𝑴𝒆𝒏𝒔𝒕𝒓𝒖𝒂𝒕𝒊𝒐𝒏☼︎

385 82 278
                                    

Happy reading!

Caramel melangkah gusar menyusuri lorong sekolah sembari membenarkan tali rambutnya yang kurang kencang sehingga kuncir kuda di kepalanya itu mengendur.

Sebenarnya Caramel tidak terlambat, ia hanya sedang memburu waktu yang tidak banyak ini untuk membuka buku pelajarannya. Hari ini fisika. Fisika! Paling tidak ia harus menghafal beberapa rumus hingga jam pertama di mulai nanti. Sebab setelah waktu ulangan dimulai, tak ada waktu istirahat, tiga mata pelajaran di kerjakan tanpa jeda. Begitulah sistemnya.

"Permisi, minggir dong, Vin." Caramel menggeser tubuh Avin yang sedang bersandar di tengah pintu kelasnya tanpa mengalihkan perhatian dari tangan yang sibuk merapihkan dasi abu-abunya.

"Amel..." Ish. Bukannya bergeser malah memanggil, sudah Caramel bilang, waktu yang dimilikinya tidak seberapa, dan lelaki di hadapannya sangat buang-buang waktu. Ingin Caramel mengumpat, tapi masih pagi.

"Xndhkehfbduwb," Avin berujar tidak jelas.

Caramel mendongak. "Ha?" Respon hampir seluruh wanita saat belum siap di ajak bicara. Lemot.

"Lo... telat." Kali ini jelas suaranya, namun tidak jelas maksudnya.

"Ha?"

Telunjuk tangan kanannya naik lalu menekan pelan dahi Caramel. "Piket."

"Ish! Sakit tau!" desis Caramel.

Begitu saja sakit. Lebay. Cibir Avin dalam hati sembari mencebikkan bibirnya, mengejek.

*****

"Hah?!" pekikkan tertahan keluar dari mulut Caramel. Ia berdiri gusar di balik toilet sekolahnya. Ya tuhan, kenapa di saat-saat penting seperti ini selalu ada-ada saja hal yang tak terduga.

Tepat pukul 07.09 tadi Caramel menyelesaikan piket kelasnya, setelah itu ia pergi ke kamar mandi untuk membuang air kecil dan disitulah kaget menghampiri dirinya saat ia mengetahui bahwa dirinya sedang PMS.

Sebenarnya belum sampai tembus ke rok abu-abu nya, namun Caramel tak membawa uang sepeserpun, dan ia juga tak membawa pembalut untuk berjaga-jaga. Kalau dibiarkan dalam setengah sampai satu jam kedepan pasti noda merah itu akan mengotori rok nya.

Dengan langkah hati-hati Caramel keluar, semoga saja salah satu temannya di kelas ada yang membawa pembalut untuk ia pinjam.

Kring...

Bel pertada masuk berbunyi tepat pukul 07.15 hingga membuat Caramel frustasi di tempatnya. Salahnya lagi, Caramel malah mematung di tempat sembari menampilkan raut bingung bercampur panik. Bengong telah merebut sisa waktu yang dimilikinya, tak ada waktu lagi untuk mencari pinjaman pembalut.

"Caramel, kenapa?" Si pemilik nama tersentak di tempatnya.

"Em... Anu, Bu..." Caramel bingung setengah mati saat melihat para guru mulai berhamburan dari kantor, mencari kelas tujuan mereka masing-masing.

"Boleh pinjem pembalut nggak, Bu?" Bodoh! Bisa-bisanya mulutnya menyuarakan pertanyaan seperti itu kepada seorang guru muda di hadapannya yang kira-kira berumur 24 tahun.

Sejenak guru itu tampak cengo lalu mengibaskan tangan di depan wajah sembari tertawa kecil. "Ada-ada. Ayo sini."

Tangan Caramel ditarik lembut menuju kantor yang beberapa saat lalu di lewati para guru. Helaan nafas lega serta ucapan syukur terus Caramel ucapkan beberapa kali sembari memperhatikan guru yang baru beberapa bulan mengajar di sekolahnya.

"Ambil sendiri nih," titahnya membuka tas laki-laki. Namun ia membuang pandangan, sepertinya tak ingin melihat wujud tas dan isinya tersebut.

Caramel mengerutkan dahi, namun tak urung tangannya terulur mengambil satu buah pembalut, namun sedikit lama sebab pembalutnya masih baru dan belum di buka sama sekali.

"Ambil semua aja. Masukin pelastik item itu tuh." Guru muda di sampingnya kembali berujar sembari menutup hidungnya.

Huek... Guru tersebut berjalan cepat menuju toilet yang ada dalam kantor tersebut. Setelah keluar dari toilet, Guru tersebut menunjuk Caramel lalu menunjuk toilet. Paham maksudnya, Caramel segera menyelesaikan urusannya dalam toilet guru.

"Maaf, ya. Ibu mual kalo lihat pembalut," jelasnya sembari keluar dari kantor tersebut.

"Nggak papa, Bu. Makasih ya." Sebuah senyum terbit di wajah Caramel. "Terus kenapa dibawa Bu kalo pembalutnya bikin Ibu mual?" sambung Caramel penasaran. Kan aneh saja dengarnya jika kita membawa barang yang membuat kita tak nyaman.

"Pingin." Lucu sekali. Guru muda yang sedang berjalan beriringan dengannya itu menyengir geli sembari mengusap perutnya.

Caramel manggut-manggut mengerti. Kalau orang hamil memang ada-ada saja, ya.

"Berarti Ibu bawa tas laki-laki kek tadi itu juga pingin, ya?" terka Caramel. Mungkin saja kan? Apapun bisa jadi mungkin bagi orang hamil.

Cepat-cepat Guru itu menggeleng. "Bukan, itu mah tas bapaknya ini." Senyum lebar tiba-tiba merekah membuat mata indah Guru tersebut menyipit. Tangannya mengusap-usap perutnya yang sudah sedikit membesar.

Caramel memandang takjub perut itu. Meski kini ia sudah paham bagai mana cara pembuatannya, dan apa penyebabnya, namun setiap melihat orang hamil dirinya masih saja spontan membatin, kok bisa ya?

"Berarti Ibu manten baru, ya?" Bukannya sok tahu, hanya saja jika dilihat-lihat tidak mungkin kan guru muda ini sudah beranak dua?

Sepertinya Guru cantik ini memiliki selera humor yang rendah, terbukti sejak tadi dirinya selalu terkikik atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Caramel.

"Nggak baru lagi, kok. Udah lima bulan."

Bibir Caramel membulat. "Tetep aja, Bu. Itu mah masih anget-angetnya."

Dibalas anggukan dari guru tersebut pertanda setuju dengan ucapan Caramel barusan.

Caramel berjalan di samping kanan Guru tersebut sembari menenteng kantung pelastik hitam tadi, dari sebelah kiri guru tersebut, tiba-tiba seorang Guru lelaki mensejajarkan langkah mereka. Ralat, lebih tepatnya langkah Guru perempuan itu.

"Hai calon mama muda." Guru lelaki tersebut mengerlingkan matanya. Tangannya memasukkan segenggam permen kedalam saku baju kerja guru perempuan di samping Caramel. Sejenak Caramel melongo kaget.

"Ish! Jauh-jauh, Mas. Kamu bau."

Terkekeh pelan, Guru lelaki tersebut berbelok memasuki sebuah kelas.

Benar kan kata Caramel? Mereka masih hangat-hangatnya.

"Itu tadi suami Ibu. Dia guru penjaskes ngajar kelas 12," jelasnya kepada Caramel sembari menyodorkan segenggam permen yang sempat masuk kedalam sakunya. "Ambil aja, semenjak hamil Ibu nggak suka permen."

Cantik, baik, berutung. Definisi guru yang ada di sampingnya. Dengan senang hati Caramel membuka kantong pelastik hitam yang sejak tadi ada dalam genggamannya guna menadah segenggam permen yang di berikan kepadanya.

"Kelasku yang itu, Bu. Duluan, ya." Caramel berlari kecil memasuki kelasnya. Belum sampai pada pintu kelas, Caramel kembali menatap guru yang sudah mulai menjauh.

"Eh iya nama Ibu siapa, sih? Aku tuh lupa mulu loh."

Guru tersebut berbalik, dapat Caramel lihat senyum manisnya belum juga luntur dari wajah. Membuat wajah cantiknya terlihat berseri-seri.

"Sahna Faradhila."

Tbc.

I'm okay (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang