Tak Terduga

3.1K 244 4
                                    

Satu bulan kemudian.

Endah adalah sahabat yang bisa kusebut sangat sefrekuensi denganku. Kami sama-sama penggila buku dan menyukai aroma buku baru. Tidak heran, setiap ada kabar promo atau sale buku, kami lekas pergi. Selama di perjalanan selalu harap-harap cemas semoga buku incaran juga termasuk dari bagian yang didiskpn besar-besaran.

Hobi harus disesuaikan dengan isi kantong. Benar, kan?

Kali ini ada promo besar-besaran di Duta Mall, pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Dalam rangka book fair, salah satu penerbitan buku mengadakannya di tempat ini. Kalau tahun-tahun sebelumnya, biasanya hanya berlangsung di sekitaran balai kota. Ya, setidaknya panitia kali ini bisa mempertimbangkan aspek kenyamanan para pendatang.

Ada ratusan buku yang tersusun di atrium mall. Semuanya dijajakan dengan harga yang sangat terjangkau. Ini seperti surga untukku dan Endah. Kami lekas berhambur dan mencari buku incaran masing-masing. Kalau sudah begini, masa bodoh sama teman. Yang penting cari incaran sampai dapat.

Aku mencari beberapa buku novel dengan genre romance dan sastra, sementara Endah selalu saja dengan koleksi thriller atau horror. Sesuai dengan orangnya, seperti hantu yang datang dan pergi semaunya. Biasa akan menelpon minta tolong tiba-tiba, lalu tidak tahu apa-apa lagi denganku kala punya pacar baru. Hedeh!

"Sudah?" tanyaku kala dia berjalan mendekat.

Dia mengangguk semangat, terlihat di dalam keranjangnya ada beberapa buku yang sudah kutebak genrenya.

"Yuk, ke kasir."

Kami mengantre. Ada sekitar lima orang di depan kami. Untuk mengusir jenuh, kami akan berbicara tentang berbagai hal. Endah adalah orang dengan pemikiran paling absurd yang paling kukenal.

Dia memintaku melihat seorang pegawai mall, seorang lelaki dengan rambut keriting yang gondrong sebahu.

"Lihat, rambutnya udah kaya mie indomie yang udah matang."

Tuh, kan? Tidak salah ucapanku barusan. Mang absurd.

"Lala?"

Panggilan dan suara itu membuatku sontak melihat ke belakang. Benar saja, lelaki itu kini ada di hadapanku.

"Bapak di sini juga?" Aku bertanya keheranan. Seseorang dengan penghasilan besar, bisa-bisanya ikut nimbrung di acara bazar seperti ini.

"Hai," Endah menyapa, lalu menyikut lenganku. Tuhan, aku paham, dia seperti tengah mencoba mengolokku.

"Saya gak sengaja lihat ada bazar buku ini. Dan kebetulan iseng saja, mau cari buku penulis kesukaan saya," Dia mempelihatkan sebuah novel karya Haruki Murakami, seorang penulis kenamaan asal. "Gak nyangka, ternyata ada juga di sini."

Selera lelaki ini cukup keren juga. Aku beberapa kali membaca cerpen hasil tulisan Haruki Murakami, dan semuanya berhasil membuatku terperangah. Ide dan konsepnya begitu mendalam dan sangatlah jujur.

Selanjutnya, kubiarkan Endah yang mendominasi percakapan. Aiden sesekali menjawab, sementara aku mengalihkan pandangan dengan tak sabaran menunggu giliran bayar.

"Sini, biar kita satukan saja bayarnya!" ucap Aiden. Aku terperangah, membuka setengah mulut. Begitu pula Endah. Ini ibarat rezeki nomplok bagi kami.

"Pak, gak usah." Aku merasa tak enak hati. Setelah cuek dari tadi dengannya, eh, malah dibalas seperti ini.

"Anggap saja ini ucapan maaf atas kelakuan saya yang kemarin-kemarin."

Aku mengangguk dan menerima dengan sedikit tidak enak, sedang Endah malah berbisik di telingaku, "Tahu gini, aku ambil banyak-banyak tadi bukunya."

Kita yang Saling Ingkar ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang