26. Lari dari Stevan

37 22 15
                                    

Diary itu walau memakai kacamata dan kawat gigi, sebenarnya dia tidak cupu-cupu banget. Kacamata nya waktu SMA terlihat unyu, dan kawat gigi yang memagari gigi Diary menambah kesan manis di mukanya. Oh, shit, Diary manis? Reza mengakui Diary manis di dalam hatinya. Hanya saja sikap nya saja yang sedikit norak. Sikapnya yang terlalu menunjukkan perasaan suka nya pada Reza.

Harusnya waktu itu Diary sedikit jual mahal. Tapi tidak bisa. Diary tidak bisa melakukannya. Entah mengapa Reza jadi rindu masa SMA nya. Dia rindu tampil dengan band lama nya di acara sekolah dan hari-hari nya yang diwarnai gadis berkacamata yang ditemuinya pertama kali di ruang musik.

Reza tersenyum mengingat kebodohan Diary yang mau mengerjakan tugas sekolah nya. Diary itu lucu. Ya, lucu. Dia pernah tertawa bersama Diary dan menertawakan Diary. Tapi sekarang dia sendiri yang lucu. Karena dia terus memuji Diary baru kali ini. Kenapa nggak memuji Diary sewaktu mengerjakan tugas-tugas sekolah nya dulu?

Aneh. Apanya yang aneh? Perasaan Reza sekarang ini? Dia menunjukan kalau dia lagi naksir Diary. Naksir? Serius? Diary yang sudah tidak memakai kacamata dan kawat gigi itu seperti Diary yang lain, tampak seperti Celia di sekolah menengah pertama. Tapi dia berbeda dengan Celia. Celia yang anggun tidak dapat disamakan dengan Diary yang ceroboh.

Diary memang ceroboh. Contohnya seperti sekarang ini, ceroboh sekali dia mengambil isi pikiran Reza, dia nggak tahu apa kalau dampaknya Reza akan susah memikirkan hal lain selain dirinya.

"Nggak. Nggak. Aku nggak mungkin naksir dia. No way." Reza menggelengkan kepalanya berkali-kali.








== 🍭🍭🍭 ==


KRIEEEEET

Stella membuka isi lemarinya. Pakaian-pakaian pesta miliknya tergantung dengan sangat rapi, tidak hanya tapi, tapi juga wangi, karena Stella selalu menjaga keharuman pakaian-pakaiannya. Kalau kalian berpikir hanya ada satu lemari di dalam sana, kalian salah, ada beberapa lemari. Lemari khusus baju pesta, lemari khusus baju sehari-hari, lemari khusus baju untuk ke kampus, dan lemari berisi baju tidur. Serta lemari berisi berbagai bentuk celana, seperti celana pendek, celana panjang, celana berbahan tebal, celana berbahan tipis.

Dia beranjak ke lemari sepatu dan mengamati berbagai macam sepatu miliknya. Dia berdehem sambil mencari sepatu yang bagus untuk digunakan di pesta dansa keluarga Wirawan nanti. Dia harus tampil perfect walau tidak ada manusia sempurna di muka bumi ini.

"Nggak ada yang bagus," gumam nya. "Padahal kemarin aku habis belanja baju pesta dan sepatu, tapi menurutku ternyata kok nggak terlalu bagus ya?" tanyanya pada diri sendiri.

Diary mendengus gusar. "Harusnya aku nggak membeli baju yang dipilihin Stevan. Selera nya sama fashion ngga terlalu bagus. Nanti belanja gaun lagi. Kali ini pilihan ku nggak boleh salah. Aku harus pilih gaun pesta yang benar-benar bagus," katanya, lalu menutup lemari dan berjalan meninggalkan kamar khusus lemari-lemari pakaiannya.







== 🍭🍭🍭 ==

Tak ada titik terang tentang alamat Pak Alex. Wanita itu mengatakan dia tahu pria tua di dalam foto itu, dan wanita di sebelah nya adalah putri nya. Pria tua itu seorang pengusaha yang pernah muncul di televisi, mungkin Pak Alex pernah bekerja bersama pria tua bernama Hendrik itu, sehingga mereka pernah berfoto bersama.

Namun, di balik wanita itu yang tahu mengenai Pak Hendrik, dia tidak tahu alamat Pak Hendrik berada. Jadi tak ada titik terang dalam hal ini. Aku dan Celia putus asa, seperti nya kami tak akan bertemu dengan pak Alex. Entah Pak Alex itu ayah kandung kami atau orang lain, belum ada titik terang akan hal itu.

Hanya satu petunjuk yang ku ingat, payung berwarna merah. Pria itu datang ke panti membawa aku dan Celia dan membawa payung berwarna merah. Payung itu mengingatkan aku dengan Dino. Aku pernah bertemu dengan Dino di area kampus dan Dino memayungi ku saat itu. Bukan kah itu romantis?

"Totalnya lima belas ribu lima ratus," sahut cewek di tempat kasir.

Aku tersadar dari lamunan ku. Setelah dari alamat yang ditulis di belakang foto, Celia mentraktirku di tempat makan, lalu aku minta dia menurunkan ku di minimarket dekat rumah. Aku belum ingin pulang, aku ingin membeli botol minuman dan camilan. Makanya aku sedang berdiri di barisan nomor lima untuk membayar ke kasir. Karena keasyikan melamun, aku jadi tidak sadar kalau aku sudah sampai tepat di barisan nomor satu depan kasir.

Aku duduk di kursi depan dinding kaca minimarket setelah membayar ke kasir. Menikmati camilan ringan dan meneguk minuman ku. Udaranya semakin lama semakin dingin. Setelah menghabiskan camilan, ku buang bungkusnya ke tong sampah dan menghabiskan minuman ku. Saatnya untuk pulang karena udara malam juga semakin dingin.

Aku jadi ingat insiden kecopetan di depan ruang musik. Mengagumkan, Dino mengejar pencopet itu dan mendapatkan tas ku kembali. Dia memang pahlawan. Pahlawan cinta ku. Rasanya jadi pengen ketemu Dino.

"Kita ketemu lagi," sahut Stevan tiba-tiba dengan melambaikan tangan padaku. Aku hampir tidak percaya akan bertemu dengannya lagi, di minimarket lagi. Kalau ini sinetron sudah pasti judulnya cintaku bersemi di minimarket. Tapi bukan aku tokoh utamanya, aku sebagai tokoh pendukung saja.

"Kamu mau pulang, Dy? Jalan sendirian? Udah malam sih," ucapnya berbasa-basi. Kenapa memangnya kalau udah malam, rumah ku juga dekat, nggak jauh-jauh amat.

"Iya. Minimarket juga udah mau tutup. Aku duluan ya," kataku menjawab basa-basi nya.

"Biar aku anterin," lanjut Stevan.

Aku menatapnya dari kaki hingga kepala, mencari tahu apakah dia sedang modus untuk sesuatu yang tersirat. Sedikit mencurigakan dia tiba-tiba mau mengantarkan pulang, padahal jarak rumah ku dari minimarket ini dekat. Tapi kan dia tidak tahu rumah ku, jadi tidak tahu kalau jarak rumah ku dengan minimarket dekat. Tapi tetap saja dia mencurigakan.

"Nggak usah. Rumah ku dekat dari sini. Kamu mau antar aku pakai mobil? Kayaknya itu terlalu berlebihan," tolak ku.

"Mobil ku bisa diparkir disini. Aku bisa antar kamu sambil jalan kaki," ucap nya bersikeras.

'Apa jangan-jangan dia mau... '

Aku lari secepat-cepatnya untuk menjauh darinya. Dia sangat mencurigakan. Dia pasti mau berniat buruk. Kepala ku ingin sekali menengok ke belakang, memastikan dia tidak mengikuti ku, tapi tidak, aku terus berlari. Sampai kaki ku tersandung batu di jalan yang gelap.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya cowok yang suaranya ku kenal. Aku mengangkat kepala ku untuk melihat siapa yang berjongkok di depan ku. Glen menatap ku dengan matanya yang khawatir. Aku pasti salah lihat, cowok menyebalkan seperti dia tidak mungkin mengkhawatirkan aku.

Tidak hanya Glen, aku juga melihat Stevan berlari menghampiri ku. Mataku melotot.

"Kamu modus mau nganterin aku karena kamu mau ngapa-ngapain aku, kan?" tukas ku sambil melindungi dada ku dengan tangan ku.

Stevan melotot membalas tatapan ku. "Ngapa-ngapain gimana?" tanya nya sok lugu.

"Melecehkan aku?" tukas ku sekali lagi. Stevan langsung memundurkan dirinya sambil melotot. Glen bersiap melayangkan pukulan ke muka Stevan.








== 🍭🍭🍭 ==

See you in next chap

Nerd Girl Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang