Hingga kopi di atas meja ku mulai dingin, laki-laki ini masih menungguku mengatakan sesuatu. Bagiku dia sangat mengganggu walau hanya duduk sambil mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya. Oh, baiklah, aku harus mengatakan sesuatu untuk mengusirnya segera.
Ku tatap matanya dengan serius. Dulu, aku pernah bahagia saat menatap mata itu, tapi sekarang tidak. Dan bagaimana mungkin aku suka pada Dino yang ternyata kakaknya dia. Dia bahkan tidak memanggil Dino dengan sebutan kakak. Tapi memanggil dengan nama Dino. Adik yang sangat sopan ya.
"Glen itu mantan ku. Dan Dino, dia calon tunangan ku. Itu kenapa aku bisa kenal sama mereka. Dan bersiaplah, kamu akan menjadi adik ipar ku," kata ku.
Dan, lelucon apa yang sedang ku mainkan? Tapi tidak terlalu buruk bila aku mengerjainya dengan berpura-pura menjadi calon tunangan kakaknya. Lihat, matanya sangat terkejut. Itu lucu sekali. Tapi tidak selucu saat dia merobek-robek surat cintaku di pesta ulang tahunnya.
"Really? Kamu mantannya Glen?" tanyanya.
Dia lebih terkejut saat mengetahui kalau aku mantannya Glen? Ekspektasi ku ketinggian kalau mengira dia akan terkejut saat aku mengatakan kalau aku calon tunangan kakaknya. Terserah, dia mau mempercayai karangan ku yang mana.
"Not really. Aku hanya bercanda. Aku kenal Dino saat menunggu ojek online di depan tempat les pianonya, lalu dia nawarin buat nganterin aku, dan Glen yang jadi supirnya waktu itu," jelas ku menjawab pertanyaannya.
Dia malah tertawa setelah mendengar jawaban ku. Kali ini aku berkata jujur, memang benar kalau aku bertemu Dino di tempat les musik pianonya. Apa itu aneh baginya? Mungkin dia mengira aku mengarang lagi.
"Supir? Glen pasti akan marah-marah kalau denger kamu nyebut dia supir," sambar nya.
Jadi dia menertawakan bagian yang itu, saat aku menyebut Glen supir? Ku rasa, tak ada yang perlu di bahas lagi setelah ini. Aku sangat tidak ingin mendengar tentang pesta itu lagi. Untuk apa membahas pesta ulang tahunnya yang pada saat itu dia mempermalukan ku. Kisah itu sangat memuakkan untuk diceritakan lagi-dan-lagi.
"Di pesta itu, aku sengaja melakukan itu, sama seperti yang pernah kamu lakukan saat di pesta ulang tahun kamu," terangnya. Reza membahas ulang tahun ku yang sama sekali aku tidak pernah merayakan ulang tahun dengan teman-teman sekolah.
"Pesta ulang tahun ku?" tanyaku memperjelas bila dia benar-benar mengatakan pesta ulang tahun ku.
"Saat aku bilang suka di Pesta ulang tahun kamu, dan kamu nyiram aku pakai es buah di depan teman-teman," jawab nya berusaha mengingatkanku pada sesuatu, tapi aku tidak ingat apa pun.
Jelas-jelas aku tidak pernah mengadakan pesta, apalagi pesta ulang tahun ku sendiri. Dia sengaja mengarang cerita agar aku tidak menyalahkannya atas pesta itu ya. Lagi pula, pesta ulang tahun siapa yang dia ceritakan.
"Celia. Aku tahu kamu Celia, Dy. Kamu mau memperbaiki kesalahan kamu dengan pura-pura suka sama aku, ngasih surat ke aku. Dan, sorry, kalau aku robek-robek surat kamu di pesta ulang tahun ku," ucap nya yang semakin membuatku bingung.
Ku ketuk meja dengan pelan. Dia membuat kepalaku semakin pusing saja. Dan apa yang tadi dia katakan, dia mengira aku hanya berpura-pura suka padanya, dulu? Dia itu tidak peka atau tidak dapat membedakan yang pura-pura dengan yang sungguhan ya.
"Celia siapa? Aku nggak kenal," ucapku yang geregetan melihat wajahnya.
"Celia. Muka kamu mirip sama dia. Cuma bedanya, Celia punya tahi lalat di dagu dan nggak pakai kacamata, tapi kamu nggak punya tahi lalat di dagu. Dan aku masih yakin kalau kamu Celia karena kamu temenan sama Asyila. Kalian satu geng dulu di sekolah menengah pertama," terang Reza yang membuatku mendapatkan satu pencerahan.
Dua kata kunci yang berhasil ku tangkap darinya adalah; Asyila dan sekolah menengah pertama. Apa ini ada hubungannya dengan foto lama yang ku temukan di kamar Asyila waktu itu? Saat aku menanyakannya pada Asyila ketika dia mengantarku, dia mengatakan kalau dia pernah satu sekolah dengan Reza di sekolah menengah pertama. Itu sebabnya dia pernah foto berdua dengan Reza.
"Celia? Jadi kamu mempermalukan aku di pesta ulang tahun kamu karena kamu ngira aku ini Celia? Aku bukan Celia," kataku dengan buru-buru membereskan peralatan di atas meja.
Ku habiskan terlebih dahulu kopi ku yang sudah dingin di atas meja. Lalu menulis pesan pada grup chat yang beranggotakan aku, Fay, dan Asyila. Aku meminta bertemu dengan mereka dan ku katakan ada hal penting yang ingin ku bahas bersama mereka. Segera aku pergi meninggalkan si pengganggu waktu kenyamanan ku itu.
==🍭🍭🍭==
Fay menyelesaikan latihan menarinya dengan baik hari ini. Setelah ini dia akan pergi ke toko aksesoris untuk membeli perlengkapan menarinya karena pementasan drama di kampusnya hanya menunggu beberapa hari lagi.
Beberapa Minggu ini dia cukup dekat dengan Beni. Setelah berlatih menari berhari-hari, dia jadi sering bertemu dengan Beni saat Beni menjemput mamanya. Banyak hal yang dapat mereka perbincangkan, termasuk kegiatan bersepeda sore ini yang sudah mereka rencanakan dua hari lalu.
Untuk menuju ke toko aksesoris, mereka menaiki sepeda dan berlomba untuk sampai lebih cepat. Dan Beni yang memenangkannya, dia memarkirkan sepedanya lebih dulu dari Fay. Lalu menunggu Fay datang dua menit kemudian, dan mengajaknya masuk untuk memilih aksesoris yang akan dikenakan Fay saat pementasan drama nanti.
"Kamu kalah dua menit dari aku," kata Beni. Dia masih membicarakan kekalahan Fay untuk sampai ke toko ini. Sangat menyebalkan.
"Oh, baiklah, winner man. Kamu memang atlit kejuaraan bersepeda yang nggak pernah kalah sedunia," puji Fay yang membuat Beni tertawa lebar.
Fay melupakan pujiannya untuk Beni saat melihat kain sutra warna merah yang baru dipasangkan sang pemilik toko di atas buku-buku yang agak berdebu. Entah mengapa kain yang biasa itu menjadi daya tarik tersendiri untuk Fay yang mengangumi warna merah sejak dia duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Beni mengambil dua gelang dengan bentuk yang sama dan memasangkannya di pergelangan tangan Fay. Tentu saja, dia juga memasang gelang itu pada pergelangan tangannya sendiri juga. Fay terkejut dengan gelang itu dan apa yang Beni lakukan; memasangkan gelang pada pergelangan tangannya.
"Cocok juga kalau kita pakai gelang samaan ini. Aku akan beli ini," kata Beni.
Fay tidak tahu mengapa dadanya berdetak sangat cepat sekarang. Oh, tidak, tidak, dia tidak mungkin menyukai Beni. Tapi Fay suka itu. Fay suka saat Beni memasangkan gelang di tangannya. Dan memakai gelang yang sama dengan yang dia pakai. Jujur, Fay agak larut dengan perasaannya sendiri sekarang.
Namun, Beni sama sekali tidak menyadarinya. Beni tiba-tiba melihat kotak yang menurutnya muat untuk digunakan menyimpan sepasang sepatu pantofel yang ia simpan di dalam kamarnya. Kotak itu akan berguna untuk melindungi sepatu pantofel yang Beni temukan di pesta ulang tahun Reza dari debu.
"Coba lihat kotak itu, lucu juga!" sahut Beni.
Beni berjalan untuk melihat kotak itu lebih dekat, dan Fay kembali berkonsentrasi untuk mencari perlengkapannya menarinya yang hampir saja dia lupakan. Mungkin setelah ini Fay akan menyadari bila dirinya suka dengan Beni.
==🍭🍭🍭==
Hello, Penggemar teen fiction!
Kalian pengen cerita ini lanjut nggak? Kalau pengen, komen di bawah ya
Jangan lupa tinggalkan vote kalau kalian suka dengan cerita ini
see you di bab selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Nerd Girl Falling in Love
HumorNerd girl falling in love sama cowok cakep, udah biasa ya? Tapi ini kayak mimpi, aku yang notabene nya berpenampilan nerd girl, dikeliling cowok cakep, dan parah nya mereka dari keluarga kaya! Oh no, akan kah ini menjadi mimpi indah? Atau justru aka...