Hola..
Jam berapa kalian baca part ini?
Di part ini akan ada tokoh baru. Hm siapa kira-kira?
Jangan lupa sertakan vote dan komentar ya😉
|🌹HAPPY READING🌹|
.
.Malam ini, untuk pertama kalinya Nara bergabung bersama keluarga Deovannes untuk makan malam. Rasa cemas mulai melingkupi dirinya mengingat penolakan keluarga Genan terhadapnya.
Mengapa ia selalu mendapat penolakan di hidupnya? Se-begitu tak berarti 'kah hidup yang ia jalani?
Perempuan itu berjalan ke meja makan yang mana sebagian anggota keluarga sudah hadir, kecuali Kakek Deo dan dirinya. Dirinya merasa semakin canggung saat netra mereka bersamaan menatapnya.
Kalau saja keluarga Genan bisa menerima kehadirannya dengan baik, pastilah ia sangat bahagia bisa berkumpul bersama keluarga seperti ini. Namun nyatanya itu hanya angan semata.
Nara dengan canggung ikut duduk bersama mereka. Netra gadis itu bergulir saat mendapati tubuh paruh baya namun masih terlihat gagah itu mendekat ke meja makan. Menarik kursi lantas duduk dengan perlahan. Dan kini semua anggota keluarga sudah hadir di meja makan. Hal itu justru membuat Nara semakin canggung, apalagi saat ia sadar bahwa Kakek Deo menatapnya.
"Heh, siapa yang suruh kamu duduk? Lancang banget ya kamu wanita rendahan ikut makan malam bareng kita." Perkataan dari Mama tiri Genan—Clara—sungguh membuat hati Nara tersayat.
"Ta-tapi Mah—"
"Siapa yang suruh kamu panggil saya dengan sebutan 'Mah'? Saya nggak sudi ya ngakuin kamu sebagai menantu saya. Jadi jangan pernah kamu manggil saya dengan sebutan 'Mah'," tutur Clara.
"Ke dapur aja 'deh lo, bantuin Bibi. Nggak pantes lo ikut makan di sini," tukas Deya, adik tiri Genan yang saat ini masih SMP.
"Benar. Saya merasa tidak nyaman melihatmu di sini. Untuk hari ini dan seterusnya, jangan pernah bergabung di meja makan bersama kami lagi. Mengerti kamu?" Kali ini Sang Papa yang berujar.
Nara menahan napas guna meredam rasa emosinya. Entah tanpa sengaja, atensinya bertubrukan dengan mata tajam Genan. Cowok itu sedari tadi hanya terdiam dengan tatapan datar.
"Pergi lo. Lo bikin muak!" tutur Genan.
Sreek
Tanpa basa-basi lagi Nara memundurkan kursinya dan hendak beranjak pergi. Lebih baik ia pergi daripada harus menerima kata-kata menyakitkan dari mereka.
"Terima kasih atas hinaannya, Tante. Maaf kalau kehadiran saya membuat kenyamanan keluarga ini terganggu. Permisi."
Gadis itu mulai beranjak, namun baru beberapa langkah, sebias suara yang terdengar sedikit serak menghentikannya.
"Tunggu."
Nara menoleh, mendapati bahwa sang Kakek 'lah yang bersuara.
"Kembali, Nara," ujar Opa Deo seraya menunjuk kursi Nara dengan dahunya. "Mulai sekarang kamu sudah menjadi bagian dari keluarga kami jadi kamu juga berhak bergabung di sini."
"Opa apa-apaan 'sih!" dengus Deya tak terima.
"Kalian yang apa-apaan! Nara orang baru di sini. Sekarang dia sudah sah menjadi istri Genan, dengan kata lain dia juga sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Tapi apa yang kalian lakukan ke dia? Kalian malah menghina dan merendahkannya seolah ia manusia paling hina di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence Of Tears (TERBIT)
Fiction générale📍SUDAH TERBIT! ❝Luka tidak memiliki suara, sebab airmata jatuh tanpa bicara.❞ Keynara Zhivanna, gadis dengan kepribadian jutek dan dingin. Namun, siapa sangka dibalik sikap cueknya dia banyak menyimpan luka. Takdir seolah tak memihaknya saat ia ha...