Sudah tiga hari berlalu semenjak hari pembagian rapor dilaksanakan. Dan selama itu pula, semua waktu Athiya habiskan dengan di rumah saja. Jangan berpikir kalau gadis itu cuma belajar saja dan tidak ada kegiatan lain. Jelas kalian salah.
Nyatanya, walaupun di rumah, Athiya tetap bisa mengembangkan bakat. Seperti membuat kue bersama bundanya, berkebun bersama sang ayah ketika sore tiba, membersihkan rumah, main air berkedok mencuci mobil ayah, dan satu lagi--memberi makan kucing jalan di sekitar komplek rumah.
Seperti sekarang, Athiya tengah menyiapkan makanan yang mau dia berikan ke kucing-kucing jalan. Dari mulai nasi ikan asin, nasi ikan mentah, bahkan makanan bermerek yang biasa dijual di supermarket terdekat pun Athiya berikan. Biasanya, sih, Athiya jadwalkan saat memberi makan biar kucingnya tidak bosan. Dan sekarang adalah jadwalnya nasi ikan mentah.
"Ini banyakin ikannya, Aya. Nasinya jangan banyak-banyak. Kamu kira kucingnya kamu, yang suka ngabisin nasi di rumah."
Athiya terkekeh ketika bundanya datang sembari menambah ikan mentah di atas nasi dan ikan yang sudah dirinya aduk. "Diet, Bund. Biar mpus-nya enggak kegendutan."
"Ya nggak apa-apa. Tandanya kamu berhasil ngerawat mereka." Renata mencubit gemas hidung Athiya.
"Berhasil, dong. Tiap hari aja personel-nya selalu nambah." Athiya mendengkus. Dirinya melepas sarung tangan plastik yang tadi dibuat untuk mengaduk nasi, lalu membuangnya ke tempat sampah. Antara bangga dan miris menjadi satu. "Aya suka kesel, deh, bund, sama orang-orang yang suka buang kucing di sekitar komplek kita. Apa mereka nggak mikir kalo kucingnya kelaparan? Lebih parah lagi kalo kucingnya ketabrak motor karena mereka nggak terbiasa liat kendaraan. Kok nggak merasa bersalah, gitu."
"Ya namanya juga nggak suka. Bisa jadi juga karena mereka udah punya kucing banyak, terus kewalahan? Kan kita enggak tau."
"Tapi kan eng--"
"Ssst! Udah-udah. Kamu ngomel mulu keburu kucingnya pada kelaparan. Udah sana kasih mereka makan."
"Oiya! Astaghfirullah! Abisan Bunda ngajakin ngerumpi, sih. Kan Aya jadi lupa." Athiya memasukkan dua styrofoam berisi nasi ikan tadi ke dalam kantung plastik.
"Kan? Jadi Bunda yang disalahin. Udah sana."
Athiya buru-buru menyalami tangan Renata. "Assalamualaikum."
Baru saja selangkah Athiya keluar dari dapur, tetapi suara sang bunda kembali menghentikannya.
"Pulangnya beliin Bunda kecap sama minyak goreng di warung depan, ya. Uangnya di saku kulkas."
"Iya, nanti kalo nggak lupa. Assalamualaikum!"
Gadis berkacamata bulat itu buru-buru membawa makanan kucing itu ke luar rumah. Dengan kaus oblong berbawahan boxer serta sandal jepit berwarna hijau kesukaannya, Athiya berjalan ke tempat tujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
12/8 Month [END] ✔️
Teen Fiction"Tepat di kelas 12, selama 8 bulan ini, kita resmi saingan!" __________________ Bagi Athiya atau yang kerap disapa Aya, nilai itu segalanya. Lo bisa dihargai, karena nilai. Lo bisa dianggap pintar, karena nilai. Dan lo juga bisa dianggap berprestasi...