𝑫𝒆𝒆𝒑☼︎

226 41 143
                                    

Hingga pukul empat sore, Caramel masih setia di kediaman Fajar. Terhitung sudah setengah jam gadis itu terus menangisi segala yang ia rasa. Kesal pada dirinya yang ternyata menjadi penyebab Fajar dengan luka-luka di tubuhnya-

"Kakak luka gara-gara aku..." Masih Caramel merengek-rengek menyesali keadaan Fajar saat ini.

"Nggak sakit lagi, kok." -juga dengan Fajar yang kelewat baik. Ia dekap Caramel erat, menenangkan gadis itu seolah yang sehabis kecelakaan bukanlah dirinya.

Fajar membetulkan posisi duduknya yang mulai terasa kebas, membuat Caramel mengurai pelukan. Mendongak gadis itu menatap area mata Fajar yang sedikit bengkak, namun tak ada bekas air mata di sana.

Terulur tangan Caramel menyentuh salah satu kelopak itu. "Mata Kakak kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Beda. Agak bengkak."

Harus kah Fajar berterus terang?

Fajar beranjak, sedikit kesulitan menopang tubuhnya. Lelaki itu berjalan mendekati lemari kayu, mengambil kunci mobil dari atas sana. Beralih ia menatap pantulan dirinya di cermin, berakhir pada ia yang menyisir surainya yang mulai panjang.

"Jalan, yuk?" Gila. Untuk berjalan saja ia sulit, tapi malah mengajak jalan-jalan.

Tentu saja langsung Caramel gelengkan kepalanya. "Mending istirahat deh, istighfar dulu kalo lagi sakit." Sepasang mata Caramel menyipit, menatap Fajar tajam.

Tapi, jujur saja Fajar bosan. Ada langit indah yang akan ia tunjukkan pada Caramel, bukan sekedar langit-langit rumah. Juga ada sebuah pemandangan indah, bukan sekedar pemandangan meja, karpet, juga ranjang.

"Ayo." Lelaki itu mengulurkan tangan.

*****

Entah akan dibawa kemana Caramel oleh Fajar, yang jelas, jalanan yang tengah mereka tempuh kini, sudah sangat jauh dari lingkungan tempat mereka tinggal.

Juga terhitung sudah memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit sejak mereka mulai menyentuh garis start atas perjalanan yang tak kunjung finish ini.

"Mau kemana, sih, Kak?" Caramel menatap Fajar jengkel.

"Sebentar lagi sampe, kok." Fajar menyungging senyum tipis.

Mereka melewati jalan aspal besar, tapi tak begitu ramai pengemudi, tiga empat pengemudi masih berlalu lalang, rata-rata pengendara roda empat sepanjang yang Caramel lihat. Sedangkan kanan dan kiri jalan merupakan pepohonan lebat.

Mobil Fajar menepi, pengemudinya menatap Caramel. "Siap?"

Otak Caramel mendadak buntu. Seketika gadis itu merasa takut. Apalagi Fajar sejak tadi tak memberitahu apapun sama sekali atas tujuan mereka.

"Aku mau turun aja. Aku mau pulang. Buka kuncinya."

Fajar menatap Caramel aneh, tiba-tiba saja gadis itu berubah dengan tatapan menajam penuh waspada. Menjauh ia dari Fajar, memepetkan tubuhnya pada pintu mobil.

Fajar mengerti. Meski gadis itu tak bercerita, Fajar mengerti.

"Percaya sama aku, aku nggak akan ngapa-ngapain kamu. Ya?"

Pada akhirnya, tatapan tajam Caramel melembut, nafasnya yang bertalu-talu berangsung normal. Ia singkirkan semua bayangan mengerikan tentang Vivi juga Iyan.

I'm okay (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang