2. Insiden Kopi

215 183 100
                                    

Cowok yang tidak ku kenal itu berlari seperti atlit sprint, mengejar pria yang mencopet tas ku. Dia menangkap baju belakang si pencopet dan memukulkan tangannya ke arah pria itu hingga kepala pria itu terasa pusing dan tubuhnya berputar-putar.

Melihat adegan seperti di movie laga ini, aku tak dapat mengkondisikan mataku yang melotot dan mulutku yang terbuka karena terkejut. Pencopet itu kalah dan menyerah, akhirnya cowok itu mendapatkan tas ku, namun membiarkan pencopet tadi kabur.

"Tas kamu," katanya dengan menyerahkan tas ku. Aku tidak dapat berkata-kata, hanya memandangnya dengan diam seperti patung.

"Kayaknya, nggak aman kalau kamu pulang sendirian malam-malam. Kamu mau pulang bareng aku aja?" tanyanya dengan menawarkan tumpangan yang tidak terduga.

Memang benar sih yang dia katakan, tapi bisa kah aku mempercayainya? Dia tidak bermaksud menculiku atau menyekapku dan akan minta uang tebusan ke orang tua ku, kan? Sepertinya sih tidak, semoga saja tidak.

"Itu, mobil jemputan aku datang." Dia menunjuk mobil merah yang menepi di depan kami.

Kaca kemudi depan terbuka, memperlihatkan muka sopir muda dengan memakai kaos abu-abu. Saat kepalanya menoleh, mataku lagi-lagi melotot dengan sendirinya. Aku tidak lupa dengan cowok yang menumpahkan kopi ke baju ku tadi pagi. Dan dia adalah cowok itu.

"Aku takut merepotkan kamu. Nggak apa-apa kamu duluan aja, aku mau nunggu ojek pesanan aku datang kesini," kataku yang berubah pikiran. Entah karena takut merepotkan atau malas melihat wajah sopirnya.

"Tapi ini udah pukul sepuluh malam loh. Ojek yang kamu pesan juga belum datang sampai sekarang. Kamu yakin kalau ojek pesanan kamu itu akan datang? Gimana kalau ternyata ojek nya ketiduran dan kamu nunggu disini sampai besok pagi."

Mulutku terbuka mendengar apa yang dibayangkan cowok itu. Dia sedang bercanda ya. Menunggu sampai besok, yang benar saja. Lagi pula, apakah benar ojek pesanan ku itu ketiduran? Mengingat tidak kunjung datang, ku rasa aku mempercayai khayalan cowok itu.

"Tapi aku beneran nggak merepotkan kamu, kan?" Aku mengulang pertanyaan ku.

"Nggak sama sekali. Justru aku senang kalau bisa membantu kamu," jawab cowok itu yang membuatku berubah pikiran lagi, jadi mau pulang bareng dengannya.

Aku masuk ke dalam mobilnya disusul dia yang juga masuk ke dalam mobilnya. Setelah pintu mobil tertutup rapat, si sopir menyalakan mesin dan melajukan mobil menyusuri jalanan.

"Kita belum kenalan ya. Aku Dino. Dan ini sepupuku, namanya Glen," ucap Dino sambil memperkenalkan nama sepupunya. Aku cukup terkejut saat Dino mengatakan jika cowok yang duduk di sampingnya itu sepupunya.

"Aku Diary. Thanks ya atas tumpangannya untuk pulang bareng," kataku yang masih merasa merepotkan mereka.

"Iya, sama-sama. Oh ya, alamat rumah kamu dimana, Dy?" Tanya Dino yang ku jawab dengan menyebut alamat rumah ku dan menjelaskan padanya mengenai jalan mana yang lebih cepat untuk di lalui.

Seraya menyetir, si sopir hanya diam tanpa punya minat untuk terlibat topik dalam percakapan aku dan Dino, hingga matanya melihat ke kaca depan yang memantulkan bayangan ku. Fokus Glen jatuh pada baju ku yang kecoklatan terkena tumpahan kopi tadi. Matanya memandang ku lamat-lamat.

"Kamu yang tadi bikin kopi ku tumpah itu ya? Benar nggak salah, kamu," sahut Glen dengan tetap fokus menyetir.

Tidak hanya aku yang terkejut, bahkan Dino pun terheran dengan raut wajah seperti bertanya pada diri sendiri begini "loh kalian sudah pernah ketemu?"

"Iya. Kamu masih ingat aku? Tapi bukan aku yang bikin kopi kamu tumpah. Kamu sendiri yang nubruk aku duluan sampai kopi kamu tumpah ke baju aku," jelasku dengan menepis tuduhannya.

Perdebatan itu berlanjut sampai mobil Dino sudah tiba di depan rumahku. Itu pun belum berhenti jika Dino tidak memukul dashboard mobilnya.

"Kalian mau terus berdebat sampai besok pagi?" Tanya Dino. Aku turun dari mobil Dino dan berdiri di depan rumahku seraya melambaikan tangan pada Dino.

"Thank you sekali lagi ya," teriak ku yang mendapat senyuman dan tangan jempol yang terangkat dari Dino. Serta bonus tatapan mata melotot dan lidah yang terjulur dari Glen.

Rasanya ingin ku lepaskan sepatuku dan melemparnya ke arah Glen. Tapi Diary yang baik hati ini tidak akan melakukan hal itu. Tahan, Dy, tahan!

== o0o ==

Aku bersama Asyila dan Fay berbelanja alat-alat tulis untuk tugas dokumentasi Asyila mengenai projek kelasnya.

Toko alat-alat tulis ini sedang memutar lagu pop yang menemaniku menyusuri rak alat-alat menggambar dan mewarnai, seperti buku gambar, krayon, dan pensil warna.

"Minggir, dikit. Jangan di tengah jalan," sahut cowok mengenakan kaos putih yang tiba-tiba menubruk punggung ku hingga kepala ku terbentur rak.

Apa-apaan cowok itu, di tengah jalan, katanya? Ini toko alat-alat tulis, bukan tengah jalan. Dan jalan di sebelah ku itu masih luas, tidak perlu menubruk ku begitu dong. Namun, aku terlambat marah padanya karena cowok itu sudah menghilang dari pandangan ku.

Aku tiba-tiba menyadari sesuatu. Suara cowok tadi, dan postur tubuhnya, kenapa sama seperti Glen? Benar-benar seperti Glen, sepupu Dino.

Setelah membayar hasil belanjaan ke kasir, kami membeli minum di minimarket. Dan samar-samar aku melihat cowok mengenakan kaos putih sedang berdiri di depan minimarket.

Tidak salah lagi, kaos itu yang dikenakan cowok tadi. Setelah membayar minuman ke kasir, aku, Fay, dan Asyila membuka pintu minimarket dan berjalan keluar berpapasan dengan cowok mengenakan kaos putih. Aku sempat sengaja menumpahkan minuman soda ke baju cowok yang sedang bertelepon itu.

Byur!

Ini kejahilan pertama ku. Dan jika benar dia Glen, anggap saja insiden kopi kemarin impas. Namun saat si cowok kaos putih itu memutar tubuhnya untuk melihat ku, kedua alis ku terangkat.

Reza. Mataku tidak salah lihat jika dia Reza, bukan Glen. Dan kaos putihnya terlihat lebih bagus setelah terkena tumpahan minuman soda.

"Apa yang kamu lakukan dengan kaos ku? Minuman soda?" tanya Reza.








== o0o ==

Jangan lupa tinggalkan vote dengan mengklik tombol bintang di bawah ya,

Dan ajak teman-teman kalian untuk baca cerita ini ya kalau mereka suka cerita bergenre teenlit

Komen di bawah supaya author semangat melanjutkan bab selanjutnya

Follow akun ku juga ya,

See you di bab selanjutnya

Nerd Girl Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang