Stella sudah menentukan jadwalnya hari ini untuk pergi ke butik langganan keluarga Andersen. Dia ingin membeli lagi gaun pesta dansa yang lebih cantik untuk dikenakan di pesta Wirawan Group. Tapi sebelum itu, dia ingin ke mall untuk jalan-jalan dan melihat-lihat barang yang dirasa dapat dikenakan juga di pesta dansa nanti.
Ditemani Stevan yang juga ingin mencari topi dan sepatu, mereka berpisah di depan toko pakaian, karena Stella ingin melihat-lihat parfum, sedangkan Stevan ingin pergi ke toko sepatu. Musik pop terdengar mengalun dari toko pakaian yang terletak di samping toko aksesoris, berseberangan dengan toko parfum yang dimasuki Stella saat ini.
Tulisan latin di depan botol-botol kaca di dalam etalase itu menandakan ciri khas dari isi cairan di dalam motor tersebut. Mata Stella mengamati dan membaca dengan detail deretan parfum dengan tulisan latin yang diletakkan di etalase bagian atas, lalu tangannya menunjuk botol parfum warna ungu.
"Yang ini original, kan. Bukan KW?" tanya Stella pada penjaga toko.
.
.
.
.Stevan mencocokan kaki nya dengan ukuran sepatu warna cokelat dan ya, pas, untuk ukuran kakinya. Lalu mencocokan sepatu warna biru ke kaki satunya nya. Dua-duanya nya pas dan dia ingin membeli keduanya. Tanpa pertimbangan lagi, dia memanggil penjaga toko untuk membungkus kedua pasang sepatu itu.
Setelah membayar sepatu, dia pergi untuk membeli topi dan tidak sengaja melihat cewek di seberang toko yang sedang memilih pakaian diskon bersama kedua cewek lainnya. Diary bersama kedua temannya juga sedang ke mall ini untuk berbelanja. Apa dia harus menyapanya juga?
Sedetik, Stevan ingat kejahilan Diary tadi malam yang menakut-nakuti nya dengan stalker di gang gelap dekat rumah Diary. Diary itu lucu, lama-lama Stevan jadi suka. Dan ingin berteman dengan Diary. Oh ya, berteman dengan cewek yang sedang dekat mantan pacar Stella, sepupunya sendiri. Jangan sampai Stella tahu atau dia akan mengamuk padanya.
"My sweet girl," gumam Stevan sambil mengerlingkan sebelah matanya. Namun, beberapa saat kemudian, salah satu teman Diary menepuk-nepuk bahu Diary sambil menunjuk-nunjuk ke arah dirinya. Stevan mengernyit, kenapa dia ditunjuk-tunjuk sama teman Diary?
== 🍭🍭🍭 ==
Reza mengikuti Dino untuk turun ke lantai dua rumah mereka. Dia membuntuti kakaknya yang sedang sibuk bertelepon entah dengan siapa, dia tak peduli itu, yang dia butuhkan hanya kartu bank miliknya yang dititipkan Papa mereka kepada Dino. Reza butuh itu sekarang.
Baik setelah Dino menutup telepon, dia terkejut saat berbalik ke belakang dan melihat Reza sudah berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada. Sampai-sampai Dino memegang dadanya sendiri dan mengumpat karena kaget. Reza mengubah posisi tangannya menjadi menengadah padanya.
"Kartu punya ku dititipin Papa ke kamu, kan? Mana?" tanya Reza tanpa basa-basi.
"Bisa nggak sih, ngga usah ngagetin," gerutu Dino sambil merogoh saku kemejanya.
"Lagian telponan sama siapa sih?" Cibir Reza dengan mata berputar malas.
"Kepo. Urusan kamu cuma kartu dari Papa. Nggak perlu penasaran tanya yang lain," kata Dino yang tak suka privasinya diusik. Dia memberikan kartu kredit dari Papa nya pada Reza. Setelah itu Reza tak ada keperluan lain dengannya, termasuk tanya-tanya.
Reza melirik Dino sejenak setelah mendapatkan kartu. Dino merasa risih dengan tatapan Reza, karena dirasa itu bukan tatapan biasa melainkan tatapan mencibir. Adiknya itu memang agak-agak rese.
"Dia mau datang ke pesta dansa juga ya? Kalau gitu dandan yang keren, biar muka nggak jelek-jelek amat tuh. Mau ikut ke mall nggak?" Ajak Reza yang terdengar menyebalkan di telinga.
== 🍭🍭🍭 ==
Asyila menunjuk-nunjuk toko topi di seberang toko pakaian diskon tempat kami berdiri. Katanya ada cowok cakep yang di tempat print depan kampus lusa kemarin. Cowok itu berbelanja ke mall untuk ini juga. Tapi sejauh mataku melihat, tak ada siapa pun yang berdiri disana. Tidak ada siapa-siapa, tapi kata Asyila cowok itu tadi ada disana.
Ya sudah, lupakan saja, karena tak ada siapa-siapa di tempat yang ditunjuk Asyila, aku ajak Asyila untuk kembali melihat-lihat pakaian diskon ini. Sama seperti Fay yang sedang membolak-balik celana jeans di gantungan sebelah pintu. Ketika asyik melihat-lihat, aku tidak sengaja bersentuhan dengan cewek yang sedang memilih pakaian di toko sebelah.
Yang ku tahu, toko sebelah harga pakaiannya nya cukup mahal dan buruknya yang bersentuhan dengan ku adalah Stella. Matanya melotot dan kesal, firasat ku tidak baik dengan ini, dia pasti tidak akan membiarkan aku tenang di mana pun. Lalu apa yang akan ia lakukan sekarang padaku?
"Entah kenapa kalau lihat wajah kamu itu, aku rasanya kesal banget. Dan sekarang pun aku kesal. Muka kamu itu pengen aku acak-acak. Kita selesaiin urusan kita yang belum selesai kemarin." Stella bersiap mengangkat tangannya untuk menarik rambutku.
Ini benar-benar konyol, bagaimana mungkin aku dan Stella berantem di dalam mall dengan disaksikan banyak orang. Mereka pikir ini drama musikal apa? Kepala ku rasanya pusing karena rambut ku terus ditarik-tarik, dan tangan ku tidak mau kalah untuk menarik rambutnya dengan kuat. Harusnya aku bersabar dan tidak meladeni nya, tapi ini terlalu seru untuk dilewatkan. Lama-lama aku juga kesal digangguin terus sama Stella.
"Please stop gangguin aku terus, Stel," kataku di sela-sela pertengkaran kami.
"Nggak," jawab Stella dengan dingin.
Tolong siapa pun, hentikan kami. Ini nggak ada yang melerai apa? Mereka malah tertawa dan takjub melihat pertengkaran yang memalukan ini. Sampai dua orang cowok datang di waktu yang bersamaan. Glen memegangi aku, dan Stevan memegangi Stella. Lalu pertengkaran kami selesai karena Aku yang menghentikannya duluan, dibantu Stevan menarik tubuh Stella.
Stella merapikan rambutnya yang berantakan, begitu pun aku. Entah darimana datangnya dia, tapi Glen memberiku segelas minuman. Aku meliriknya, apa dia menyuruhku untuk minum setelah pertengkaran yang melelahkan ini? Tapi anehnya, dia menahan tangan ku saat aku akan meminum minuman darinya.
Glen mengisyaratkan sesuatu. Dan yang ku tangkap dari maksudnya adalah menyiram? Tanpa ba-bi-bu, aku menyiram Stella dengan minuman yang diberikan Glen. Stella terkejut dan akan menarik rambut ku lagi, tapi Stevan menyuruhnya untuk mengganti pakaian ke toilet.
Semua orang menatap ku seolah aku orang paling jahat di mata mereka karena menyiram Stella dengan minuman. Tapi biarkan saja, ku anggap itu impas karena dia juga pernah menumpahkan minuman di atas kepala ku. Selanjutnya, ku berikan gelas minuman milik Glen padanya. Dan berjalan pergi dari toko pakaian diskon.
Sepertinya aku butuh healing. Ku pikir, apa sikap ku pada Stella tadi berlebihan ya? Menyiramnya menggunakan Minuman. Aku jadi ingat saat aku menyiram Reza menggunakan minuman di pesta ulang tahunnya setelah dia merobek-robek surat ku di depan semua tamu ulang tahunnya. Tapi sekarang konteksnya berbeda. Dan semua terjadi begitu saja.
'Apa Stella akan membalas ku dengan hal yang lebih lagi setelah ini?'
== 🍭🍭🍭 ==
See you in next chap
KAMU SEDANG MEMBACA
Nerd Girl Falling in Love
HumorNerd girl falling in love sama cowok cakep, udah biasa ya? Tapi ini kayak mimpi, aku yang notabene nya berpenampilan nerd girl, dikeliling cowok cakep, dan parah nya mereka dari keluarga kaya! Oh no, akan kah ini menjadi mimpi indah? Atau justru aka...