Hai, kak... Gimana kabarnya?
Berkerut tipis dahi Fajar. Tentu saja baik.
Maafin Vivi, ya, selama ini udah menyukai kakak padahal Vivi sendiri udah punya pacar.
"Surat ini beneran buat gue?" Fajar bermonolog heran. Zaman sekarang ternyata masih ada adik kelas yang main surat-suratan.
Vivi sayang sama kakak, tapi gimana... Vivi lebih cinta sama pacar pertama Vivi. Tapi kakak tetep ada di hati Vivi, kok.
Tawa singkat menggema di dalam kamar Fajar. Tak menyangka ia akan mendapatkan surat cinta dari bocah kelas sepuluh.
Kak, hati Vivi rasanya hancur. Tapi gimana, ya? Kan selingkuh itu dosa hukumnya dalam agama. Jadi Vivi milih pacar pertama Vivi supaya terhindar dari dosa perselingkuhan.
Kian pecah tawa Fajar, lebih besar dari sebelumnya. Tak tanggung-tanggung kini suaranya menggema. Mengundang siapa saja yang mendengarnya untuk ikut tertawa. "Ada-ada aja bocah."
Kak Fajar jangan sedih, ya. Kalau kita berjodoh Allah pasti akan mempersatukan kita selamanya dalam ikatan pernikahan yang sakral lagi suci.
Salam sedih
Vivi💔
Sudut kedua matanya berair, pun dengan perutnya yang terasa sedikit nyeri.
Perlahan mereda tawanya bersamaan dengan berakhirnya surat cinta yang ia baca.*****
Fajar. Nama singkat yang dikenal hampir oleh seluruh teman seangkatannya. Bukan karena ia ketua basket, ketua futsal, apalagi ketua geng motor. Melainkan karena Fajar adalah anak kutu buku. Tenang namun menghanyutkan, berlagak biasa padahal berotak jenius.
Beberapa siswa beropini bahwa dirinya merupakan anak anti sosial. Terserah, nyatanya Fajar hanya lebih menyukai perpustakaan dari pada kantin, menyukai membaca daripada berbicara, suka menilai dalam diam dari pada berkomentar.
Ia tahu cara bersosialisasi, bertegur sapa dengan teman, bertukar candaan. Hanya saja, aktivitas seperti itu jarang terjadi dalam kesehariannya.
"Jar, pr fisika udah?" Salah satu teman Fajar bertanya dengan cengiran andalan.
Menggerutu Fajar. "Kebiasaan!" Tak urung tetap ia perbolehkan temannya untuk menyalin tugas miliknya.
Beberapa siswa mengecapnya 'anak cupu' sebab mereka tak pernah mendengar kabar bahwa Fajar memiliki seorang kekasih. Fajar bukan manusia fanatik yang takut dosa karena pacaran, ia hanya mempertahankan kriteria wanita idamannya.
Jika ada yang bertanya apakah cantik? Fajar bertanya juga seratus kali pada dirinya. Apakah wanita cantik yang ia cari? Sepertinya bukan. Ia hanya mencari wanita yang tak mengikuti zaman dan tak akan pernah ketinggalan zaman.
Ia hanya mencari wanita yang dapat membuat dirinya lebih dari sekedar Fajar yang biasanya. Dalam artian, bagaimana sosok wanita itu nanti dapat membawanya pada dunia-dunia baru yang dapat memperluas pandangannya akan arti kehidupan. Menciptakan bahagia bersama di jalan yang positif.
Memang sedikit rumit serta sulit, maka sampai sekarang belum ia temukan wanita rumit serumit jalan fikirannya.
*****
Caramel menyusuri trotoar sepanjang jalan menuju rumahnya. Ayahnya pergi entah kemana sejak empat hari yang lalu, maka inilah rutinitas Caramel saat pulang sekolah sejak kemarin. Jalan kaki. Tak mengapa, hitung-hitung olahraga.
Tak jauh dari tempatnya berjalan, sebuah mobil berwarna biru gelap menepi. Tak lama, turun seorang wanita remaja yang berseragam sama sepertinya.
"Vivi!" Caramel sontak meneriaki nama temannya kala mengetahui siswa yang keluar dari mobil tersebut adalah sahabatnya.
Belum lama Vivi berdiri tegak, mobil tersebut melaju dengan amat kencang. Membuat banyak anak rambut Vivi berterbangan.
Terduduk Vivi di atas trotoar dengan rambutnya yang sudah berantakan. Cepat-cepat Caramel berlari menghampiri Vivi.
"Vi, Lo kayak orang gila, sumpah!" Caramel menarik kuat tangan Vivi. "Cepetan bangun! Besok rok abu-abu masih di pakek." Berdiri lemah Vivi dibantu Caramel.
"Gue ... " Vivi menghirup nafas dalam-dalam. "Gue lemes banget."
"Lemes kenapa, Vi?" Caramel mengguncang tubuh Vivi yang sedikit sempoyongan seperti orang mabuk.
"Gue abis ciuman sama Lio lama banget sampe hampir mampus. Rasanya enak, geli-geli seru, bibirnya kenyal kayak jeli. Sekarang, rasanya gue lagi terbang."
Mendelik tajam. Rahang Caramel terturun mendengar penuturan sahabatnya barusan. Ia tuntun Vivi agar duduk sebentar di bawah pohon yang tak jauh dari posisi keduanya saat ini.
Semua lelaki berbahaya, untuk saling bertatapan saja sudah berbahaya, apalagi berduaan di dalam mobil? Ya tuhan. Itu bukan lagi bahaya, melainkan bencana. "Vi, lo nggak diapa-apain, kan, sama Lio?" tanya Caramel serius.
Ia tilik wajah merah padam Vivi yang berangsur normal, bersamaan dengan Vivi yang terus mengatur nafas. Cukup lama. Hingga nafasnya tak lagi memburu.
"Nggak diapa-apain, kok." Vivi menyahuti sealakadarnya.
"Viiii! Besok lagi jangan mau diajak cium-cium gitu! Bibir lo bengkak banget tau. Kalo kelabasan gimana coba?!" Caramel memprotes aktivitas Vivi dan pacarnya.
"Tapi enak. Hehehe," balas Vivi tanpa rasa menyesal.
Tak habis fikir Caramel, ia bisa berteman dengan manusia macam Vivi yang kerjaannya hanya pacaran terus. Keduanya bangkit, mulai menyusuri jalan lagi di atas trotoar dengan cuaca panas terik di jam dua siang.
"Vi, Lio itu kerja apa, sih?" celetuk Caramel sembari menutup-nutupi wajahnya dengan telapak tangan, guna melindungi dari sengatan matahari.
Rasa penasaran mulai menghinggapi segenap hati Caramel. Penasaran akan sosok Lio yang sudah menggait hati sahabatnya sejak tujuh bulan yang lalu.
"Nggak tau," sahut Vivi seadanya. Ia memang benar-benar tak tahu apa pekerjaan kekasihnya.
"Masa, sih? Lo kan pacarnya." Bukannya Caramel tak percaya pada Vivi, hanya saja rasanya aneh jika Vivi tak tau apa pekerjan kekasihnya.
"Tukang rampok." Cepat-cepat Vivi memalingkan wajah.
"Hah?!"
"Rampok hati gue," tambah Vivi.
Menyebalkan.
Hening antara keduanya, cepat mereka melangkah agar cepat sampai rumah, tak tahan lagi dengan panas matahari yang kian membakar kulit. Suara bising kendaraan menjadi instrumen keduanya dalam menyusuri jalan.
Caramel mulai bertanya-tanya, apakah pacar Vivi merupakan orang yang baik? Jika memang iya, bagaimana bisa seseorang yang baik akan mengajak anak dibawah umur berciuman? Apalagi status mereka hanya pacaran. Bukankah harus ada status legal dulu baru ciuman disah-kan?
Lagi-lagi sebuah kendaraan menepi di depan tak jauh dari mereka melangkah. Bedanya, kali ini sebuah motor vario. Pengendaranya juga mengenakan seragam yang sama seperti mereka.
Tubuh jangkung si pengendara turun dari motor, berdiri menghadap kedua gadis yang sama-sama sedang menatap objek yang sama.
"Vivi?" Fajar bertanya sembari menatap Caramel, ia angkat sejajar di samping muka sebuah surat dengan gambar hati retak terbelah dua.
Tbc!
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm okay (END)
Roman pour AdolescentsOrang tuanya selalu bertengkar, tak ada yang bisa ia lakukan selain berusaha meyakinkan diri bahwa keluarganya akan baik-baik saja. Pertengkaran adalah hal wajar dalam rumah tangga. Tumbuh gadis itu berdampingan dengan rasa sakit. Hingga tiba pada...