Met malem...
Sebelum baca jangan lupa pencet bintang kejora ⭐
Jangan lupa follow juga biar tahu info update
Suka sama ceritanya? Jangan lupa share ya 😉
|🌹HAPPY READING🌹|
.
.Pagi ini langit tampak cerah, berbanding terbalik dengan suasana hati para manusia yang menangisi gundukan tanah di hadapannya.
Pemakaman sudah selesai sejak beberapa menit lalu. Seiring itu Kevan terus menangis bahkan wajahnya sudah tampak kacau, begitupun dengan Genan. Tubuh sang mamah benar-benar tak bisa mereka peluk lagi untuk selamanya hingga membuat mereka sesak begitu dalam. Terutama Genan. Percayalah, justru lelaki itu yang paling hancur di sini melebihi hancurnya Kevan.
Para pelayat sudah pergi, begitu pun juga Opa Deo yang ikut menghadiri pemakaman. Damara jelas tak ikut, karena memang pria itu tak pernah peduli. Justru kalau ia menghadiri pemakaman ini, bisa dipastikan Genan akan memukulnya habis.
Kini tersisa Kevan, Genan, dan juga Nara. Nara memandang sendu ke arah Kevan yang masih menangis seraya memeluk nisan sang Mamah. Bahkan diam-diam dia juga ikut menangis. Ini untuk pertama kalinya ia melihat Kevan sehancur itu.
"Genan ...." lirih Nara menoleh pada suaminya yang berdiri di sebelahnya, menatap nanar makam sang mamah.
Nara mengusap pelan lengan lelaki itu guna menenangkannya. Ini juga pertama kali Nara melihat Genan menangis.
Genan menepis pelan lengan Nara lalu merendahkan tubuhnya tepat di hadapan gundukan tanah yang masih basah itu. Dengan tangan bergetar, Genan hendak menyentuh nisan itu tapi langsung ditepis Kevan dengan kasar.
"Jangan sentuh Mamah!"
"Gue anaknya. Gue juga berhak atas itu. Lo pikir cuma lo yang merasa kehilangan di sini? Gue juga," balas Genan.
Kevan tak mengindahkan ucapan saudaranya, ia kembali menatap nisan sang mamah dengan tatapan sendu. Pikirannya kini tertuju pada pesan wanita itu sebelum menghembuskan napas terakhirnya.
Pesan Almira mengenai kedua anaknya yang harus saling menjaga setelah dia pergi. Apakah Kevan harus menuruti pesan terakhir itu?
Namun pada akhirnya Kevan justru terdiam tanpa memberitahu Genan akan hal tersebut.
Sejak kecil Kevan selalu membenci Genan akan segalanya. Termasuk juga karena kasih sayang Damara yang pilih kasih. Dan juga karena Genan tak pernah ada untuk sang mamah seolah melupakan wanita itu. Hal itu membuat Kevan tak mudah untuk berdamai dengan saudaranya itu.
"Maafin, Genan, Mah. Maaf karena Genan belum bisa menunjukkan kasih sayang Genan secara langsung," sendunya.
"Pergi lo. Gue muak lihat wajah lo," ketus Kevan pada Genan.
Sesaat kemudian mereka dikejutkan dengan kedatangan Ghava. Cowok itu telat datang ke pemakaman karena jalanan pagi ini sudah macet. Bukan hanya Ghava saja melainkan Sagara, Marcel, dan juga Aldo yang baru datang.
"Kev," tegurnya. Kenapa Ghava menegur? Karena dia tadi mendengar ucapan tak suka Kevan yang menyuruh kembarannya pergi. "Lo sadar, kan, ini di depan makam mama kalian. Seharusnya lo berdua menekan ego kalian. Mamah kalian nggak suka lihat lo berdua begini," imbuhnya.
Kevan terdiam merenungi kalimat panjang dari Ghava, begitupun dengan Genan.
Datangnya Ghava jelas membuat Nara gelisah sejak tadi. Kalian ingat, kan, kalau Nara itu sedang hamil. Bahkan perutnya yang membuncit jelas membuat orang yang melihatnya bisa langsung menyimpulkan bahwa dia hamil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence Of Tears (TERBIT)
General Fiction📍SUDAH TERBIT! ❝Luka tidak memiliki suara, sebab airmata jatuh tanpa bicara.❞ Keynara Zhivanna, gadis dengan kepribadian jutek dan dingin. Namun, siapa sangka dibalik sikap cueknya dia banyak menyimpan luka. Takdir seolah tak memihaknya saat ia ha...