Suspicious

144 22 8
                                    

Sudah lama Anna tidak menapaki bar untuk berjumpa dengan orang-orang seperti rekan kerja atau teman-temannya yang lain sejak kejadian mengenaskan waktu dulu. Bertemu dengan mantan kekasihnya dan menerima fakta jika lelaki itu mengkhianatinya. Itu sebabnya sulit bagi Anna untuk kembali membuka hati saat ini. Tembok pertahanannya lebih kuat dari apapun dan ia terus berusaha agar mengendalikan segala perasaannya dengan akal sehatnya. Sama halnya dengan alasan mengapa dalam waktu yang cukup lama ia tidak menginjakkan kakinya lagi di bar meski sekadar untuk bersantai. Ada luka dan kenangan pahit yang membuatnya sempat membenci bar. Anna memang tidak selugu itu. Ia tahu alkohol meskipun masih minum dengan kendali yang kuat dan membatasi dirinya untuk tetap sadar.

Malam ini, Anna pergi ke bar karena temannya yang mengajaknya bertemu.

Bukan, bukan Sendra.

Apalagi Cahya.

Ini teman perempuannya yang sekarang bekerja di entahlah, tetapi perempuan bernama Elle ini selalu nyambung jika berbincang tentang dunia furniture dan bisnis bersama Anna.

"By the way, kamu itu juga ikut prototyping perusahaanmu?" tanya Elle sebelum meneguk lagi cocktailnya.

Anna mengangguk, "ya." Jawabannya singkat sekali.

Ekspresi wajah Elle seakan terkejut. Kaget tidak percaya karena ternyata teman yang pernah satu UKM waktu kuliah ini serba bisa.

"Perusahaan tempatmu bekerja tuh emang gak mau keluar uang lagi kah untuk rekrut karyawan baru? Itu kan bukan ranahmu, Na," jelas Elle tidak percaya.

"Aku pikir kamu ngundang aku ke sini karena mau kerjasama," ujar Anna menunjukkan dirinya sedikit kecewa.

"Oh, no no! Aku juga mau itu, kok. I really want to discuss many things related to our job with you, but it's not our intention to cooperate in business because we are not the owners."

Anna tersenyum menatap gelas di tangannya. "I'm just kidding, Elle. Kita obrolin apapun, kok."

"Tapi ya, Na. Jujur aku masih gak habis pikir, say. Maksudku, kenapa mereka gak cari orang yang spesialis atau ahlinya di situ, kenapa semuanya dirangkap sama kamu? Gajinya dinaikin, gak?"

Anna mengangguk.

"If the salary was still small, I would definitely not be there anymore."

Elle manggut-manggut setuju. "Betul, tuh."

"Pemiliknya percaya sama aku dan mereka menghargai aku bahkan seperti anak. Aku sih sampai terharu kalau ingat segala kebaikan mereka. Itu sebabnya aku gak mau keluar dari sana, El. Dapat tempat kerja ini aja menurutku udah berkat yang besar banget," ujar Anna.

"That's why you refused to work at the Tree House?" tanya Elle membuat Anna berhenti sejenak. Berusaha kembali mencerna tiap kata yang dilontarkan Elle.

Bukan perkara besar. Namun, soal tawaran pekerjaan di Tree House tidak pernah diceritakan ke siapapun dan ajakan ini dilakukan Sendra secara personal, bukan secara resmi. Lalu sejak kapan Elle mengetahui ini? Dan bagaimana bisa.

Anna menatap Elle dengan kening berkerut. Menyiratkan betapa bingung dan penasaran dirinya akan hal ini. Elle mungkin sudah setengah mabuk sehingga segala pertanyaan dalam benaknya tidak lagi disaring dan langsung keluar begitu saja.

"Hmm, why?" tanya Elle kebingungan.

"How did you know I was offered to work at the Tree House, El?"

*****

Ini terakhir kalinya Anna menginjakkan kakinya di bar. Ia tidak ingin lagi datang ke bar karena hanya kesulitan yang akan diterimanya, bukan sesuatu yang menyegarkan. Cocktail yang diminumnya tadi tiba-tiba sudah tak terasa lagi seakan hilang dihempas gas dalam lambung. Bukan itu sih penyebabnya. Namun, karena harus menghadapi Elle yang mabuk berat, Anna harus menunggu temannya itu dijemput orang yang sudah dipanggilnya di telepon. Kalau di telepon sih nama kontak yang sering dihubungi adalah 'Roland' yang entahlah Anna tidak ingin tahu soal itu.

"Anna...."

Anna hanya diam.  Ia memang cukup sulit untuk larut dalam godaan alkohol yang berat dan menggugahnya untuk terus minum seakan mengandung zat adiktif.

"Na....I give up...."

"Menyerah untuk apa?"

"Help someone...."

"Siapa dia?"

"Who?" Elle menatap Anna cukup lama. Lalu mengibaskan tangannya. "Nobody!"

"You must be lying, right?"

"Apaan sih, Na? Nggak, kok!"

Anna tersenyum tipis menatap keanehan Elle yang random karena mabuk.

"El—"

"Oh, Jesus!" Seorang pemuda lari ke arah Elle. Ia langsung mendekat dan menepuk bahu kemudian pipi Elle bergantian. Nampaknya lelaki ini yang ditelpon tadi dan ia juga nampak sedikit khawatir. "Elle, bangun!"

"Digendong aja kan bisa?" tanya Anna membuat lelaki itu terdiam sebentar. "Sorry, kalau aku tiba-tiba ngomong gini hehehe. Tapi Elle kayaknya udah mabuk berat. Dia juga tadi mulai ngelantur ngomongnya," lanjut Anna.

"Kenapa lo gak bikin dia biar berhenti minum, sih? Dia tuh suka larut sama alkohol, tapi dia gak sadar kalau toleransi alkoholnya rendah banget," balas lelaki itu membuat Anna mengatup mulutnya. Ia merasa sedikit tersentak karena pemuda itu mengatakannya dengan nada sedikit tinggi dan marah seakan menyalahkan Anna. Namun, Anna tidak mengelak jika faktanya memang ia juga salah.

"Aku udah coba untuk bikin dia berhenti minum, tapi dia gak mau," ujar Anna jujur.

"Halah lo tuh gak usah bohong. Lagian ngapain sih kalian ketemuan di bar kayak gini?"

"Bukan aku yang minta, tapi Elle sendiri."

"Nggak usah ngomong lagi lo kalau bukan minta maaf. Diem!"

"Bisa gak ngomong gak perlu ngotot dan nyolot kayak gitu?"

Anna menoleh ke arah samping, begitu juga dengan laki-laki yang sudah menggendong Elle ala bridal style.

Sedangkan di sana, Sendra tengah berjalan mendekat membuat Anna terkejut dalam diam. Sesuatu semakin rumit terjadi di sana.




"Saya yang salah, saya yang minta maaf."



oo0oo

sudah updateee xixixi lagi jalan nih. ada yang mau ditanyain ga nihhh????

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang