She Is

192 27 3
                                    

Kalau ditanya, apa alasan Leo mengiyakan tawaran bekerjasama dengan Sella adalah karena ini merupakan salah satu kesempatan yang sangat mahal dan selain itu, bekerja dengan Sella juga bisa membantu panti asuhan yang nantinya akan lebih mudah mendapat dukungan dan perlindungan dari Sella. Ini sangat penting bagi Leo karena hidupnya juga untuk panti asuhan.

Sudah 2 minggu Leo bekerja di Everest Group dan tidak mengecewakan Sella sedikitpun. Sella sama sekali tak merasa rugi karena telah merekrut Leo yang sangat pandai dan rajin. Leo juga bisa jadi tangan kanan Sella karena sepertinya orang itu mudah dipercaya. Namun, Sella tetap saja tak bisa asal percaya. Ia butuh waktu sampai Leo benar-benar membuktikannya.

Jadwal yang padat belakangan ini membuat Sella sibuk dan fokus hanya pada urusan kantor. Setidaknya, sudah seminggu ini ia tidak berkunjung ke rumah sakit untuk kontrol seperti biasanya. Ia lebih nyaman jika banyak bekerja begini meskipun jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kebanyakan orang sudah pulang meninggalkan kantor. Mungkin hanya Sella yang tersisa. Namun, ternyata tidak.

"Loh, Bu Sella masih di kantor?" celetuk Leo yang asal masuk karena mengira Sella sudah pulang. Sella yang tadinya sedang memeriksa beberapa berkas hanya mendongak. Sella tidak dapat melihat orang itu dengan jelas karena penerangan yang rendah dan kacamatanya sedang tak ia gunakan. "Maaf, saya gak ngetuk pintu karena gak tahu kalau Bu Sella masih di sini," lanjutnya yang hanya mendengarkan suaranya saja, Sella tahu siapa orangnya.

Sella tersenyum tipis, "nggak apa-apa, Leo. Santai aja. Ada apa?" tanyanya.

Leo berjalan mendekat, "ini saya mau kasih laporan terbaru dari tim marketing," ujarnya sambil menyerahkan sebuah map.

Sella menerimanya dan langsung memeriksanya. "Bu Sella kenapa masih di kantor?" tanya Leo tiba-tiba.

"Hm? Saya lembur malam ini, hehehe," jawab Sella.

Leo mengangguk mengerti. "Maaf ya, Bu, perihal tadi saya lupa ketuk pintu."

"Nggak apa-apa, Leo. Kamu ini kayak sama siapa aja."

"Yah, namanya juga sama atasannya, Bu."

Sella menatap Leo, "udah saya bilang panggil saya Sella aja. Meskipun saya atasanmu di kantor, santai aja sama saya, jangan kaku." Setelah mengatakan itu, Sella menggunakan kacamatanya.

"Siap, Bu--Sel! Hehehe, belum terbiasa," ujar Leo.

"Makanya, biasain, dong!" kekeh Sella.

Leo tersenyum. Yah, bukankah ini sebuah kebanggaan dan kehormatan tersendiri bisa ngobrol dan akrab dengan atasan? Sella juga bukanlah atasan yang menyebalkan karena Sella sangat asik dan baik sekali. Betul saja jika Bu Minah selalu menceritakan kebaikan Sella yang disamakan dengan ibu peri, ternyata Sella memang baik.

"Kamu gak mau duduk, Yo?" tanya Sella.

"E-eh, iya," jawab Leo lalu duduk. Ia menunggu sambil melihat sekeliling ruangan.

"Okay, saya terima," ujar Sella membuat mata Leo berbinar.

"Beneran, Sel?"

Sella mengangguk, "iya."

"Terima kasih banyak, Sel!" seru Leo semangat.

"Sama-sama," balas Sella. Kemudian, Sella merasa lapar. Apakah ia harus keluar untuk mencari makan? Tapi mau kemana ia mencari? "Leo," panggil Sella saat Leo sudah bangkit dari kursi.

"Ya, Sel?"

"Kamu lapar, gak?" tanya Sella.

Leo nampak memikirkan sesuatu. "Kamu lapar, kah?" tanyanya balik.

The ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang