𝑶𝒏𝒍𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔, 𝒏𝒐𝒕 𝒔𝒐𝒖𝒏𝒅𝒔. 𝑶𝒏𝒍𝒚 𝒂 𝒃𝒐𝒐𝒌𝒔, 𝒏𝒐𝒕 𝑴𝒆☼︎

257 51 160
                                    

"Setiap manusia sama lelahnya, hanya saja, beberapa dari mereka terlalu mahir dalam hal manipulasi. Yang bersandiwara akan di anggap selalu hidup bahagia, yang jujur akan selalu di cibir seolah tak bersyukur. Don't be fooled by the cover."


Ibu-ibu mulai berkumpul memenuhi latar rumah, bisik-bisik mulai terdengar, mengundang yang lain untuk ikut bergabung meramaikan. Ada sebuah gosip, bak kilat menyambar pohon, cepat sekali sampai ke puluhan pasang telinga.

"Kasihan, masih muda. Tapi ajalnya udah tiba." Seorang ibu-ibu mencetuskan opininya.

Lalu, yang lain turut berpendapat.

"Kalo kata quotes-quotes yang saya baca di facebook 'diem-diem nyimpen beban tau-tau meninggal'." Si ibu-ibu yang 24/7 aktif sosmed tak ingin ketinggalan.

"Lah, iya. Dengar-dengar dia dari kecil disiksa mulu, kan, ya?"

Heboh sekali. Kian memanas topik pembahasan mereka, bak api kecil di siram bensin, satu penyampai berita, yang lain turut mengobarkan pendapat serta suara. Ujung-ujungnya ngerumpi. Lupa, di ujung sana sebuah keluarga tengah berduka.

*****

Sebuah buku di buka, pada lembaran pertama terdapat sebuah note sang pemilik sekaligus penulis buku.

Note : Buku ini mungkin bakal jadi tempat aku menulis sepenggal keluh kesah yang gak sempet tersuarakan, entah karena terhambat oleh waktu, atau keadaan.

Masih banyak baris-baris kosong setelah note singkat itu. Tetap kosong hingga buku berpindah tangan.

Lembar pertama. Si penulis menyertakan sebuah judul.

Aku dengan kepercayaan yang dititipkan.

Katanya, sebelum bayi terlahir ke dunia, ia ditunjukkan oleh malaikat bagaimana alur hidupnya kelak di dunia. Jika sanggup dan mau, seorang bayi akan terlahir, hidup, bernafas, bertumbuh di dunia dengan segala kesanggupan ruh-nya.

Dan aku, merupakan satu dari jutaan jiwa yang di beri kepercayaan oleh Allah untuk mengurus sebuah raga yang di titipkan. Raga-ku. Akan aku giring kemana jiwa dan ragaku agar aku tak sampai menyimpang dari kepercayaan yang telah diberikan-nya?

Lembar kedua. Dibuka-buka dulu lembar-lembar selanjutnya yang masih berisikan tulisan panjang, merupakan lanjutan dari lembar kedua.

Hanya kata, bukan suara. Hanya sebuah buku, bukan lagi aku.

Ayah ... Bunda ... Dari sekian banyak pemandangan indah di dunia, kebahagiaan di luar sana, aku, anak yang mungkin belum mengenal jauh akan arti kehidupan, cuma pengen liat Ayah Bunda bahagia.

Kadang aku berfikir... Kapan, ya, kita jalan-jalan bareng? Kapan kita hangout layaknya keluarga bahagia? Aku... Juga pengen.

Tapi, Ayah selalu sibuk kerja. Kadang-kadang pulangnya malem, terus pulang-pulang berantem sama bunda. Waktu aku tanya, Bunda justru marah juga ke aku, sedangkan Ayah selalu bilang 'gak papa.'

Waktu kecil, aku pernah ngedambain suatu barang, meskipun susah akhirnya aku bisa dapetin. Terulang sampe beberapa kali, sampe aku berfikir, 'ternyata semua bisa diraih asalkan kita mau berusaha.'
Terus, besoknya aku berfikir, 'kalau untuk sesuatu yang harus mengeluarkan uang aja bisa, kenapa untuk hal sederhana yang nggak perlu uang justru nggak aku dapetin?' keharmonisan keluarga, contohnya.

Ayah bisa kerja demi dapetin uang, tapi kenapa Ayah nggak bisa baikan sama Bunda demi menciptakan sebuah kebahagiaan?

Itu pertanyaanku dulu. Meski nggak ada suara untuk menjawab semua tanya, waktu aku dewasa akhirnya aku faham. Pertanyaanku terjawab dengan sendirinya, logika aku berputar, menganalisis setiap kejadian.

Ternyata, nggak semua hal dapat dibeli dengan uang. Keharmonisan dan kebahagiaan salah satunya. Mulai saat itu, aku selalu nurut sama Ayah Bunda. Kalau dulu sepatah atau dua patah kata masih aku bantah, setelah pertanyaanku terjawab, nggak ada alasan lagi buat aku ngebantah ucapan mereka. Kebahagiaan asalnya dari hati, kalau aku ikhlas mematuhi Ayah Bunda, kebahagiaan pasti bakal hadir di hidup mereka.

Tapi, mereka tetep nggak bahagia. Setiap hari bertengkar mulu. Coba Ayah tanyain, Bunda itu maunya apa?

Setiap hari, aku terus yang kena imbasnya. Kena marah, di pukul, sampe aku bertanya-tanya, salah aku apa? Lama-lama aku mulai beropini, menyatukan semua kejadian-kejadian yang selalu ada alasan, yang baru aku sadari ... Ternyata alasan mereka selalu berantem adalah aku.

Aku mulai berfikir lagi, kenapa dengan aku?

Ayah Bunda tau, nggak? Setiap hari pertanyaan-pertanyaan baru selalu muncul di kepalaku. Menumpuk. Sampai tanpa sadar semua itu membuat aku menjadi anak yang pemurung.

Aku coba buka mata lagi, sebelum aku pandang yang jauh di luar sana untuk aku jadikan bahan bersyukur atas keadaan keluargaku yang jauh dari kata baik-baik aja, aku coba pandang sosok yang dekat dan seatap sama aku, Liona, adikku.

Mulai aku alihin semua rasa sakitku, rasa bingungku, segala tanyaku, semua bakal terjawab oleh waktu. Menunggu waktu menjawab, aku tengok bocah kecil yang tersedu-sedu, meski aku juga sakit, ada dia yang lebih sakit sebab harus menangis meski nggak mengerti apa yang sedang ia tangisi.

Ayolah, Yah, Bun... Liat kami.

Aku cuma pingin kita bahagia. Kita. Ayah, Bunda, aku, Liona, bahagia.

Aku selalu pingin ngerti apa yang Bunda rasa, tapi Bunda nggak pernah mau cerita. Bun... Kita keluarga, kita satu tim, kita berada di kubu yang sama. Tapi kenapa aku dianggep asing, Bun? Banyak-banyak aku baca artikel di internet, katanya 'orang marah tandanya sayang', jadi, sebesar apa rasa sayang Bunda ke aku sampe Bunda marah-marah terus?

Aku pingin Bunda kayak bundanya temen-temen aku. Aku pingin diajak ngobrol, pingin ditanya kenapa, maunya apa, hari ini mau makan pake sayur apa. Aku... pingin disayang. Tapi, ternyata Bundaku lebih istimewa dari bundanya mereka.

Bunda... Kalau aku ada kurangnya tolong kasih tau, karena seumur hidup, aku baru sekali jadi seorang anak. Bunda nggak apa-apa marah terus, karena aku tau, seumur hidup, Bunda juga baru sekali jadi seorang ibu.

Kalau reinkarnasi itu beneran ada, mari bertemu di kehidupan selanjutnya dan kita bangun kembali keluarga yang hancur ini. Bersama aku, Liona, Ayah dan Bunda.

Caramel

Tertawa pedih si pembaca buku, anaknya pemalas sekali. Buku setebal ini hanya ditorehkan tinta beberapa lembar saja.




Terimakasih💘

I'm okay (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang