Am I Devil?

211 26 6
                                    

Dadanya terasa begitu sesak ketika terus mengingat apa yang dikatakan Anna kepadanya. Sakit hati, terluka, dan sulit baginya untuk menerima kenyataan ini. Di satu sisi, Sendra tahu jika ia tetap egois maka ada kemungkinan terburuk yang harus dihadapinya yaitu Anna belum tentu akan berpihak padanya. Namun, di sisi lain Sendra sudah tidak bisa membendung  keinginannya lagi yang belum bisa diwujudkannya. Ia tahu jika perempuan yang mampu mengisi hatinya hanya Anna. Sekalipun dia tinggal bersama Sella bertahun-tahun, hatinya tetap untuk Anna. Menikah dengan Sella tidak mampu memberinya kebahagiaan sebab menurutnya ia tidak mencintai Sella dan tidak akan bisa. Entahlah apa yang ada di pikirannya selama ini.

Sendra frustasi ketika mengetahui reaksi Anna kemarin. Ia bahkan masih gelisah saat pergi bekerja dan sedikit tidak fokus.

"Pak Sendra."

Sendra tidak menanggapi.

"Pak?"

Sendra masih terdiam.

"Pak Sendra," panggil Johnny lebih kencang dan baru menyadarkan Sendra dari lamunannya.

"E-eh, iya? Maaf saya kurang fokus," ujar Sendra baru menanggapi.

"Sekadar mengingatkan, Pak. Pukul 11 nanti ada jadwal kunjungan ke perusahaan milik keluarga istri Pak Sendra," ujar Johnny memberi tahu.

Sendra mengangguk. Itu jadwal rutin yang dulu biasa dilakukan sang ayah. Namun, dikarenakan kini Sendra yang menggantikannya, maka Sendra harus melakukan kunjungan itu juga. Setelah itu, Sendra merapikan meja kerjanya, lalu membuka email untuk memeriksa apa saja yang akan diselesaikannya nanti sembari menunggu untuk pergi ke perusahaan Sella.

Nampaknya memang ia masih biasa saja seperti tidak ada masalah. Namun, pada kenyataannya lagi-lagi Sendra menyimpan masalahnya sendiri dan frustasi sendiri.

******

Sendra tiba di perusahaan Sella dan seperti biasanya ia akan menghadapinya dengan cukup dingin seperti bukan suami-istri. Semua orang sudah di kantor Sella sudah mengetahuinya jika hubungan Sendra dan Sella kurang baik. Di sinilah, Sendra kembali bertemu dengan Leo, lelaki yang tidak asing baginya sebab selalu ada di samping Sella. Sendra memberi tatapan biasa, lalu berjabat tangan.

"Sendra." Ia memperkenalkan diri. Sedangkan Leo hanya terpaku meskipun menanggapi jabatan tangan Sendra. Leo tahu dia Sendra, tetapi untuk apa berkenalan secara personal?

"Leo," balasnya.

Setelah jabatan tangan mereka lepas, Sendra kembali melangkah masuk untuk mengelilingi seisi kantor Sella.

"Astaga, kalian sudah datang!" seru Sella yang baru saja datang. "Saya minta maaf karena tidak bisa ikut menyambut kalian. Barusan saya menyelesaikan 2 meeting sekaligus," lanjut Sella menjelaskan.

"That's too much information," lirih Sendra sembari menatap Sella. "But that's fine, bukankah sudah biasa saya datang ke sini langsung masuk begitu saja? Ini merupakan tugas saya untuk memeriksa kinerja perusahaanmu," lanjut Sendra.

Sella bingung. Ia tidak tahu harus menjawab apa, tetapi kemudian ia langsung mempersilahkan tim Tree House untuk melanjutkan kegiatan mereka. Sendra dan Sella berjalan berdampingan. Mereka memeriksa setiap departemen yang ada, lalu mengadakan meeting sebentar di sana. Tandanya Sella sudah menyelesaikan 3 meeting hari ini. Selesai kunjungan rutin ini, Sendra meminta izin untuk masuk ke ruang kerja Sella dan membicarakan sesuatu dengannya empat mata. Sella mengiyakan. Setelah pintu tertutup dan Sendra duduk di sofa ruang kerjanya, Sella memilih mengambil minum di kulkas pribadinya.

"Terima kasih, tapi saya gak minum air dingin."

Sella duduk, "tunggu aja nanti juga udah gak dingin," jawabnya.

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang