Broken Heart

226 26 3
                                    

Saat siang hari, istri dari James, kakaknya Sendra tiba, dengan membawa barang-barang milik Frederika. Kakak iparnya itu juga membantu Sella menemani mertuanya hari ini. Frederika dirawat di rumah sakit milik keluarganya agar putranya yang menjadi dokter di sini juga bisa lebih mudah melihat dan merawatnya.

Beda cerita soal Sendra. Sudah pukul 11 siang, tetapi anak itu belum juga datang untuk menjenguk kondisi ibunya.

"Sel, kamu gak pulang dulu aja?" tanya Diane, istri James.

Sella menggeleng kepalanya. "Nanti aja, Kak."

"Why?" tanya Diane lagi.

"Aku masih pengen di sini. Nanti kalau Sendra ke sini, aku akan pulang," ujar Sella lalu tersenyum.

Diane hanya terkekeh pelan. Ia menggeser beberapa tas di dekat sofa agar terlihat rapi. "Semoga dia ke sini," balasnya.

Sella hanya diam.

"Sella," panggil Frederika.

"Ya, Ma?"

"Kamu pulang aja dulu, ya. Di sini mama bisa ditemenin Diane," ujar Frederika yang tetap saja ditolak Sella halus.

"Aku nggak apa-apa, Ma." Sella tetap meyakinkan mertuanya kalau dia tidak apa-apa.

"Beneran?" tanya Frederika membuat Sella mengangguk. "Kamu betul-betul anak mama," lanjutnya memuji sambil meraih tangan Sella.

Tringg!

Ada ponsel yang berbunyi. Ternyata itu ponsel milik Diane. "Sella," panggil Diane.

"Ya, Kak?"

"Minta tolong keluarin ini, ya," ujar Diane agar Sella mendekat. Sella langsung mengiyakan.

Ketika Sella sudah berdiri di dekatnya, Diane berbisik, "kamu keluar dulu, ketemu sama Sendra, ya? Ini James baru aja bilang kalo dia masih di luar, belum mau masuk."

"Kenapa dia gak mau masuk?" balas Sella berbisik.

"Kakak juga gak tau, Sel. Makanya kamu coba kasih tau dia biar mau masuk," jawab Diane.

Sella mengangguk.

******

Sendra tiba di lobby rumah sakit dan langsung berpapasan dengan kakaknya. Sendra tak menegurnya, dia hanya diam sambil mendengkus. Rasanya begitu enggan untuk bertegur sapa dengan kakaknya.

"Sen," ucap James bermaksud memanggil.

Sendra berdecak sebal, "aku udah baik mau ke sini," celetuknya membuat kakaknya menghela nafasnya panjang.

"Sen, kamu habis dari mana aja? Mama khawatir sama kamu," ujar James sambil meraih tangan Sendra. Tatapannya juga seakan khawatir.

"Kenapa harus aku? Bukannya harusnya kakak yang dicari?"

James tak ingin meneruskannya. Dia tahu ini bisa menimbulkan pertengkaran nantinya.

"Kamu gak mau masuk?" tanya James to the point dan mengalihkan topik.

Sendra memilih melepaskan genggaman kakaknya dan duduk di kursi tunggu. "Nggak, ah. Aku ke sini cuman biar kakak tau dan bilang ke mama kalo aku udah ke sini."

James lagi-lagi menghela nafasnya. Sikap Sendra cukup berubah. Dingin, ketus dan sensitif. Jika James berucap sebaris saja, Sendra bisa menjawabnya lebih panjang lagi mengalahkan gerbong kereta.

"Wajahmu gimana?" James kembali mengalihkan topiknya. Dia juga mendekat ke arah Sendra.

Sendra hanya mengangkat bahunya.

"Ikut kakak, biar kuobatin," lanjut James masih perhatian kepada adiknya.

"Nggak, makasih. Aku udah mendingan," balas Sendra dingin.

James ingin sekali bertanya mengenai masalah ini dan apa kesalahannya selama ini. Namun, ia terus mencoba menahan diri karena sadar tempat.

"Mama pengen ketemu sama kamu," ujar James memberi tahu.

"Sudah kubilang aku gak mau," balas Sendra.

"Sen, kenapa? Mama juga ibu yang mengandung dan membesarkanmu."

"Iya, aku tahu."

"Lalu?"

"Please, Kak. Aku lagi males debat sama siapapun." Sendra berdiri membuat James sedikit tercengang. "You're so rude, boy," gumam James mengundang tatapan sinis dari Sendra.

"Apa salahnya ketemu sama mama?"

Sendra diam.

"Sendra!" panggil Sella membuat keduanya menoleh. Ia berlari untuk menghampiri Sendra. "Kamu datang juga akhirnya," ujarnya ngos-ngosan.

"Sella, kamu gak apa-apa?" tanya James. Sella menggeleng. "Kamu ngomong sama dia, ya. Bilangin kalau ada yang perlu dilakukan. Kakak harus kerja lagi," ujar James pamit yang diiyakan Sella.

"Kalian apaan, sih?" celetuk Sendra kesal.

"Kamu harus masuk untuk lihat kondisi mama, Sen," ujar Sella.

"Aku udah bilang sama Kak James kalo aku gak mau," jawab Sendra.

"Apa susahnya, sih? Mama di sana juga mikirin kamu," lanjut Sella tetap berusaha.

Sendra berhadapan dengan Sella. Ia berdiri menghadap Sella. "Kamu tau apa, hah? Bisa baca pikiran mama?"

"Bukan begitu maksudku, Sen."

"Aku gak habis pikir sama kamu, ya. Kamu kenapa selalu ada di pihak mama?"

Sella diam.

"Pernah gak kamu ada di pihakku barang sekali saja?" tanya Sendra.

"Apakah kalau aku ada di pihakmu, kamu akan mencintaiku? Nggak, kan?"

Giliran Sendra yang bungkam.

"Aku cuman mikirin kesehatan mamamu, Sen," ujar Sella melanjutkan.

"..."

"Sendra," Sella menahan bahu Sendra. Dia menunduk, mengambil nafas panjang. "Aku tahu kalau pernikahan ini sama sekali gak bikin kamu bahagia," ujarnya.

"..."

"Akupun gak bahagia," lanjutnya lagi.

"Sella?"

Yang dipanggil mendongak. Menatap Sendra dengan raut wajah sedih dan tatapan mengalah. "Aku mau kita cerai saja," ujarnya menyentak Sendra secara tidak langsung.



BROO DOUBLE UPDATE HARI INI HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA

BTW INGET YAAA UNTUK CHAPTER SEBELUMNYA HARUS 15 KOMENTAR BARU NANTI GW SIAPIN DEH FLASHBACK STORYNYA SENDRA X ANNA OKIE OKIEEEEE LOF YU ALL❣️

TERTANDA,

PAGUYUBAN HUNJOY SHIPPER

(gzzz tp ini jg hunzy shipper bisa join wkwk cuman lg sedih aja mereka di sini)

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang