••••Setelah kejadian hilangnya alat bantu milik Hendery, Haechan yang terlihat sangat merasa bersalah akhirnya memutuskan untuk pulang kerumah, melangkahkan kakinya dari pantai hingga rumahnya, memakan waktu sekitar berjam-jam lamanya.
Namun bagi Haechan berjalan jauh sudah menjadi hal yang biasa buatnya, jadi hal itu tak akan terlalu melelahkan baginya karena sesekali ia berhenti untuk beristirahat, ia juga tak ingin merepotkan lagi meminta Hendery untuk mengantar nya pulang.
Haechan menghentikan langkahnya kala dirinya sudah tiba di depan rumah minimalis yang cukup besar, rumah yang terletak di sebuah perumahan elite, ia menatap depan gerbang rumahnya yang besar, terpampang jelas papan nama keluarga Johnny di depan pintu, tak ada penjaga gerbang ataupun pelayan rumah itu karena saat ini jam istirahat mereka.
Haechan membuka perlahan gerbang pintu itu lalu menutupnya kembali, kini pandangannya menatap nanar ke arah rumah itu dengan beberapa hembusan resah yang ia keluarkan, di balik damainya suasana rumah itu namun ia tak tahu, didalam mungkin sudah ada seseorang yang menunggu kedatangannya.
Menoleh ke arah garasi mobil di mana tempat itu ternyata kosong, tak ada mobil satu pun pertanda jika Ayah atau Ibu nya sedang tak ada di rumah, hal itu membuat nya sedikit lega ia pun berjalan memasuki pekarangan rumah dengan hati-hati, dan juga perasaan was-was.
Membuka kenop pintu utama rumah itu dan segera masuk ke dalam, ia berbalik untuk menutup pintu itu kembali lalu berniat untuk segera masuk ke kamarnya, namun niatnya itu sia-sia karena ia sudah di pergoki oleh pria dewasa yang baru saja keluar, dari ruang kerjanya yang ada di lantai dasar.
Sontak wajah Haechan menjadi pucat seperti mayat hidup, ia kebingungan serta kepanikan harus menunjukkan sikap bagaimana di depan sang Ayah, yang sudah menatapnya tajam sang Ayah melayangkan pandangan tajam kearahnya sambil berjalan mendekat.
"Darimana kamu?" Tanyanya dengan nada dingin.
Haechan bergemetar hebat namun ia berusaha untuk menyembunyikan, ia menunduk sambil tergagu berusaha untuk memberikan alasan yang jelas agar sang Ayah tak marah.
"Jawab!" Bentak Johnny.
Haechan memejamkan matanya kaget sambil menelan ludah ia berusaha untuk kembali mengatur nafasnya, ia sungguh takut seandainya ia mendengarkan perkataan Kakaknya untuk menunggunya, mungkin Haechan tak perlu kewalahan menghadapi sang Ayah.
Plak
Haechan sempat terkejut dengan tamparan yang barusan ia peroleh dari ayahnya, walaupun ini bukan kali pertama dirinya di tampar oleh sang Ayah, namun menahan rasa takutnya itu yang belum biasa.
Haechan gak mau di pukul lagi
Batinnya yang berusaha menjerit agar sang Ayah mendengar nya."Bisa-bisanya kamu main disaat kamu mau menghadapi olimpiade Haechan! Kamu mikir gak sih?!"
Seperti biasa Haechan hanya bisa menunduk membisu menahan rasa sakit di fisik dan hatinya, membiarkan darah segar kembali mengalir dibibirnya yang robek akibat tamparan itu.
"Kapan kamu bisa kaya Abang kamu? Liat Abang kamu Haechan dia sibuk les sedangkan kamu main! Ayah cape sama kelakuan kamu yang semakin susah di atur!"
Haechan makin berkaca-kaca ketika ayahnya mencoba membandingkan nya dengan kakaknya, jelas itu hal yang paling menyakitkan baginya ketika ia berusaha keras untuk membuat sang Ayah bangga, namun Ayahnya tak pernah melihat perjuangan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Story Full Sun | Lee Haechan ✓
Fanfic"Bunda Haechan capek.... " "Kenapa hidup harus semenyakitkan ini? Kenapa harus Haechan? Kenapa Haechan yang harus menanggung derita ini? Apa salah Haechan? Haechan cuma mau hidup seperti layaknya anak kandung."