbangan pendidikan kamu semester dua ini belum dicicil sama sekali." Guru di hadapan Caramel menatapnya dalam, seolah sedang mencari tahu, sesulit apa ekonomi keluarga muridnya itu.

"Minggu ini saya usahakan lunas, Bu." Caramel mengulas senyum terbaiknya. Ia harus terlihat baik-baik saja di depan siapapun.

Guru di hadapannya menghela nafas khawatir. "Baiklah, segera dilunasin, ya. Ibu takut kamu nggak bisa ikut PTS."

"Baik, Bu."

*****

Caramel memasuki rumah dengan sepasang sepatu di tangan kirinya, kunci motor di tangan kanannya. Sembari melangkah, otaknya sejak tadi terus ia paksa berfikir, kalimat apa yang tepat yang akan ia lontarkan nanti saat ia meminta uang SPP kepada orang tuanya.

"Aku ini cari uang nggak mudah, seharusnya kamu bisa atur keuangan dengan baik, Lov!" Langkah Caramel terhenti kala mendengar suara bentakan yang bersahutan, berasal dari kamar orang tuanya.

"Sekarang semuanya serba mahal, Mas!"

Caramel meremas sepatunya erat. Setiap hari. Setiap hari selalu saja seperti ini. Ia benci mendengar pertengkaran, namun setiap hari, hal yang ia benci yang selalu mereka suguhkan. Tanpa sadar bulir bening bak kristal itu menggulir jatuh. Caramel kembali melangkah.

"Sebanyak apapun uang yang aku kasih bakalan habis kalau kamu nggak bisa ngatur uang!"

Prang!

Lagi-lagi langkahnya spontan terhenti, Caramel tersentak kaget. Matanya terpejam sejenak, isak tangis sudah hampir lolos lewat celah bibirnya yang ia katupkan, ia mengendap, mengintip kedua orang tuanya.

"BUNDA!" jerit Caramel. Pecah sudah tangisnya, sendu dan menyayat bagi siapapun yang mendengarnya.

Di hadapannya, Lova, wanita yang Caramel panggil bunda, sedang memposisikan serpihan vas bunga pada nadi di tangannya.

Lova menatap putri sulungnya yang terisak hebat di depan pintu, serpihan vas di tangannya kini terjatuh. Setelahnya, ia beranjak, mentap bengis pada Caramel, lalu menutup pintu dengan keras.

Brak!

*****

Siang berganti malam, terang berganti peran dengan gelap, Caramel memilin kuat-kuat ujung kaos yang sedang ia kenakan. Malam ini, ia harus memberanikan diri untuk berbicara pada kedua orang tuanya. Ia butuh, dan tak ada tempatnya meminta selain pada kedua manusia yang telah membuatnya ada di dunia.

Caramel menimang-nimang, kepada siapa ia harus meminta uang. "Bunda suka marah-marah, tapi kalau ayah pasti nggak akan marah."

Dengan langkah kecil serta pelan, Caramel mencari keberadaan ayahnya. Namun, melihat motor ayahnya yang tidak ada di tempatnya membuat Caramel menghela nafas. Ayahnya pasti sedang pergi.

I'm okay (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang