" Matahari ku yang indah namun keindahannya tidak abadi "
•••
Sepanjang perjalanan Haechan terus berusaha untuk terjaga, kedua orang yang mengawal nya menuju tempat tujuan Haechan, hanya terus memasang wajah cemas dan gelisah terhadap kondisi Haechan yang semakin memburuk.
Hingga akhirnya mereka tiba di tempat itu, tempat yang masih buka tepat saat pukul 22.00 malam, kepala Haechan di balut dengan jaket milik Mark, agar darah yang keluar dari kepalanya tak terus mengeluarkan darah, Haechan keluar dari mobil itu dengan kondisi lemas.
"Kalian di sini aja" Ucapnya yang langsung meninggalkan kedua orang itu.
Tentunya perasaan mereka di buat tak tenang, hanya karena diminta untuk menunggu Haechan yang entah ingin membeli apa, di saat genting seperti ini Haechan malah mementingkan barang yang ingin dibeli nya, dari pada nyawanya sendiri.
Haechan yang sudah lemas saat ini sudah berada di dalam toko itu, seorang wanita yang baru keluar dari ruang pegawai, dibuat tercengang kaget melihat keadaan Haechan, dan lekas menghampiri Haechan.
"Kamu kenapa nak?! Saya panggilan ambulans ya?" Ucap wanita itu setengah panik sambil bersiap untuk menelepon ambulans.
Haechan menggeleng.
"Ini cuma kecelakaan kecil, saya harus dapat alat itu" Ucapnya pelan.
Wanita itu langsung bergegas untuk mengambil alat pesanan Haechan, sementara Haechan menunggu sambil memegangi kepalanya yang mulai pusing.
"Ini, segeralah ke rumah sakit" Ucap wanita itu sambil memberikan alat bantu dengar yang sudah di bungkus dengan bag coklat.
Haechan menerima nya sambil mengulurkan lembaran uang pada wanita itu, wanita itu melirik sekilas uang itu lalu menggeleng cepat sambil menolak pemberian Haechan.
"Untuk berobat kamu saja"
Haechan meletakan paksa uang itu ke telapak tangan wanita itu, ia membungkuk memberi salam sambil tersenyum manis.
"Terimakasih, saya permisi" Ucapnya yang berbalik meninggalkan wanita itu.
Wanita itu menatap iba kearah anak laki-laki yang mulai menghilang dari pandangannya, anak itu benar-benar anak yang gigih demi alat yang tak terbilang harganya, rela ia dapatkan meskipun dirinya sedang dalam keadaan hidup dan mati.
Haechan keluar dari toko itu sambil sempoyongan tubuhnya rasanya lemas sekali, pandangan nya mengabur dan ia hanya bisa melihat ramang-ramang Mark yang menghampiri nya, dengan cemasnya.
"Haechan!"
Mark menggapai tubuh Haechan dan merangkul nya untuk berjalan, Haechan menyodorkan bag coklat itu pada Mark, seketika membuat pandangan Mark tertuju pada bag coklat itu.
"Ini punya bang Dery..." Ucap Haechan.
"Udah gak usah mikirin itu, sekarang kita harus cepet-cepet ke rumah sakit darah lo terus keluar Chan!" Pekik Mark kepanikan.
Mark pun berjalan sambil memapahnya, serta Lucas yang membantu Haechan masuk ke dalam mobil, setelah itu mereka pun bergegas pergi menuju rumah sakit.
Di dalam mobil Haechan masih bertahan dengan kesadaran nya yang masih terjaga, meskipun dirinya sudah sangat tak kuat menahan rasa pusing di kepalanya, kepalanya masih terbalut jaket Mark yang sudah penuh dengan noda darah, bahkan hampir di lumuri oleh darah.
Mark masih setia memeluk tubuh sang adik agar tak merasa kedinginan, keringat Haechan terus keluar begitu pula darahnya, bibirnya memucat serta matanya yang sudah mulai menutup.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Story Full Sun | Lee Haechan ✓
Fanfiction"Bunda Haechan capek.... " "Kenapa hidup harus semenyakitkan ini? Kenapa harus Haechan? Kenapa Haechan yang harus menanggung derita ini? Apa salah Haechan? Haechan cuma mau hidup seperti layaknya anak kandung."