[ Part 36 ] Kepulangan

61.9K 5.6K 499
                                    

Hai, seneng nggak aku update cepet. Padahal kemarin baru up😁

HAPPY 100K READS YEYY🎊😭. Seneng bgt aku makanya update, hadiah buat kalian yg masih setia sampai sini😘

Jangan lupa vote, komen, follow, dan share ya.

|🌹HAPPY READING 🌹|

.
.

"Mamah bahagia di sana?"

Kevan tersenyum pedih seraya mendongak pada langit. Malam ini langit tampak indah dengan banyaknya bintang yang bertaburan di atas sana. Dari banyaknya bintang itu ada satu bintang yang bersinar paling terang. Bagi Kevan satu bintang paling terang itu adalah mamahnya.

"Sebentar lagi, Mah," lirihnya. "Sebentar lagi Kevan nyusul. Tapi Kevan harus bertahan karena masih ada satu hal yang harus Kevan selesaikan di sini. Tunggu Kevan. Sebentar lagi ...."

Rasa sesak itu kembali muncul. Bahkan kini Kevan menepuk dadanya pelan berharap sesak yang menghantam dadanya luruh.

Karena kepergian mamahnya, Kevan kini merasa sendiri. Tak ada sosok yang membuatnya tetap bertahan lagi. Padahal kalau dipikir Kevan masih punya saudara kembar, masih punya sahabat terutama Ghava yang sangat memperhatikan kesehatannya.

Tapi kepergian Almira seolah membuat dunianya seolah hilang. Semuanya tak berarti apa-apa. Separuh jiwanya telah lenyap karena takdir menyakitkan ini.

Mengenai satu hal yang harus Kevan segera selesaikan adalah soal Alexa. Meskipun belum benar-benar yakin karena bukti-bukti yang belum cukup, Kevan setidaknya menemui titik terang.

Entah keyakinan dari mana, tapi Kevan kini mulai berpikir bahwa selama ini Alexa berkata jujur soal dia yang hamil anaknya. Kalau hal itu benar, maka Kevan akan sangat menyesali perbuatannya karena pernah menuduh Alexa dan memakinya dulu. Dan ia seumur hidup mungkin akan diselimuti rasa bersalah jikalau Alexa tidak mau memaafkannya.

Setelah cukup lama merenung, Kevan memutuskan pergi dari balkon, dia lelah. Sangat lelah.

Bukannya mengistirahatkan tubuhnya di kamar miliknya, dia justru pergi ke kamar sang mamah. Saat pintu bercat putih itu ia buka, pandangannya langsung mengedar ke penjuru kamar. Meski dadanya terasa diremas Kevan memutuskan untuk tidur di sana.

Selepas merebahan tubuhnya di ranjang, tubuh Kevan bergetar seiring dengan isakan pelan yang keluar dari bibirnya. Rasa sakit pada jantungnya mendadak muncul lagi, kali ini rasanya jauh lebih sakit mengingat kepergian mamahnya.

"Selamat malam, Mamah ...." lirihnya. "Datang ke mimpi Kevan, ya?"

Kemudian ia tidur meringkuk dengan tubuh bergetar dan rasa sakit pada jantungnya yang menemani malamnya.

Di lain tempat, sama halnya dengan Kevan, Genan sedari tadi merenung seraya mendongak menatap pada langit malam yang indah. Rasa kecewa pada dirinya terus saja membuatnya gundah.

Seharusnya ia berani melawan Damara, seharusnya sejak dulu dia menentang Damara, tapi apalah daya hal itu kini hanya akan tetap menjadi kata 'seharusnya' yang tak pernah terwujud.

"Selamat malam Mamah ...," lirih Genan menatap satu bintang paling terang di langit. "Datang ke mimpi Genan, ya?"

Genan menghela napas merasa sesak menghantam dadanya. Lantas ia memilih masuk ke kamarnya. Saat kembali dari balkon, dia langsung dikejutkan dengan keberadaan Nara yang tertangkap basah tengah memperhatikannya sedari tadi.

Silence Of Tears (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang