Hai, gimana kabarnya?
Ini update terakhir di bulan ramadhan. Soalnya lusa udah lebaran. Berasa cepet bgt nggak sih😭. Btw mau ngucapin Selamat Hari Raya mohon maaf lahir dan batin semua😃🙏
Part ini banyak emosinya. Opa Deo ngegas mulu di sini😌
Part ini agak banyak, sekitar 2000 kata. So, jangan jadi pembaca gelap! Vote dan komen ya, awas kalo enggak😔🔪
Kasih komentar pas kalian baca cerita ini dong manis(*´﹀'*)
|🌹HAPPY READING🌹|
.
.
Dan benar dugaan Nara. Malam ini memang ada acara pesta. Pesta ulang tahun Deya. Nara yang berdiri di balkon menatap ke arah bawah, lebih tepatnya ke arah kolam renang. Beberapa meja sudah tertata tapi di sana dengan beberapa lampu hias yang membuat tempat itu terlihat semakin cantik. Berbagai jenis makanan dan minuman pun juga tersedia.Sebagian tamu undangan yang merupakan teman-teman Deya pun juga berdatangan, membuat tempat itu semakin ramai.
Berbicara soal Genan, Nara sedari tadi tak menemukan batang hidung cowok itu. Kemana perginya? Padahal ini sudah malam. Ah, lupakan. Untuk apa juga ia peduli.
Lalu mengenai soal Opa Deovannes, Nara juga tak melihat pria paruh baya itu sedari tadi. Ia juga tak tahu di mana kakek itu sekarang.
Perempuan itu seketika memegang perutnya yang berbunyi. Nara lapar. Sedari sepulang sekolah ia belum makan. Bukan apa-apa, ia hanya malas makan makanan di rumah ini. Pasti ia bakal diomeli atas hal yang tak jelas. Apalagi tak ada Opa Deo yang akan membelanya nanti.
Nara yang malam ini tak ingin tidur dalam keadaan lapar pun memutuskan untuk pergi ke dapur. Sesampainya di dapur, Nara bisa melihat beberapa pelayan sedang sibuk menyiapkan makanan. Terhitung jumlah mereka lima orang.
"Eh, Non Nara kok di sini? Ada yang bisa bibi bantu?" tanya salah satu pelayan yang menyadari keberadaan Nara. Kalau Nara pikir-pikir pelayan itu berusia kisaran 50 tahun. Terlihat paling tua diantar empat pelayan lainnya.
"Eh, eum... saya lapar, Bi. Bisa tolong siapkan makanan untuk saya?" pinta Nara.
Pelayan keluarga Deovannes yang diketahui bernama Bi Ratri itu mengangguk senang. "Bisa, Non. Non Nara duduk saja dulu di sana," tunjuknya pada salah satu kursi yang mengelilingi meja makan.
Nara tersenyum, "makasih, Bi." Setelahnya Nara duduk di kursi makan sembari menunggu.
Tak lama kemudian Bi Ratri datang kembali dengan nampan berisi makanan, beberapa potong buah, dan air minum. Nara mengucap terima kasih setelah menerimanya. Dan tanpa berlama lagi, perempuan itu pun menikmati makanannya.
"Bik, kalo boleh tahu... Opa dimana?" tanya Nara di sela makannya.
"Tuan Deovannes pergi ke Bali, Non. Saya denger-denger katanya ada masalah proyek bisnis di sana," jelas Bi Ratri.
"Opa nggak pensiun?" Tentu Nara heran, Deovannes itu sudah tak muda lagi dan kenapa masih mengurus bisnis, padahal kan sudah ada Damara yang mengurusnya.
Bi Ratri menaruh nampan minuman yang sudah siap di meja. "Pensiun, Non, tapi Tuan Deo selalu mengawasi kinerja Tuan Damara. Lagian kalo ada masalah bisnis gini masa Tuan Deo hanya diam saja?"
Nara ber'oh' kecil seraya mengangguk lalu melanjutkan makannya.
Brak!
Baru lima sendok suapan, namun makanan itu sudah tercecer di lantai karena seseorang menepisnya. Nara meletakkan sendoknya dengan kesal hingga terdengar hentakan. Tatapannya tertuju pada seorang wanita yang menggangu aktivitas makannya. Wanita itu ibu mertuanya, Clara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence Of Tears (TERBIT)
General Fiction📍SUDAH TERBIT! ❝Luka tidak memiliki suara, sebab airmata jatuh tanpa bicara.❞ Keynara Zhivanna, gadis dengan kepribadian jutek dan dingin. Namun, siapa sangka dibalik sikap cueknya dia banyak menyimpan luka. Takdir seolah tak memihaknya saat ia ha...