37. Full Sun 🌻

4.6K 317 38
                                    

🌻🌻🌻

Mereka masih berdiri di tempat yang sama. ICU tempat tubuh tak bernyawa Haechan, tergeletak di bangsal itu. Beberapa menit berlalu sejak di umumkan nya, detik-detik kematian Haechan yang telah di catat, tetapi semua masih tak percaya jika anak itu. Telah pergi meninggalkan mereka semua. Mark berharap semua ini hanya mimpi buruk belaka, tetapi semakin di pikirkan semakin ini, semakin membuat nya gila.

Sejak dari tadi Mark hanya diam mematung di sebelah Haechan. Memandang kosong, ke arah Haechan. Air matanya telah mengering, dan bibirnya serasa kaku. Matanya sembab, dan tatapan nya sungguh menyedihkan. Sedangkan yang lain bersandar di dinding ruangan itu sambil menangis pilu.

Hendery pun sama tatapan nya kosong menatap, tubuh Haechan yang tak bernyawa di sana. Berbaring begitu tenang. Tanpa beban sama sekali, padahal di ruangan ini terurai banyaknya tangisan pilu, yang menangisi kepergiannya.

Sementara di ruangan sebelah. Ada Tenny yang belum sadarkan diri. Beberapa menit yang lalu, Tenny sudah tak sadarkan diri. Sudah cukup lama, Tenny tak kuasa menahan diri. Karena kehilangan putra yang sudah sangat lama, terpisah dengan nya, tetapi kini ia malah kehilangan putranya untuk selama-lamanya. Yang lebih parah lagi keadaan Johnny, yang sejak tadi hanya diam bagaikan tak bernyawa. Seakan-akan jiwanya ikut mati bersama Haechan.

Semua teman-teman Haechan di sekolah, yang mendengar kabar ini turut meneteskan air mata. Kabar yang tak menyenangkan ini. Tentu membuat satu sekolah berduka. Berduka karena kehilangan, dan berduka karena satu sekolah itu telah berbuat dosa. Pada Haechan di masa lalu. Jasad Haechan baru akan di kirimkan ke rumah duka, untuk di semayamkan.

Tetapi Mark seperti mencegah tangan perawat, yang akan memindahkan tubuh mati Haechan. Setelah beberapa alat medis di lepaskan. Mark masih saja menolak, menolak tubuh Haechan untuk di pindahkan. Mark merasa Haechan masih hidup.

Iya, Haechan masih hidup.

Tak ada kata pamit. Tiba-tiba saja Haechan pergi begitu saja. Meninggalkan luka, yang amat mendalam bagi dirinya. Mark rasa itu tak adil, tak ada pelukan yang semestinya. Seharusnya, Haechan mendapatkan yang lebih, sebelum Tuhan mengambil Haechan darinya. Setelah bermenit-menit dalam keadaan diam, kini air mata Mark berhasil turun kembali.

"Haechan ..." Mark membiarkan air matanya membasahi pipi Haechan. Wajah yang telah memucat. Jari-jari Mark naik, meraba wajah Haechan yang dingin.

Dengan tubuh yang bergetar, ia terus mengusap lembut wajah Haechan. Haechan nampak begitu tenang dalam tidur panjangnya, tanpa beban sedikit pun. Hal itu membuat Mark tersenyum masam.

"Secepat ini lo pergi. Gak mungkin. Ini semua gak mungkin kan?" Mark menangis kembali sambil terisak-isak. Dadanya begitu sesak sekali, baru beberapa jam lalu mereka merencanakan untuk pergi ke festival lampion. Tapi kenapa malah jadi seperti ini.

"Mark, kamu yang tabah ya, ini udah jalan takdir Haechan."

Tangan Taeyong naik menepuk pundak nya. Tapi hal itu malah makin membuat nya rapuh, hingga ia makin terisak pilu sambil menunduk.

"Ini saatnya kita bawa Haechan. Ke tempat peristirahatan terakhirnya ..."

Kata-kata itu makin menusuk hatinya. Dadanya makin sesak, tangisnya makin pecah. Kepala nya serasa ingin pecah, dalam satu waktu. Semua ini benar-benar seperti mimpi, ia tak bisa menerima nya. Dirinya, tak bisa menerima jika Haechan benar-benar sudah, meninggalkan dirinya.

A Little Story Full Sun | Lee Haechan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang