22. Siswa Eligible

232 39 0
                                    

Koridor laboratorium komputer tampak ramai dengan lalu-lalang siswa dengan badge XII di lengan kiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Koridor laboratorium komputer tampak ramai dengan lalu-lalang siswa dengan badge XII di lengan kiri. Para pemilik seragam putih abu yang mulai pudar itu tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Ada yang tampak menggebu-gebu bercerita dengan circle-nya, ada yang sibuk menyendiri dengan buku di tangan, yang tampak tak peduli dan malah ke kantin juga ada. Bahkan, banyak yang di tangannya membawa buku, tetapi pandangan mereka ke mana-mana. Dikira buku itu ciki kali, ya.

Hal itu tak berbeda jauh dengan empat remaja yang kini tengah berada di bawah pohon palm. Dari sekian banyak kelompok dengan kesibukannya masing-masing, merekalah kelompok dengan anggota paling random di koridor itu.

Lihat saja. Jika di kelompok lain akan melakukan satu atau paling banyak dua kegiatan bersamaan, maka di kelompok itu tidak. Di kelompok itu, lebih dari empat kegiatan akan dilakukan bersama-sama. Masing-masing dari mereka yang biasa mempunyai kegiatan sendiri-sendiri itu kini tampak kompak dilakukan bersama sembari menunggu waktu pergantian tryout dengan kelas yang mendapat sesi pagi.

Seperti sekarang, setelah memalak bekal milik gadis dengan kacamata bulat, kini malah gadis itu yang disuruh cosplay menjadi guru privat di antara ketiga temannya.

Bahkan tak jarang, Zefran yang biasanya bodoamat dan lebih memilih game itu ikut menjelaskan di materi yang ia paham. Padahal sebelum itu mereka tengah bermain TikTok dengan Ita sebagai gurunya. Ya, walaupun cuma gadis itu dan Tama yang mendominasi.

"Bisa udahan aja gak, sih, belajarnya? Sumpah, dah, keknya telinga gue udah nggak kuat denger materi-materi iit--aw."

"Sakit, Tay." Tama meringis sembari mengusap telinganya yang merah selepas mendapat sentilan pedas jari mungil itu.

"Apa?" Ita menatap angkuh. "Biar sakit beneran telinganya. Apa sekalian aja biar budek itu kuping aku teriakin, mau?"

Athiya dan Zefran hanya bisa menghela napas dengan bola mata berputar malas melihat pertengkaran sejoli itu. Inilah ciri khas dari kelompok mereka. Ibarat nasi tanpa lauk, tidak lengkap kalau tidak ada pertengkaran mereka di setiap harinya.

"Ish, kamu, mah." Tama manyun. "Emang kamu nggak capek, apa? Sebelum berangkat ke sini, kan, kita ada les pagi. Otak kita tuh udah dimarinasi habis-habisan sama rumus dan materi. Masa sekarang tinggal ngerjain aja masih harus berhadapan lagi sama materi?"

Tama meletakkan pulpen miliknya ke sela-sela bibirnya yang manyun dengan hidung mancungnya. Dirinya yang lelah tergambar jelas di mata itu.

Cowok itu memang sudah bercerita kalau dirinya dan sang pacar disuruh les privat oleh mami Ita. Dan karena tryout-nya mendapat sesi siang sampai sore, jadi jadwal mereka diajukan menjadi pagi. Itulah mengapa cowok itu tampak lebih lesu saat berangkat tadi.

"Justru itu, biar materinya makin nempel di kepala, dong, Tam," timpal Athiya.

"Thi, plis, deh. Jangan samain otak mungil gue sama otak lo." Muka Tama memelas. "Lagian kita udah sejam di sini loh. Bentar lagi sesi pagi keluar, terus kita masuk. Refresing, kek. Refresing."

12/8 Month [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang