Halwa harus menunggu sekitar satu bulan lagi untuk bisa mengajar di TPA madrasah Al-Huda, ternyata ia bisa masuk dan mengajar setelah Ustadzah Hanin cuti melahirkan, dan kemungkinan besarnya setelah melahirkan sang Ustadzah tidak bisa kembali mengajar seperti biasanya yaitu setiap hari kecuali hari jum'at, karena suaminya menginginkan Ustadzah Hanin istirahat di rumah dan merawat bayinya dengan baik. Sebagai seorang istri yang taat, Ustadzah Hanin memahami kemauan suaminya, ini semua demi kebaikan keluarga kecilnya.
Alhasil saat ini kesibukan Halwa hanya mengajar les privat di rumah-rumah, setiap siang mulai dari pukul satu sampai pukul lima sore dia ada di rumah murid-muridnya. Ini sudah hari ketiga ia pergi mengajar, kebanyakan anak-anak yang ia ajari adalah usia lima sampai sepuluh tahun. Halwa sangat menyukai anak-anak, ia bisa cepat akrab dengan mereka.
Hari ini Halwa sedang di rumah salah satu muridnya bernama Wahyu, anak usia tujuh tahun itu lumayan susah diatur. Saat Halwa membujuknya untuk belajar, Wahyu malah sibuk bermain ponsel yang baru dibelikan oleh orangtuanya. Karena orangtuanya adalah orang berada maka segala keinginan Wahyu mudah sekali dipenuhi, anak itu jadi sedikit manja dan terkadang suka melawan. Halwa merubah strategi, ia menjadi sedikit tegas pada anak ini. Ia pun harus menambah stok kesabaran jika menghadapi anak-anak seperti ini. Ia memohon kepada Allah agar membimbing lisannya dalam mengajar, juga memperbaiki akhlaknya saat menjadi guru.
Gadis delapan belas tahun itu mendekati Wahyu, ikut duduk di sebelah Wahyu sambil melihat apa yang sedang anak kecil itu lihat dari ponselnya. Hanya sebuah tontonan kartun, Halwa menunggu sampai kartun itu selesai diputar dari aplikasi YouTube, lalu kemudian ia mengajak ngobrol Wahyu dengan bahasa yang lembut.
"Wahyu, kemarin ngajinya sudah sampai mana ya?" tanya Halwa lembut.
Anak itu menjawab tanpa menoleh. "Iqro!" jari-jarinya masih mencari video lain, terus menscroll ke bawah.
"Kalau gitu mainnya nanti lagi ya, kita ngaji dulu. Wahyu mau nggak dapat hadiah?" bujuk Halwa.
Wahyu mulai tertarik dengan ajakan Halwa setelah sebelumnya tidak peduli karena asyik bermain ponsel baru. "Hadiah apa? Dari Mbak Halwa ya?"
Halwa tersenyum. "Bukan, tapi dari Allah. Hadiahnya adalah surga."
"Surga? Yang kalau aku minta sesuatu pasti semuanya bakal dikasih ya, Mbak?" tanya Wahyu polos.
Halwa mengangguk. Ia tersenyum lebar pada anak itu. "Syaratnya Wahyu harus jadi anak yang shaleh, rajin dan pintar. Makanya sekarang kita ngaji dulu, terus belajar bacaan shalat dan doa-doa. Wahyu mau 'kan belajar dan supaya jadi anak yang shaleh!"
Wahyu diam sesaat.
"Lho, kenapa? Kalau Wahyu jadi anak yang rajin dan shaleh nanti ayah dan ibunya Wahyu makin sayang sama Wahyu lho..." Halwa tak kehabisan akal untuk merayunya.
"Bener ya, nanti ibu nggak suka marah ya?" Wahyu menatap wajah Halwa, menunggu jawaban.
"Bener dong. Tanya saja sama ibu kamu."
Mata Wahyu berninar-binar.
"Ayo kita mulai, Mbak Halwa buka Iqro-nya ya, Sayang..."
Wahyu mengangguk, ponsel di tangan kirinya mulai tersisihkan.
Setengah jam Halwa mengajari Wahyu membaca iqro jilid 5 dengan baik dan lancar, lalu kemudian anak itu lanjut merapalkan bacaan shalat, Halwa mengoreksi beberapa kali sampai bacaan yang diucapkan oleh Wahyu benar-benar sempurna. Waktu berlalu tanpa terasa, sudah satu jam Halwa sibuk mengajari Wahyu sampai ibunya Wahyu datang, ia baru pulang dari outlet batiknya yang terkenal di kota Semarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALWA (Novel Religi)
SpiritualTAMAT Setelah sekian lama, ribuan purnama, jutaan hari, miliyaran detik... akhirnya aku kembali membuat FIKSI ISLAMI untuk pembacaku tersayang. Semoga suka dengan cerita ini, terhibur, jadi teman metime. Follow akun ini. Vote tiap bab Comment hal-ha...