9. Bukan Kencan

122 87 43
                                    

Dino berdiri di depan papan tulis dengan menunjuk-nunjuk jam tangannya terlihat menungguku. Walau itu hanya bayangan ku saja, tapi itu terlihat nyata. Aku masih melamun setelah kelas berakhir lima menit yang lalu.

"Dy, kamu harus berhenti melamun, dan mulai bertemu dengannya!" ucap ku pada diri sendiri.

Klakson bis di belakang mobil Dino berbunyi terus-menerus karena aku agak lambat masuk ke dalam mobilnya. Kini setelah aku duduk di sebelah Dino, dia buru-buru memindahkan mobilnya agar tidak menghalangi halte yang diperuntukan bagi bis.

"Aku mau ngajak kamu ke mall. Kamu nggak ada acara, kan?" tanya Dino, memulai pembicaraan saat di perjalanan.

"nggak ada," jawab ku dengan menyembunyikan rasa senang karena bisa jalan dengannya.

"Bagus," komentar Dino. "Kebetulan aku juga dapat izin dari Papa untuk ambil libur hari ini," lanjutnya yang membuat dahi ku berkerut karena penasaran dengan kata libur yang baru dia ucapkan.

"Libur? Kuliah kamu libur?" tanya ku.

"Oh, bukan, Dy," sanggahnya.

"Lalu?" tanyaku sekali lagi.

"Kuliahku udah selesai, tinggal nunggu waktu wisuda aja. Dan untuk mengisi waktu luang, aku magang di tempat kerja papa ku," jawab nya.

Mataku terpaku pada penampilannya yang santai namun tampan dengan setelan kaos hitam bergambar coretan abstrak dan celana selutut nya yang berwarna cokelat. Dia mengenakan sepatu berwarna putih polos dengan tali yang telah terikat rapi. Tak lupa aksesoris kalung cowok yang ia kenakan. Oh, rupanya aku sedang semobil dengan aktor thailand sekarang!

"Ready?" tanya nya, aku mengangguk. Dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan maksimum. Sungguh aku tidak memahami maksud kata ready yang ternyata menyetujuinya untuk menambah kecepatan mobilnya.

Aku benar-benar muntah di toilet setelah turun dari mobil Dino. Dia memberiku segelas kopi cokelat yang baru dia beli di salah satu kedai mall setelah aku keluar dari toilet. Dia mungkin tidak tahu bila aku juga melihatnya muntah-muntah di toilet tadi.

Selanjutnya, dia mengajaku ke toko pakaian dan melihat-lihat pakaian laki-laki yang menurutnya cocok untuk adiknya. Minggu depan adiknya berulang tahun dan dia ingin membelikan kado dengan meminta saran dariku, walau aku tidak terlalu pandai memberikan saran dan pada akhirnya dia membeli kaos dengan corak hijau, celana selutut berwarna hitam, topi keluaran terbaru, dan sepatu casual polos.

Terlepas dari harganya yang menurutku tidak murah karena aku pemburu barang diskonan, dia tiba-tiba menawariku untuk membeli pakaian yang ku inginkan. Oh, tidak, tidak, aku dapat menghemat uang ku untuk membeli pakaian di pasar swalayan yang lebih murah. Lagian uang ku juga tidak akan cukup untuk membeli kaos polos yang bahkan harganya cukup mahal itu.

"Aku yang beliin. Lagian aku udah ngajak kamu jauh-jauh buat nemenin aku beli kado untuk adik aku, masa kamu nggak beli apa-apa?" ucapnya dengan tatapan 'ayolah, beli sesuatu.'

"Tapi aku sungguh nggak pengen beli apa-apa. Nggak ada yang menarik," kata ku berusaha meyakinkannya. Aku memang tidak cocok memakai pakaian yang ada di toko ini. Sangat tidak cocok sepertinya. Namun Dino tiba-tiba membelikan ku baju secara acak dan membayarkannya ke kasir. Tentunya setelah mengetahui ukuran baju yang pas di tubuh ku.

Nerd Girl Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang