[ Part 33] Kesempatan

65.6K 5.8K 376
                                    

Halo! Ada yang nunggu cerita ini up? Makasih yang udah nunggu ^^

Nggak mau tahu part ini harus rame, komen sebanyak-banyaknya ya. Kasih komentar tiap paragraf juga hehe😁

Suka cerita ini? Jangan lupa share ya. Biar makin banyak yang baca˙˚ʚ('◡')ɞ˚˙

|🌹HAPPY READING🌹|

.
.

Kicauan burung dan sinar mentari pagi yang menyorot menandakan pagi sudah datang. Bangun tidur dengan perasaan bahagia mungkin menjadi hal yang jarang bagi Nara. Tapi tidak untuk kali ini. Wanita itu justru terbangun dengan senyum hangat yang menghiasi wajahnya.

Menoleh menatap lamat wajah lelaki yang masih tertidur pulas di sampingnya, Nara tersenyum tipis. Wajah polos Genan saat tertidur sangat berbanding terbalik dengan yang ia lihat setiap harinya. Saat tertidur cowok itu terlihat menggemaskan dengan wajah tenangnya, tidak dingin dan garang.

"Nan, bangun," pintanya seraya mengguncang lengan lelaki itu. Genan tampak terusik, tapi ia tetap melanjutkan tidurnya.

"Bangun, Nan, udah pagi. Lo nggak sekolah?" ujar Nara lagi.

Terdengar lelaki itu bergumam pelan lalu matanya terbuka. Perlahan Genan bangun dan mendudukkan dirinya di ranjang dengan wajah khas bangun tidurnya.

"Libur," balas Genan dengan suara seraknya.

Nara mengernyit. Pasalnya ini bukan hari minggu. "Ngelantur."

"Libur kenaikan kelas," singkat Genan menjelaskan.

Terdiam sejenak, mendadak wajah Nara berubah menjadi sendu. Ia merasa sedih karena tak bisa melanjutkan sekolahnya. Namun di sisi lain dia bahagia karena sebentar lagi akan menjadi seorang ibu.

Cup

Nara cengo saat Genan tanpa aba-aba mengecup singkat bibirnya. Semburat merah pada kedua pipinya seketika timbul hingga menjalar pada telinganya. Bersamaan dengan itu Nara yang kesal menatap Genan jengkel.

"Hukuman buat lo karena bangunin gue," kata Genan lalu menyibak selimut dan masuk ke kamar mandi dengan santai.

Nara menatap punggung lebar itu yang perlahan hilang dari pandangannya. Masih dengan semburat merah di pipinya yang perlahan menghilang, kedua sudut bibirnya tertarik membentuk seulas senyum hangat.

Namun masih ada hal aneh yang mengganjal hati Nara. Apakah Genan selama ini tulus? Apakah Genan benar-benar sudah menyadari kesalahannya?

"Gue udah kasih kesempatan buat lo, Nan. Jangan sia-siakan hal itu."

•••

Di lain tempat, ruang makan yang hanya diisi tiga orang itu terlihat begitu hangat. Meski hanya tiga orang, mereka selalu membuat suasana menjadi nyaman dengan obrolan hangat di pagi hari.

"Morning mommy," sapa Mauren seraya menarik kursi.

Afni tersenyum hangat seraya menata sarapan. Masih ingatkan kalian dengan wanita itu? Yap, ibu Kenzo dan Mauren, sekaligus dokter yang menangani Nara untuk kedepannya.

"Bang, nanti anterin gue ke villa," pungkas Mauren.

"Ngapain?" tanya Kenzo dengan nada jengkel.

"Ck! Kan gue libur sekolah selama dua minggu, nih. Nah, gue pengen liburan ke villa aja. Sekalian ngajak Nara jalan-jalan ke perkebunan teh, terus ke pemandian air hangat, ter---"

Silence Of Tears (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang