𝑨𝒍𝒘𝒂𝒚𝒔 𝒘𝒓𝒐𝒏𝒈☼︎

554 112 239
                                    

Happy reading!

Caramel menghentikan motornya di pekarangan rumah Susi, Oma-nya. Lebih jelasnya, Susi adalah ibu dari Lova. Bukan pekarangan rumah mewah, hanya rumah sederhana yang di halaman depannya terdapat banyak tanaman.

Caramel menghampiri Susi sembari mengangkat tote bag pink dengan motif bunga sakura pada bagian depan. "Oma, ini titipan dari bunda."

Melihat cucunya datang, Susi segera meletakkan selang yang sedang ia gunakan untuk menyiram tanaman, lalu memutar keran air agar berhenti mengalir.

"Wah, apa ini?" Susi meraih tote bag dari tangan Caramel.

"Seblak, Oma."

Susi menatap bingung pada tote bag di tangannya yang belum sempat ia buka. "Apa itu seblak?" tanyanya sembari memasuki rumah.

Tangan Susi bergerak aktif membuka resleting, setelahnya, nampaklah sebuah wadah. "Seblak apanya? Ini sayur asem."

"Ya kalo bahasa gaul anak jaman sekarang namanya seblak, Oma." Caramel cengengesan geli. Pandai sekali dirinya berbohong.

Susi menyerahkan tote bag tadi kepada Caramel. "Ini."

Caramel menatap tote bag tersebut bingung. "Apanya, Oma?" tanya Caramel tak paham.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Caramel mendapat tatapan sinis dari Susi.

"Sekolah tinggi-tinggi, tapi tolol. Sayurnya wadahin sana!" titah Susi geram.

Caramel mengangguk patuh sembari menampilkan senyum tidak enaknya. Susi adalah wanita baik bermulut jahat.

Tercetak gurat samar di dahi Susi ketika sesendok kuah sayur tersebut masuk ke mulutnya. Ia menatap aneh pada sayur yang kini telah berpindah wadah itu. "Kok kurang asin, ya?"

Caramel menepuk dahinya pelan. Seharusnya tadi ia sempatkan untuk menambahi sedikit garam agar rasanya pas. Lova memang seperti itu, setiap sayur yang ia masak rasanya selalu tidak pas, namun Caramel tak enak hati untuk sekedar memberi tahu. Jadilah ia selalu menikmati cita rasa tidak pas yang diciptakan oleh bundanya.

"Ini pasti Lova yang masak. Anak itu, emang nggak pernah bisa masak yang bener, mana jagungnya masih setengah mateng."

Cepat-cepat Caramel menimpali ucapan Susi, "Enggak, Oma. Itu tadi Amel yang nyicipin rasanya."

"Ya rasanya aja toh? Udah tua masak sayur aja nggak mateng," cibir Susi menggeser wadah sayur dari hadapannya.

Wajah angkuhnya membuat Caramel gemas, gemas ingin menumpahkan seluruh sayur asam itu ke wajah Susi. Berani sekali ia menghina masakan bundanya.

"Baru kali ini, Oma. Biasanya mateng, rasanya pas. Mungkin bunda lagi pusing." Caramel berusaha membela Lova.

"Halah. Bunda kamu tuh apa, sih, Mel, kerjaannya? Lina aja yang wanita karir bisa mengurus rumah tangganya dengan baik, pinter cari uang pula."

Tatapan Caramel menajam, hatinya bergemuruh tak terima mendengar Lova dibanding-bandingkan dengan Lina, adik bundanya, lebih tepatnya anak bungsu kesayangan Susi. Anak kebanggaannya.

"Onti Lina ya onti Lina. Bunda ya bunda. Jangan dibanding-bandingin, dong."

"Ya masa bundamu nggak terinspirasi sama sekali, sih, liat adiknya jadi orang sukses gitu, jadi orang hebat gitu." Nampaknya Susi tidak mau kalah, ia terus menekankan bahwa Lina yang paling hebat dalam segala hal.

I'm okay (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang