His Side?

145 22 12
                                    

"Saya datang ke sini untuk mengatakan kepadamu kalau kamulah yang lebih pantas mendampingi Sendra."

Ucapan Sella membuat Anna bingung. Kenapa Sella tiba-tiba mengatakannya? Apakah ini semacam sindiran? Sungguh, Anna merasa dirinya seperti selingkuhan yang kemudian diinterogasi.

"Saya tidak mengerti. Apa maksud anda mengatakan itu?" tanya Anna bingung.

"Saya dan Sendra memang tidak ditakdirkan untuk bersama, Anna. Mau sebesar apapun saya egois, ini akan tetap kalah dengan Sendra."

"Itu tandanya Sendra egois, kan?"

Sella menggeleng. "Dia berhak untuk melakukannya."

Anna semakin bingung dibuatnya. Apa maksudnya?

"Kamu tahu, kan? Saya rasa Sendra juga pasti sudah menceritakannya ke kamu. Kami menikah bukan atas dasar mau sama mau, atau yang biasanya disebut cinta. Saya dan dia menikah karena kehendak orang tua kami. Saya menurut dan berusaha menerima, tetapi sepertinya apa yang dilakukan Sendra bahkan lebih dari saya. Dia harus banyak mengorbankan mimpinya untuk perusahaan ayahnya, bahkan ia harus merelakan kisah cinta anak muda yang mungkin dia bayangkan selama itu," ujar Sella menjelaskan.

"Sejujurnya, saya masih bingung, tapi saya akan berusaha mengerti," kata Anna.

"Iya, saya tahu ini akan membingungkan untuk kamu. Intinya, saya ingin mengatakan kalau perempuan kuat yang seharusnya mendampingi Sendra, bukan perempuan lemah seperti saya."

"Anda kuat, Kak."

Sella menggeleng, "saya tidak sekuat itu. Terbukti sampai saat ini hubungan saya dan Sendra tidak bisa terjalin dengan baik. Saya tidak bisa memperjuangkannya. Saya juga bukan sosok yang berani. Sendra butuh orang yang berani dan kuat. Banyak hal yang harus dihadapinya dan itu sewaktu-waktu bisa membuatnya lemah."

"..."

"Dengan kata lain, baik saya maupun Sendra sama-sama lemah. Kami lemah di hadapan ego kami dan lemah dalam menghadapi kenyataan ini," lanjut Sella menceritakannya.

"Seberat itu, kah?"

"Berat karena Sendra tidak akan pernah membukakan hati kepada orang lain. Dia cuman percaya sama kamu dan saya menghargai pilihannya. Saya sadar, saya juga tidak diinginkan sejak awal."

"Tapi kalau begini caranya, Sendra yang salah karena dia jahat."

"Tidak, Anna. Sendra hanya memperjuangkan apa yang dia inginkan. Saat ini, saya juga ingin memperjuangkan apa yang saya cita-citakan. Saya ingin mencapai kebahagiaan yang sudah saya rancang sendiri," ujar Sella membuat Anna menatapnya sedih. Hening sejenak karena Sella butuh waktu untuk kembali melanjutkan. Sedangkan Anna ia memilih diam karena tidak tahu harus merespon apa.

"Lalu?" Anna memilih bertanya. "Apa yang akan anda pilih sebagai opsi penyelesaian?" tanyanya.

"Saya ingin kamu mengisi hari-harinya lagi. Ini hanya harapan saya, semua pilihan kembali pada dirimu, Anna. Kamu juga tidak harus menjawabnya sekarang," ujar Sella menjawab.

"Tapi saya tidak bisa. Saya masih punya hati dan tahu diri. Sekalipun saya merindukan dia atau bahkan memiliki rasa dengan dia, saya tahu jika keadaannya sekarang sudah berbeda. Sendra harus tetap menghargai istrinya."

"Bagaimana jika istrinya yang mengatakan semuanya langsung kepadamu? Bahkan memintamu secara langsung?" tanya Sella membuat Anna terpaku diam.

Seketika Anna tidak tahu harus menjawab apa.

"Saya tahu kalau kamu yang lebih pantas ada di posisi saya saat ini. Kamu lebih pantas menerima cintanya dan mencintainya. Sendra butuh orang yang bisa menguatkannya dan hanya kamu yang bisa melakukannya," lanjut Sella serius.

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang