Happy reading!
Decakan kagum tak percaya tidak henti-hentinya keluar dari mulut Caramel. Ia tak menyangka, setelah mendapatkan izin dari orang tuanya tadi malam, kini beberapa jam yang lalu, ia sudah resmi bekerja.
Dan di sini lah Caramel berada sekarang. Di rumah bu Riska, sedang duduk di ruang bermain bersama Janne dan Ries, anak bu Riska. Sejauh yang Caramel tangkap, kedua bocah di hadapannya masih malu-malu kucing.
"Janne sama Ries kalo malem tidurnya jam berapa?" tanya Caramel lembut. Caramel merinding mendengar nadanya yang tak biasa, sungguh ini bukanlah dirinya.
Janne, bocah berusia lima tahun itu menunjukkan sepuluh jarinya tanpa menjawab.
"Jam sepuluh?" Caramel terkejut.
"Jam delapan."
Caramel memandang ngeri pada Janne, masih kecil tapi pembawaannya tegas dan serius. "Oh... Hehehe."
Keduanya meneruskan mainan mereka masing-masing, sedangkan Caramel mengamati sekitarnya. Ia tak menyangka, kini ia akan hidup di rumah orang asing, dengan suasana yang asing, lingkungan yang asing.
"Mbak Amel, Mbak tau nggak?" tanya Janne tiba-tiba.
Kalau dilihat-lihat, sejak pertama kali Caramel bertemu Janne, Janne ini selalu memasang raut serius dalam segala ucapannya. Kalau kata anak jaman sekarang, kenceng urat mulu.
Melihat Caramel menggeleng, Janne melanjutkan ucapannya, "Mbak tau kan kak Ira?" tanyanya serius.
Kamu tau kan aku di sini baru beberapa jam?
"Tau dong," jawab Caramel pura-pura kenal. "Kenapa memangnya?" tanyanya kemudian sok antusias.
"Mbak tau nggak sih, kak Ira itu pinter banget. Coba deh, satu tambah satu berapa?"
Caramel sempat terperangah mendengar pertanyaan boca di hadapannya itu, sampai akhirnya Janne kembali bersuara.
"Berapa, Mbak? Kalo kak Ira sih tau, soalnya dia pinter." Desak Janne sembari menyombongkan sosok Ira yang diceritakannya, diiringi lirikan sinis ala anak kecil.
"Em... Dua."
Janne menganga, lalu menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. Spontan Caramel juga ikut menganga, menganga karena bingung.
"Wah! Mbak bisa ternyata. Berarti Mbak Amel juga pinter sama kayak kak Ira!"
Caramel tersenyum, senyum paksa. Keadaan seperti ini, sebenarnya Caramel tidak dapat merasakan emosi apapun, dapat menjawab pertanyaan satu tambah satu sejujurnya merupakan hal yang sangat biasa.
"Mbak Amel memangnya orang pinter, tah?" Janne kembali bertanya. Dari nada bertanyanya, sepertinya Janne sangat meragukan Caramel.
Mengusap lengannya pelan, Caramel melontarkan jawaban seadanya. "Enggak kok, Mbak masih sekolah SMA."
"SMA itu pangkatnya tinggian mana sama SD?"
Jadi kak Ira kesombongannya itu bocah SD?
"SMA atau SD itu bukan pangkat, tapi pendidikan, Janne. Kalau udah sekolah sampe SMA berarti udah melewati masa SD, jadi pendidikan SD sama SMA tentu tinggi SMA."
Entah mengerti atau tidak, namun yang Caramel lihat, Janne mengangguk sebanyak tiga kali dengan raut seriusnya, sebelum akhirnya ia memegang kembali susunan lego yang tadi sempat ia tinggalkan.
Caramel kembali mengamati sekitarnya. Lego, mobil-mobilan, boneka... Caramel menahan bulir air yang hampir bergulir membasahi pipinya, andai saja Liona di sini, pasti ia sangat senang melihat banyak mainan.
*****
"Kak Amel main kemana, sih?" geram Liona sembari berkacak pinggang di atas ranjang Caramel.
Kesal lama menunggu sedangkan yang ditunggu tak kunjung datang, Liona beranjak dari duduknya. Kaki pendeknya melangkan cepat ingin segera mendatangi sang ayah.
"Ayah!"
"Ayah! Ayah dimana, sih?"
Tak mendapatkan sahutan dari sang ayah, Liona menghentakkan kakinya kesal. "Ayah jangan buat aku kesel ya, nanti aku berubah jadi mermet loh!"
Mendengus kasar, Liona melipat kedua tangannya ke depan dada. "Ya ampun, aku tuh kesel, kak Amel main kemana sih kok udah malem nggak pulang-pulang?" Monolognya sembari mengusap peluh di dahi.
"Kak Amel, pulang dong... Nanti bunda marah."
"Ck! Kak Amel juga kenapa gaya-gayaan sih pergi main bawa tas besar?!"
Tbc.
Hai, ada yang lagi berduka atas kepergiannya kak eril? Meski ga kenal, meski bukan siapa2, tapi aku bener2 ngerasain sedihnya, hancurnya, apa lagi pas liat postingan keluarganya, pacarnya💔
Semoga kak Eril di tempatkan di tempat terbaik di sisi Allah, dan semua yang ditinggalkan dikasih ketabahan yang luar biasa🤲 Aamiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm okay (END)
Подростковая литератураOrang tuanya selalu bertengkar, tak ada yang bisa ia lakukan selain berusaha meyakinkan diri bahwa keluarganya akan baik-baik saja. Pertengkaran adalah hal wajar dalam rumah tangga. Tumbuh gadis itu berdampingan dengan rasa sakit. Hingga tiba pada...