Hampir menangis Caramel. Ia hapus cepat-cepat genangan air yang siap tumpah dari pelupuk matanya. Diantara banyak novel yang dibelikan Fajar dua minggu lalu, sebuah novel sangat menarik perhatiannya.
Merasa senasib dengan si tokoh dalam novel, Caramel tersedu-sedu tanpa suara. Menutup matanya dengan telapak tangan, membuat lembaran yang tengah ia buka setetes dua tetes basah terkena air mata.
"Makanya, anak broken home jangan baca novel tentang broken home juga, dong." Vivi mengomel sebal. Sedikit-sedikit ia usapi punggung Caramel.
"Ada yang ngechat, tuh." Cepat sekali mata Vivi menangkap layar ponsel Caramel.
Caramel dorong lebih dalam lagi agar ponselnya benar-benar masuk kedalam kolong meja. Jam kosong di akhir pelajaran adalah hal yang ternikmat. Caramel lanjutkan bacaannya hingga bel pulang berdering nyaring, membuat seluruh siswa bersorak senang.
Tertutup novel yang berisikan 504 halaman itu. Segera Caramel beberes.
Sementara Vivi masih duduk santai. Menyandarkan bahu serta kepalanya pada sandaran yang ada di kursi. "Duluan aja, Mel."
Jika sudah begini, Caramel faham. Pasti Vivi akan pulang dengan kekasihnya. Melangkah Caramel meninggalkan kelas bersamaan dengan murid lainnya, tak butuh waktu lama untuk merasakan suasana sepi di sekolah ini.
Bertemu Caramel dan Fajar di pojok lapangan. Saling melempar senyum kedua sejoli itu, lebih dulu Fajar berlari kecil, menghampiri Caramel dengan kunci motor yang sejak tadi sudah Fajar pegang. Entah sejak kapan keduanya mulai pulang bersama, yang jelas kedekatan keduanya makin menonjol.
"Matanya kenapa?" Fajar perhatikan area mata Caramel, tampak sedikit basah serta memerah.
Terangkat tangan Caramel meraba area mata kala mendengar pertanyaan Fajar. "Oh, abis baca novel yang dua minggu lalu Kakak beliin."
Mulai keduanya beradu dialog, sedang kaki mereka melangkah pelan-pelan, mengulur waktu agar dapat lebih lama menjauhi area lapangan.
"Bisa gitu sampe nangis?"
"Bisa, soalnya aku dan tokoh di novel ini, kami senasib." Tertarik tipis kedua sudut bibir Caramel, tangan kanannya mengangkat novel yang tadi ia baca di kelas.
"Senasib?" tanyanya. "Kamu anak broken home?" Mata Fajar bergulir cepat, membaca judul novel yang tengah Caramel pegang.
yes, i'm broken home. Why?
Dengan balutan sampul berwarna hitam pekat. Hanya warna hitam pekat serta lima kata yang menjadi judul itu saja yang mengiasi sampul.
Berhenti Caramel, pun Fajar yang sontak mengikuti gadis di sampingnya.
"Entahlah..." Memelan diakhir suara Caramel.
Bolehkah ia ceritakan kesedihannya pada orang lain?
"Orang tuaku nggak bercerai. Tapi mereka bertengkar, sangat hebat, setiap hari, tanpa perduli aku, adikku." Terjeda-jeda Caramel berucap.
"Tokoh Angel di novel ini," Caramel menunjuk novel bersampul hitam pekat tersebut. "Dia hebat. Sesuai dengan namanya, hati dia seperti malaikat, Kak. Gimana cara dia melapangkan dada. Cara dia memandang dunia lebih luas, bukan cuma dari sekedar rasa sakit, tapi dari segala aspek kehidupan. Cara dia belajar ikhlas. Aku banyak belajar dari Angel."
Terus Fajar pasang telinga baik-baik, semaksimal mungkin menjadi pendengar yang dapat diandalkan. Takjub ia dengan kalimat-kalimat Caramel yang sederhana tapi sangat dalam.
"Dunia ini memang tempetnya berat, susah, sakit. Makanya cuma sementara." Caramel mencebik malas bersamaan dengan kedua bahunya yang terangkat. Seolah sudah biasa menghadapi masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm okay (END)
Подростковая литератураOrang tuanya selalu bertengkar, tak ada yang bisa ia lakukan selain berusaha meyakinkan diri bahwa keluarganya akan baik-baik saja. Pertengkaran adalah hal wajar dalam rumah tangga. Tumbuh gadis itu berdampingan dengan rasa sakit. Hingga tiba pada...