𝑒𝑙𝑜𝑝𝑖𝑛𝑔?☼︎

264 41 138
                                    

Hingga... "Kalau begitu, kamu pilih Ibu, atau gadis itu?"

Fiola dengan raut penuh tantangnya, melipat tangan di depan dada, dengan kilat amarah yang dibaluti senyum manis sempurna.

Fajar terbelalak. Terkesiap seketika.  Terdiam lama lelaki muda itu menghadapi tingkah ibunya. Memilah kata yang tepat agar nantinya ia tak salah tempat.

"Fajar pilih ibu."

*****

2 tahun berlalu...

Caramel tergesa-gesa mengenakan heelsnya. Meski awalnya tak biasa, hingga membuat tumitnya luka-luka, pada akhirnya kini kaki Caramel dapat bersahabat baik dengan sepatu wanita yang satu itu.

Senyumnya mengembang menatap bangunan tiga lantai di hadapannya. Terlebih dahulu ia rapihkan penampilannya yang sedikit berantakan.

Wanita muda itu melangkah mantap memasuki area sekolah. Sekolahnya dulu, dan merupakan suatu mukjizat besar bagi dirinya sebab ia bisa berdiri tegak sampai kini, menjadi bagian dari salah satu pengajar mapel biologi.

"Pagi Bu Caramel!" Satpam sekolah menyapanya.

Caramel bersemu saat disapa dengan embel-embel 'Ibu' masih tak menyangka kini ia berprofesi sebagai seorang guru muda.

Rasanya, baru kemarin dirinya memasuki gerbang sekolah ini sebagai seorang pelajar, jajan di kantin, pulang sekolah berboncengan dengan Fajar... Ah, cepat sekali berlalu.

Ngomong-ngomong soal Fajar, Caramel berdecak seketika.

Gara-gara Fajar semalam mengapeli dirinya, membuat tugasnya mempelajari materi untuk murid-murid hari ini jadi tertunda. Berujung ia yang baru tertidur di pukul satu malam sebab saat Fajar sudah pulang, lelaki itu tak ada puas-puasnya hingga masih harus menelpon Caramel. Mengajaknya ngobrol ini dan itu, hih! Sebal.

Dalam waktu yang bersamaan, Caramel juga tersenyum miris.

Semenjak hari dimana Caramel diajak untuk bertemu orang tua Fajar dalam acara syukuran atas kelulusan Fajar, tepatnya sekitar dua tahun yang lalu. Sejak saat itu Fajar tak pernah membahas soal hubungan mereka.

Caramel tau dirinya sangat plin plan dalam mengambil keputusan, terbukti dirinya yang dulu enggan menjalin hubungan, berujung kini dirinya pula yang kadang uring-uringan sebab tak segera di resmikan.

*****


"Capek?" Fajar bertanya lebih dulu saat Caramel keluar dari gerbang sekolah tepat di pukul dua lewat tiga puluh menit. Siang hari. Panas terik. Masih di tanya pula.

"Ya iyalah!"

Fajar terkekeh pelan, merasa dejavu, rasanya baru kemarin adegan seperti ini terjadi kala dirinya yang menjemput Caramel di parkiran kampus.

"Aku juga capek, makan yuk!"

"Capek mah istirahat kali, Om. Bukannya makan!" Caramel memprotes. Langsung saja ia menduduki jok penumpang. Tas yang sejak tadi memeluknya dari punggung, ia hempaskan di jok belakang yang kosong.

"Om, Om, emangnya aku udah setua itu!"

"Ada berewok, rambut botak—"

"Ini bukan botak! Ini namanya gaya cepak!" protes Fajar menunjuk kepalanya.

"Nggak istighfar, Om ini. Udah tua nggak sadar diri." Caramel terkikik menggangu Fajar. Rasanya seru.

"Tua dari mananya sih, sayang? Aku ini baru 24, loh!" Lelaki itu nampaknya tak suka dijuluki tua.

I'm okay (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang