Beside Her

162 25 10
                                    

Anna menunggu kedatangan Sendra yang membuatnya begitu cemas. Bahkan Anna sendiri tak yakin kalau Sendra akan datang ke tempatnya. Namun, tebakan Anna meleset sebab Sendra menghubunginya melalui chat messenger.

Sendra.

Anna
Aku udah sampe di depan kosan
Tapi aku gk bisa masuk
Lebih baik di depan saja.

Ketika Anna membaca itu, ia langsung bergegas untuk keluar dan menghampiri Sendra. Lelaki itu duduk di kursi depan kosan. Angin malam biasanya cukup dingin sampai membuat Anna menggunakan jaket, tetapi Sendra hanya menggunakan kaos yang terlihat tipis dengan celana panjangnya. Sendra meninggalkan jaketnya di dalam mobil.

"Sen," panggil Anna saat melihat Sendra yang menunduk. Sendra langsung mendongak dan tersenyum. Matanya sembab, hidungnya merah, wajahnya nampak lebih kusut. Ini semua pertanda bahwa betul jika Sendra sedang tidak baik-baik saja. Anna langsung mengambil posisi duduk di samping Sendra.

"Terima kasih, Anna," ujar Sendra sambil menunduk. Ia merasa malu karena datang dengan penampilan seperti ini, padahal Anna tak peduli dengan itu.

Anna hanya diam. Ia menatap langit yang masih gelap dan dipenuhi bintang-bintang berkilauan. Seharusnya ini jadi malam yang cerah dan dapat mengisi kekosongan hati ini. Namun, sayangnya Sendra malah merasa kosong dan gelap.

"Ada masalah lagi?" celetuk Anna membuat Sendra mendongak lagi dan mereka saling bertatapan.

"Yah, begitulah," jawab Sendra kemudian menghela nafas panjang. "Mama masuk rumah sakit lagi," lanjutnya.

Anna tahu kondisi ibunya Sendra jauh sebelum mereka bertemu lagi. "Kenapa kamu malah ke sini?" tanya Anna.

"Mama masuk rumah sakit karena aku, Na," ujar Sendra lirih.

Mendengarnya begitu menyakitkan.

"Aku...aku gak berniat bikin mama masuk rumah sakit, tapi apa salahnya aku berusaha membela diri? Berusaha mengutarakan semua isi hatiku selama ini?"

Iya, Sendra memang hanya ingin membela dirinya.

"Aku...capek, Na," lanjut Sendra menunjukkan bahwa dirinya memang sangat lelah.

"Sendra," mereka kembali bertatapan. Anna menggenggam tangan Sendra, berusaha menguatkan lelaki itu. "Aku tau kamu sudah mencoba sekeras mungkin untuk menjalani semuanya dengan ikhlas. Tapi ada waktunya manusia bisa lelah, kan? Dan kamu sedang lelah, Sendra," lanjut Anna menjelaskan.

Sendra hanya terdiam mendengarkan Anna.

"Tapi, Sen, bukan berarti ketika kamu lelah, kamu bisa menunjukkan semua emosimu. Aku tau kamu kuat, kamu bisa menahan sedikit saja emosi dalam hatimu. Tahan sebentar untuk ibumu."

"Aku sudah berusaha sebisa mungkin, Anna. Tapi semuanya meledak begitu saja."

"Pasti ini sangat berat dan menyakitkan buatmu," ujar Anna.

"Iya, bisa dibilang begitu," balas Sendra pelan.

"Sen, kenapa dengan wajahmu?"

Sendra terpaku kaku.

"Siapa yang mukulin kamu?" tanya Anna.

Tenggorokan Sendra rasanya tercekat untuk menjawabnya.

Anna mendengkus, "kamu gak perlu bilang kalo gak mau. Sebentar, ya, aku ambilin salep untuk luka lebam ini," ujar Anna lalu beranjak dari sana.

Ternyata, Anna adalah wujud cinta yang didambakan Sendra selama ini. Kasih sayang dan cinta yang Sendra rasakan dari Anna, semuanya itu tak bisa ia dapatkan di keluarganya bahkan sejak ia kecil. Berada di samping Anna membuatnya jadi lebih tenang saat ini.

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang