14. Tali Sepatu Butut

69 34 34
                                    

Wirawan mengangkat gelasnya bersama pria-pria tua yang dia jumpai di roof top tempat makan dengan sajian pemandangan rumah-rumah yang tampak mengecil dengan lampu-lampu yang menyala. Pria-pria tua ini tidak punya banyak cerita, karena yang mereka ceritakan dari tadi hanya seputar bisnis dan properti yang mereka punya.

"Ku dengar, istrimu itu mau mengadakan pesta dansa untuk umum ya?" tanya pria gendut yang mengenakan kemeja merah dibalut dengan jas abu-abu.

"Aku mana mungkin menolak keinginan istriku. Umurku sudah cukup tua, dan kapan lagi aku bisa membahagiakannya dengan menuruti pesta dansa yang menjadi keinginan anehnya itu. Lagian itu bukan hal yang buruk, kan? Mengadakan pesta dansa," kata Wirawan.

Pria-pria tua itu mengangguk setuju. Mengadakan pesta dansa memang bukan suatu tindakan kriminal. Wirawan meneguk minumannya lagi sambil menikmati pemandangan yang membuat matanya nyaman. Tempat ini tampaknya cukup tenang bila digunakan untuk merenung, pikirnya.

"Tapi kau tidak lupa mengundang kami, kan?" tanya pria di sebelah nya dengan menatap wajah Wirawan serius.

"Kalian semua pasti ku undang. Aku tidak mungkin melupakan kalian," jawab Wirawan.

Pria-pria tua itu tampak senang mendengar apa yang dikatakan Wirawan. Di umur mereka yang sudah tua, mereka juga ingin menikmati pesta di tengah mengurus sisa properti yang masih mereka miliki. Bila perlu, mereka akan mengajak anak dan cucunya untuk menghadiri pesta dansa nanti.

"Ku dengar lagi, akan ada hadiahnya. Koleksi mobil lama mu yang antik dan mahal itu? Aku pasti yang akan menang undiannya," sahut pria tua dengan jas abu-abu itu lagi.

"Kenapa tidak sekalian kau hadiahkan seluruh properti mu itu," timpal pria tua dengan rambut yang seluruhnya berwarna putih.

Wirawan menatap ke arah rekannya itu dengan tidak percaya. "Sungguh? Bisa bangkrut aku," keluh nya yang membuat pria-pria lain tertawa.









== 🍭🍭🍭 ==

Aku baru menginjakkan kaki ke dalam toko, kasir di toko roti ini menyambut ku dengan kalimat Selamat datang di Adelle Bakery. Ku langkahkan kaki ku menuju ke potongan kue dengan taburan kacang yang diletakkan di rak panjang dekat dengan tempat berisi minuman-minuman dingin.

Mama dan Papa pasti senang bila aku membawakan kue yang harganya tidak terlalu mahal ini untuk mereka. Uang yang ku dapat dari membantu Beni membagikan brosur makanan yang waktu itu masih tersimpan di lemari ku dan aku mengambilnya sedikit tadi pagi.

Namun, tunggu sebentar, apa ada orang di belakang ku yang sedang mengikuti ku. Aku bisa mendengar suara langkah kakinya yang berjalan di belakang ku kemana pun aku berpindah tempat untuk melihat roti yang paling lezat.

Tapi siapa orang itu? Dan mengapa dia mengikuti ku? Dalam hitungan ke tiga, aku akan menangkap basah dirinya yang sedang mengikuti ku. Ketika aku menoleh ke belakang, aku dan dia terkejut saat mata kami saling menatap satu sama lain. Dan apa ini? Kenapa Glen mengikuti ku?

"Kamu stalker in aku? Lihat, sekarang siapa yang penguntit? Aku atau kamu," kataku sambil menatap matanya dengan kesal.

"Dih. Siapa juga yang stalker kamu. Ini aku lagi ngikutin kembarannya Jennie Black pink, bukan situ. Geer!" jawab nya.

Kenapa sih setiap kali dia membuka mulut, kata-kata yang keluar dari mulutnya itu membuatku kesal. Dia titisan lambe turah ya. Kesabaran ku tidak ada habisnya kalau harus mendengarkan apa yang keluar dari mulutnya.

Ku tinggalkan dia dan membeli roti yang ingin ku beli, lalu membayarnya ke kasir. Aku sudah tidak mendengar suara langkah kakinya lagi, dan saat ku tengok sekeliling, aku sudah tidak melihatnya lagi.

"Roti nya langsung dibawa aja kak. Soalnya udah dibayar sama mas yang tadi," ucap kasir perempuan dengan rambut yang dikucir ke belakang dan memakai bando biru.

Apa katanya? "Mas yang tadi?" Apa mungkin Glen. Aku mengucap terimakasih tanpa tahu mas yang tadi itu siapa. Mana mungkin Glen, aku saja sudah tidak melihatnya lagi di sekitar sini sekarang. Pipiku tiba-tiba rasanya dingin. Dingin?

Aku menoleh ke arah samping dan melihat Glen menempelkan es krim ke pipiku. Dingin sekali rasanya. Namun dia tertawa seakan apa yang ia lakukan ke pipiku itu hal yang lucu. Padahal dingin sekali.

"Tuan Glen yang terhormat, kamu nggak bisa ya, nggak bikin aku kes -- "ucap ku dengan marah padanya, namun terpotong karena dia memaksa ku memegangi es krimnya.

"Bawain bentar," katanya.

Sekarang apa lagi? Aku belum selesai bicara dan dia menyuruhku memegangi dua es krimnya ini. Oh aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan dengan berjongkok dan membetulkan tali sepatu ku.

Aku pasti salah lihat. Ini mungkin tidak nyata, karena dia tidak mungkin membetulkan tali sepatuku yang butut. Mataku pasti salah lihat atau aku sedang tertidur di halte bis dan bermimpi. Mimpi yang amat aneh.

"Makan es krim yang dingin saat cuaca dingin, bukan kah hal yang menarik?" ucapnya setelah membetulkan tali sepatuku. Aku tidak mengerti dengan apa yang dia katakan. "Ayo, makan es krim ini bersama," lanjutnya.

Dia mengambil satu es krim dari tangan ku dan menyisakan es krim cokelat yang masih terbungkus. Jadi ini mengapa dia membeli dua es krim? Untuk mengajaku makan es krim dengannya. Di tengah cuaca dingin yang menelusup ke tulang-tulang ku.







== 🍭🍭🍭 ==


Celia menggulir nomor-nomor yang ada di ponselnya. Dengan mata yang jeli, dia memindai nama-nama yang baru terdaftar di kontak nya. Diam-diam, Celia telah menyalin nomor teman-teman Chelsea ke handphonya. Berjaga-jaga kalau Chelsea mengulangi pulang terlambat dengan pakaian sekolah seperti malam itu.

Kali ini Celia menghubungi teman-teman Chelsea untuk memata-matai apa saja yang dilakukan adiknya di sekolah. Termasuk mendengar berita bahwa adiknya baru saja memutuskan pacarnya yang pernah Celia lihat menunggu Chelsea dengan motor nya.

Celia melirik jam dinding yang menunjuk ke angka enam. Chelsea juga belum pulang dari sekolahnya dari jam pulang sekolah yang seharusnya pukul empat sore. Baru saat ini dia merasa benar-benar mencemaskan keadaan adiknya yang belum pulang ke rumah. Dia merasa ada yang salah dengan instingnya yang mengatakan bila Chelsea dalam bahaya.

"Bobi. Cowok itu namanya Bobi? Aku harus mencari tahu rumah nya Bobi," ucap Celia dengan menggulir daftar kontaknya lagi dan menghubungi teman sebangku Chelsea.

Tidak sia-sia dia menghubungi teman Chelsea, sekarang Celia mendapatkan alamat rumah Bobi. Dia buru-buru mencari kunci mobilnya untuk mencari Chelsea ke rumah Bobi. Entah apa yang akan Celia katakan pada Mama dan Papanya kalau terjadi hal yang buruk pada Chelsea.

"Kenapa kamu belum pulang juga, Chelsea?" lirih Celia dengan mengendarai mobilnya.





== 🍭🍭🍭 ==

Tinggalkan vote dengan mengklik tombol bintang di bawah ya,

Dan ajak teman-teman kalian untuk baca cerita ini untuk baca cerita Cinderella Gadungan ya

Komen di bawah supaya author semangat melanjutkan bab selanjutnya

See you di bab selanjutnya

Nerd Girl Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang