𝑩𝒆𝒕𝒘𝒆𝒆𝒏 𝑳𝒊𝒐𝒏𝒂, 𝑰𝒒𝒃𝒂𝒍, 𝒂𝒏𝒅 𝑷𝒓𝒂𝒏𝒊𝒏𝒂𝒕𝒂☼︎

454 89 228
                                    

Happy reading!

"Ona, jajan yuk!" ajak salah satu teman Liona.

"Duluan aja."

Setelah temannya berlalu, kini Liona bertopang dagu. Memikirkan kemana perginya sang kakak yang sudah seminggu tak pulang-pulang. Setiap hari ia selalu bertanya atas keberadaan kakaknya pada Ledi dan Lova, namun jawaban mereka selalu sama 'lagi pergi main.'

Dengan tenaga yang tak lebih dari 3/10 itu, Liona bangkit dari duduknya, langkah gontainya membawanya ke bangku yang ada di depan kelasnya.

Kini Liona meratapi nasibnya, masih kecil sudah ditinggal pergi. Jadi begini rasanya ditinggal saat sedang sayang-sayangnya.

Tak jauh dari tempatnya duduk, tepatnya di depan jendela kelas dua, Iqbal terus memperhatikan Liona yang beberapa hari ini selalu murung. Kalau begini terus, Iqbal jadi tidak ada kesempatan buat bermain bersama Liona, kan gawat.

Tanpa Liona sadari, kini Iqbal menghampirinya, berdiri di hadapannya, sedangkan Liona sedang sibuk bergelut dengan fikirannya sendiri sembari memperhatikan sepatunya yang terus ia gesekkan pelan pada permukaan paping.

"Ona, kamu kenapa?"

Kepala Liona terangkat, menatap sosok yang kini sedang berdiri di hadapannya. Setelah mengetahui bahwa itu Iqbal, kepala Liona tertunduk lagi.

Namun secerca harapan tiba-tiba menghampiri Liona. "Iqbal, kamu tau nggak kak Amel pergi kemana?"

Yang ditanya mengambil posisi duduk di samping Liona, pada bagian bangku yang masih tersisa lebar.

"Emangnya kak Amel kemana?"

"Kata ayah sama bunda, kak Amel main, tapi udah lama banget belum pulang." Setelah mengatakan itu, pipinya mengembung.

Kini Iqbal merasa jati dirinya sedang diuji, kalau ia jawab tidak tahu, malu dong. Kata papanya Iqbal, lelaki sejati itu harus bisa diandalkan. Walau sejujurnya Iqbal memang tidak tahu keberadaan Caramel, setidaknya ia harus melontarkan jawaban yang lain, agar jawaban 'tidak tahu' nya itu terdengar lebih... Kalau kata anak jaman sekarang, aeshtetic.

"Kak Amel lagi main, pasti nanti dia pulang, jadi kamu jangan sedih lagi ya."

"Tapi mainnya kok lama banget?"

Waduh. Iqbal harus menjawab apa?

"Em... Kak Amel kan udah besar jadi mainnya lama. Kakak aku aja mainnya lama, sampe tuju tahun, delapan tahun," kata Iqbal saat mengingat kakaknya yang sedang menempuh pendidikan kuliah entah dimana.

Liona terdiam sembari meresapi ucapan Iqbal barusan, bener juga sih.

"Oh iya, kamu mau makan ciken nggak?" timpal Iqbal sembari mengalihkan topik pembicaraan.

"Mau aja deh."

"OY! PRANINATA!" teriak Iqbal pada Praninata yang sedang berjalan santai tak jauh dari tempat mereka duduk.

Ditangan Praninata, ada sebungkus chiken yang berisikan lima tusuk.

Yang dipanggil langsung memutarkan arah tujuannya. Berjalan menghampiri mereka sembari menggenggam erat bungkusan chiken berserta tusuknya.

"Kenapa?" tanya Praninata kemudian.

"Ona lagi sedih nih. Bagi dong cikennya." Karena itu kah Iqbal memanggil Praninata?

Nggak modal. Batin Liona yang malas menyuarakan gerutuannya.

"Nggak modal. Beliin dong!" gerutu Praninata mewakili isi hati Liona. Namun tak urung setelah menggerutu, akhirnya Praninata duduk bergabung di sisi Liona yang lain.

I'm okay (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang