"Musuh paling berat manusia adalah isi kepalanya sendiri."
- 12/8 Month"Zef, bolos, yuk!"
Ajakan itu hanya ditanggapi dengan lirikan sekilas.
"Ayo. Gue males banget masa dua hari berturut-turut pelajaran mate mulu. Mana jam pertama semua, lagi."
Masih tidak ada tanggapan.
"Zef! Lo denger gue ngomong, nggak, sih?" Tama melempar sedotan bekas es kopinya ke arah Zefran yang sibuk dengan ponsel miringnya dengan kesal. Dirinya benar-benar seperti ngomong dengan patung.
"Ish! Berisik!" Zefran menepis sedotan yang Tama lempar. Pandangannya tak beralih.
"Bangsat! Gue ngajak lo bol--"
"Apa?"
Mulut Tama mendadak beku. Matanya langsung melotot ke arah Zefran yang entah dari kapan sudah meletekkan ponsel dan kini tengah melihatnya dengan sebelah bibir terangkat.
Mampus!
"Apa, Tay? Tadi mau ngomong apa kok nggak diterusin?" Ita berdiri di depan Tama dengan kedua tangan bersedekap. Tidak berselang lama Athiya ikut muncul ke sebelah cowok itu.
Tama gelagapan. "Ma-maksudnya bol-bola, Tay. Iya, bola! Ayo beli bola, gitu. Ya, kan, Zef?" Kaki Tama refleks menendang kaki Zefran di bawah meja. Namun, sial. Kaki itu keburu menghindar dan si pemilik justru tampak tak peduli sambil pura-pura minum es kopi di hadapannya.
"Bola, bola. Kamu mau bolos, kan? Ngaku!"
"Aaa! Enggak-enggak, kok. Tadi cuma becandaaa!"
"Becanda, becanda. Makan, nih, becanda!" Bukannya melepas jeweran, Ita malah semakin mengencangkan tarikan di tangannya. Dirinya benar-benar gemas dengan cowok yang tengah berstatus pacarnya itu.
"Udah, udah." Athiya melerai keduanya. "Kalian ini berantem mulu, deh, kerjaannya. Ayo balik ke kelas. Udah mau masuk."
"Ayo, berdiri. Kita ke kelas." Ita menuntun Tama berdiri. Masih dengan jewerannya. "Bareng! Mastiin kamu beneran nggak bolos pagi ini."
Tama pasrah? Oh, tentu tidak. Dirinya manut dengan suruhan Ita, tetapi tidak dengan jewerannya yang akan tetap berada di telinga sampai di kelas.
Cowok itu justru kini berbalik memeluk Ita di depannya. Membuat cewek berlesung itu langsung melepas jeweran dan seketika menjauh karena merasa risih. Benar-benar pawang satu sama lain.
Hal itu tentu tidak lepas dari pandangan Athiya dan Zefran. Keduanya yang merasa malu sendiri melihat kelakuan kedua sejoli itu akhirnya memutuskan pergi terlebih dahulu dari sana.
Athiya dan Ita tadinya hanya ingin ke koperasi sekolah untuk membeli kertas folio yang akan dipakai di ulangan nanti. Namun, letak koperasi dan kantin yang dekat, sekaligus mata Ita yang jeli ternyata menangkap bayangan dua cowok dengan kepribadian bertolak belakang tengah berada di salah satu bangku sana. Itulah yang menyebabkan keempatnya bisa bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
12/8 Month [END] ✔️
Teen Fiction"Tepat di kelas 12, selama 8 bulan ini, kita resmi saingan!" __________________ Bagi Athiya atau yang kerap disapa Aya, nilai itu segalanya. Lo bisa dihargai, karena nilai. Lo bisa dianggap pintar, karena nilai. Dan lo juga bisa dianggap berprestasi...