Sella terpacu untuk menyelesaikan pekerjaanya dengan cepat, tapi tetap maksimal. Ada yang harus ia lakukan lagi nanti, yaitu berkunjung ke panti asuhan.
"Sel, lo kenapa, sih?" tanya Revina.
Sella berdeham. "Emangnya gue kenapa?" tanyanya balik.
"You looked so different," ujar Revina.
"Why can you say like that?" tanya Sella.
"Sshh, lo tumben nyelesaiin pekerjaan dengan cepat begini?"
"Bukannya malah baik?" tanya Sella lagi.
Revina berdecak. "Lo kebiasaan kalo ditanya balik nanya."
"Gue ada urusan," ujar Sella.
"Ngapain?"
"Kepo," jawab Sella lalu pergi keluar. Ia akan pergi ke panti asuhan itu. Namun, baru mendapat beberapa langkah. Ia berpapasan dengan kakaknya yang datang ke kantor secara mendadak. Revina yang berada di belakang Sella pun membungkuk hormat.
"Mau kemana kamu?" tanya kakaknya Sella, Lily.
"Kakak kenapa gak telpon aku dulu?" tanya Sella balik. Ia memang memiliki kebiasaan membalas pertanyaan dengan pertanyaan.
"Untuk apa? Kakak ke sini ingin menemui ayah," jawab Lily dengan nada angkuh. Kemudian, ia mengulang pertanyaannya lagi. "Kamu mau kemana?" tanyanya balik.
"Oh, aku ada urusan bareng Revina. Kenapa?"
"Ya sudah, kakak mau ke ruangan ayah."
Sella minggir untuk memberi jalan bagi Lily. Kakaknya itu memang angkuh dan memiliki karakter yang berbeda dengan Sella. Hubungan mereka berdua juga kurang rukun. Sella terdiam di sana. Revina mendekat. "Sel," panggil Revina.
"Lo boleh pulang, Vin. Gue juga bakal langsung pulang. Nggak usah ngikutin gue," pinta Sella yang diiyakan Revina. Temannya itu tahu apa yang dibutuhkan Sella. Udara segar dan kesendirian. Padahal, Sella memilih pergi ke panti asuhan lagi.
Sepanjang perjalanan pun Sella kembali memikirkan kakaknya itu. Mau sampai kapan mereka terus begini? Ditemani dengan hujan membasahi jalan dan mobilnya, ia bergelut dengan pikirannya. Mobil mengarah menuju panti asuhan. Setibanya di panti asuhan, ia ingat jika tak membawa payung. Hujan sudah tidak sederas tadi. Tapi, tetap saja bisa membuat Sella basah. Tak mencemaskan pakaiannya, Sella memilih nekat dengan tasnya menjadi penutup kepala. Ia menutup pintu mobil, lalu melangkah cepat.
"Eitsss!" refleks Sella kaget kakinya tergelincir. Halaman panti asuhan ini benar-benar licin sehingga Sella jatuh. Becekan tanah membuat pakaiannya ikut kotor. Dari teras, ada anak kecil berteriak. "Jatuh!" dan mengundang beberapa pengurus panti untuk melihat. Rasanya ngilu dan malu bagi Sella. Astaga, bagaimana bisa ia tak hati-hati.
Sebuah payung menutupi Sella tiba-tiba dan tangan seseorang terulur untuk membantunya. Sella mendongak. Ia terpaku sebentar.
"Mari, saya bantu!" kata orang itu yang ialah Leo. Sella membalasnya, ia menerima uluran tangan Leo.
"Makasih," ujar Sella pelan. Leo tak membalas, tapi ia langsung menuntun Sella. Bu Minah yang ada di teras nampak cemas. "Aduh, astaga! Nak Sella tidak apa?"
"Tidak apa-apa, kok, Bu." Sella tersenyum, lalu ia sedikit menjauh dari Leo dan menatapnya. "Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih."
Leo tersenyum dengan menunjukkan lesung pipinya. Manis sekali. "Sama-sama. Lain kali, anda bisa hati-hati."
Sella tersenyum malu-malu.
"Nak Sella, mari ganti baju dulu! Biar nanti pakaian anda dicuci terlebih dulu agar bisa digunakan lagi," ujar Bu Minah menawarkan.
"Iya, Bu Sella. Akan saya antar ke belakang, bagaimana?" sahut salah satu pengurus panti yang tergolong masih muda.
"Boleh, terima kasih. Maaf saya jadi merepotkan kalian," jawab Sella. Setelah itu, ia ke belakang.
"Kayak gak asing," gumam Leo sambil mengamati kepergian Sella. Bu Minah yang mendengarnya pun menoleh. "Dia Bu Sella, yang waktu itu kamu antarkan obatnya," ujar Bu Minah.
Mata Leo seketika membulat. Mulutnya membentuk huruf O dan alisnya terangkat. "Jadi, dia Rosella?" balas Leo pelan.
"Iya."
Leo mengangguk paham. "Aku masuk dulu ya, Bu."
"Kamu bawa baju ganti?" tanya Bu Minah.
"Ada. Kemarin, aku masih ninggal, tapi udah gak banyak."
"Ya sudah, sana!"
******
Selesai berganti baju, Sella berkumpul dengan beberapa pengurus panti termasuk Bu Minah di ruang utama. Sedangkan Leo, ia harus menemani anak-anak panti terlebih dahulu.
"Terima kasih banyak untuk semuanya." Sella merasa sungkan dengan mereka. Namun, banyak dari mereka meyakinkan Sella untuk santai saja.
"Nak Sella, tenang saja. Kami juga sudah menganggap Nak Sella sebagai bagian keluarga kami. Jadi, kalau perlu bantuan, langsung bilang saja. Gak usah sungkan," ujar Bu Minah.
"Terima kasih banyak. Kalian juga jangan sungkan untuk minta bantuan sama saya. Kita keluarga, bukan? Jadi kita harus saling membantu," balas Sella ramah.
"Nak Sella sudah makan?" tanya Bu Minah.
"Oh, sudah," jawab Sella bohong. Sebenarnya, ia belum makan siang.
"Jangan bohong, Bu Sella! Daripada nanti perutnya bunyi--"
Kruyuukkk~
Sella langsung memegang perutnya. Ia meringis.
"Tuh, bunyi!" seru mereka.
"Udah, yuk! Bu Sella ikut makan bersama kami." Mereka mengajak Sella. Rasanya senang sekali bisa mendapat kehangatan ini. Sella pun akhirnya mengiyakan.
"Bu Minah mau kemana?" tanya Sella saat ia berdiri dan melihat Bu Minah berjalan ke lain arah.
"Oh, saya mau manggil Leo," jawab Bu Minah membuat Sella berpikir. Jadi, tadi itu Leo?
Saat Bu Minah menghampiri Leo, Sella berbincang dengan pengurus panti lainnya. Baginya, waktu seperti sangatlah istimewa. Ia bisa mendapatkan hiburan di sini dengan bergurau bersama mereka. Leo tiba dan mengalihkan atensi Sella yang tadinya asik berbincang dengan ibu-ibu lain.
Sella tak mengalihkan atensinya ke manapun karena dengan melihat Leo, akhirnya rasa penasarannya terbayarkan. Sebelumnya, ia sangat penasaran dengan sosok yang mengembalikan obatnya waktu itu. Ternyata, wajahnya Leo memang memancarkan aura positif yang kuat. Ya, begitulah Sella menilai orang.
"Leo, ini dia Sella yang waktu itu obatnya kamu kembalikan," ujar Bu Minah memperkenalkan. Leo mengangguk mengerti. Kemudian, ia berjabat tangan dengan Sella.
"Saya Leo," ucapnya memperkenalkan diri.
"Saya Sella, senang bisa bertemu denganmu," balas Sella anggun. Leo melepaskan jabatan tangannya, kemudian mengambil makan.
Orangnya memang tidak terlihat aneh atau nakal. Aura positifnya benar-benar kuat, menunjukkan bahwa Leo merupakan orang baik. Tanpa sadar, Sella terpesona.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Choice
FanfictionSella dan Sendra bukanlah pasangan suami-istri sempurna. Sikap Sendra yang begitu dingin, membuat Sella enggan kembali berjuang agar hubungannya dengan sang suami membaik. Pernikahan mereka memang tidak didasari cinta. Namun, Sella memiliki pemikira...