𝑪𝒍𝒆𝒂𝒓☼︎

203 45 131
                                    

Helaan nafas lelah dan heran terus keluar dari seorang pemuda. Pusing melihat kelakuan Fajar yang sedang putus cinta, dan kini si galau itu terbaring bagai orang tak berdaya. Menatap tembok lamat-lamat, membalikkan badan, menerawang langit-langit kamar, telungkup.

"Lo kek bocah labil, tau," ujar Sapri jengah. Ia toel pundak tak berdaya Fajar.

Hah. Sapri seperti sedang berbicara dengan patung kalau begini. "Cewek tuh banyak, putus satu dapet seribu. Nggak usah lah galau-galau," kata Sapri menyemangati. "Nanti kita gait puluhan cewek-cewek maba yang lebih cakep dari Amel," sambungnya mengiming-imingi.

Yang sedang memunggungi Sapri kini berbalik, menatapnya datar. "Lo kan fakboy." Fajar mengungkap satu fakta tentang Sapri. Cepat-cepat ia memunggungi Sapri kembali.

Yang dikatai spontan menyengir bagai kuda. "Jadi lo bukan fakboy?"

"Bukan lah!"

Sapri ikut merebahkan tubuhnya di atas ranjang. "Kalo gitu lo apa dong?"

"Gue ini softboy."

Spontan tertawa Sapri mendengar pengakuan temannya yang tengah galau itu. "Ya kalo gitu jangan galau, dong. Males gue. Nanti gue cariin yang baru."

"Gue..." Fajar tatap lamat-lamat tembok kost temannya itu. Cat berwarna biru muda mulai mengelupas. "... maunya Amel."

Sulit jika sudah begini.

"Apa sih kelebihan tuh cewek sampe lo bocen mampus, njing!" Spontan Sapri meninju bahu Fajar.

Terkekeh Fajar mendengar makian yang dilayangkan untuknya, yang memang benar adanya.

Mata Fajar menyipit sebentar, dahinya berkerut samar. Memilah kata yang tepat untuk menimpali ucapan Sapri. "Amel itu... cantik, imut, beda," kata Fajar menerawang gadis pujaannya. "Walau banyak cewe di dunia ini, nyatanya, Caramel ya Caramel. Gue nggak nemuin dia di cewek manapun."

"Goblok! Ya lo jangan nyari sosok Caramel di diri yang lain lah! Nggak akan nemu, bangsat!"

"Ya makanya itu, tambah goblok juga rasanya kalo gue lepasin Amel yang nggak akan pernah gue temuin di diri cewek manapun."

"Ya Allah gusti! Mau mati rasanya gue ngeladen lo!"

Fajar mengangguk. "Tapi, bahkan sampe mati juga keknya Caramel emang sesepesial itu, deh, di hati gue."

Sapri kehilangan kata-katanya. Pada akhirnya, kamar itu kembali hening, dan Fajar larut dalam fikirannya yang dipenuhi oleh gadis manis yang beberapa hari ini menghindarinya.

*****

Sekitar pukul empat sore, Caramel serta mahasiswa lainnya berhamburan keluar dari kelas, jika kemarin-kemarin Caramel menguntiti Fajar, maka kini sebaliknya.

Kepala Fajar ingin pecah, lima hari mereka tak bertegur sapa, juga dengan Caramel yang terus menghindar, pokoknya hari ini harus baikan. Tekan Fajar.

Ketika ramainya mahasiswa tadi mulai pecah, menyebar ke sana ke mari, tampaklah Caramel yang berdiri berhadapan dengan seorang cowok jangkung. Fajar lihat-lihat, Caramel tampak mendongak untuk menatap si lawan bicaranya itu.

Untuk memastikan mereka sebenarnya berbicara apa, akhirnya Fajar mendekati mereka, masih dengan penyamarannya sebagai orang tak kenal.

"Waduh, tapi gue nggak bawa kartu tanda mahasiswa. Lain kali ya, Jo." Dari nadanya, sepertinya Caramel terdengar merasa bersalah.

"Kalo gitu makan, yuk?" Si Jo yang disebut-sebut tadi menawarkan makan bersama. Pelan-pelan Fajar balikkan tubunya guna menatap Jo, lumayan ganteng sih, wangi juga. Ah, tapi rasanya Fajar tak rela jika harus disaing-saingi.

I'm okay (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang