Kajian bakda Maghrib sudah dimulai, para santri yang hadir sedang khusyuk mendengarkan tausiah yang disampaikan oleh Ilyas tentang bab pentingnya adab dan akhlaq dalam menuntut ilmu. Ilyas menggunakan kitab Ta'lim Al-Muta'alim dari Syaikh Burhanuddin az-Zarnuji. Suara Ilyas ketika menjelaskan sangat tegas dan jernih, sehingga isinya terdengar sangat bermakna serta berbobot. Para khadimah yang sudah menyelesaikan tugasnya segera berbondong-bondong datang ke masjid, duduk-duduk di serambi masjidnya yang ada di luar demi mendengarkan tausiah yang sedang dibawakan oleh Gus Ilyas. Mbak Nuri yang sudah lama tidak melihat Gus Ilyas sampai pangling dan terkesan, wajahnya semakin segar, cerah dan bersih. Tetapi baginya Gus Malik lebih elok jika dipandang, mungkin karena usia Gus Malik lebih dewasa dan sudah lebih banyak mendalami keilmuan sehingga dia juga terkesan lebih berwibawa. Namun biar bagaimanapun keduanya tetap sama-sama santun dan shalih.
"Menurut Imam Abu Hanifah rahimahullah, tujuan ilmu itu untuk diamalkan, dan mengamalkan ilmu adalah meninggalkan kesibukan mengurus keduniaan untuk mencari kebahagiaan akhirat!" Ilyas menjelaskan, selanjutnya ia menjabarkan maksud hal tersebut yaitu bahwa manusia tidak boleh melalaikan dirinya sendiri hingga lupa mengejar akhiratnya yang abadi. Manusia harus mengetahui perkara yang memberikan manfaat dan membahayakan dirinya, baik itu di dunia dan di akhiratnya, sehingga ia dapat memetik hal-hal yang bermanfaat dan menghindari hal-hal yang berbahaya, agar akal dan ilmu tidak menjadi dalih dan menyebabkannya bertambah siksanya. Penjelasan yang diberikan oleh Gus Ilyas sangat runut dan jelas, sehingga para santri mudah paham.
Di barisan perempuan, paling depan ada Ummi dan Hafsah serta isteri dari Ustadz Rahman yaitu Ayu Nisa, mereka mendengarkan dengan baik. Hafsah sampai tersenyum-senyum sendiri melihat pesona masnya sore ini.
Perempuan manapun yang bersanding bersama Mas Ilyas pasti beruntung, semoga saja Allah jodohkan dirimu dengan yang paling baik ya, Mas. Batin Hafsah.
Pengajiannya akan segera berakhir, Gus Ilyas sudah menutup kitab yang ia baca. Kini sepasang bola mata itu menatap santri-santri yang masih kecil dan muda-muda di depannya. Ia kembali teringat waktu dulu, ia juga pernah menjadi santri dan berada di antara teman-temannya mendengar nasihat seorang guru. Sebenarnya Ilyas masih belum merasa pantas berada di depan mimbar ini, namun sang abah memercayai kemampuannya. Ia sendiri masih merasa belum pantas dan belum cukup ilmu untuk menyampaikan dakwah di depan seperti ini, apalagi mengulas kitab-kitab orang-orang yang telah Allah pilih, yaitu orang-orang shalih dan hatinya penuh dengan kecintaan pada ilmu agama-Nya.
"Terakhir pesan yang juga penting untuk disampaikan yaitu tentang niat utama dalam belajar atau menuntut ilmu. Niat itu harus selalu diluruskan, jangan sampai merusak keutamaan menuntut ilmu." Ilyas mengambil jeda untuk bernapas, "sebaiknya penuntut ilmu itu berniat menuntut ilmu semata-mata untuk mencari keridhoan Allah Ta'ala." Ilyas melanjutkan, "untuk memperoleh pahala di akhirat, menghilangkan kebodohan pada dirinya dan dari seluruh orang bodoh, untuk menghidupkan agama dan menegakkan agama Islam. Sebab dalam kitab ini diceritakan bahwa kekalnya Islam itu dengan ilmu. Dengan kebodohan pun maka zuhud dan takwa seorang manusia tidak akan sah. Wallahu 'alam."
Begitu pelan dan runutnya Ilyas menjelaskan sampai-sampai beberapa santri berhasil mencatat pesan penting tersebut dengan lengkap. Ilyas menutup tausiahnya dengan bersama-sama membaca istighfar sebanyak tiga kali kemudian sebuah doa kafaratul majelis.
Usai kajian dibubarkan para santri kembali melakukan aktivitas seperti biasanya yaitu mengaji Al-Qur'an sampai menunggu wakyu Isya tiba. Ilyas sendiri pergi ke pojok masjid untuk berdzikir kepada Allah Ta'ala. Ia juga kembali memanjatkan doa-doa untuk seluruh ummat Nabi Muhammad SAW., untuk semua saudara muslim dimanapun berada terutama mereka yang berada di negara-negara yang sedang pecah konflik dan terkena musibah; Syria, Gaza di Palestina, Uyghur, Afganistan, suku Rohingya dan seluruhnya.
Diam-diam Ilyas menitikkan air mata, ia kembali mendengar berita dari seorang temannya yang menjadi relawan di Palestina, bahwa di Gaza ada pesawat Israel yang kembali menjatuhkan rudal sehingga merusak rumah-rumah penduduk, bagunan kantor dan gedung sekolah, sampai gedung rumah sakitnya pun ikut hancur sebagian. Membayangkan rumah-rumah rata dengan tanah dan juga penghuninya banyak yang meninggal, hati Ilyas tak kuasa menahan deraian air mata.
Ilyas memohon sembari mengangkat kedua tangannya, ia berucap lirih. "Ya Allah, bagaimanapun mereka adalah manusia-manusia yang dipilih oleh Engkau. Lindungilah mereka yang masih selamat dan semoga yang sudah tiada mendapat pahala syahid di sisi-Mu Ya Robb!"
Setiap kali ia ingin menulis maka yang ia ingat adalah wajah-wajah polos dari anak-anak Syria, Palestina dan juga anak-anak yang kepalaran di Afrika. Hal itu semakin menguatkan azzamnya, mencetak banyak karya agar ummat mendapat bacaan yang bermakna dan dana dari buku itu dapat Ilyas salurkan ke lembaga kemanusiaan. Ternyata tak sedikit kawan-kawannya yang menjadi relawan di perbatasan Turki-Syria dan juga Palestina, Ilyas sering kali mendapat informasi penting dari mereka langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
HALWA (Novel Religi)
SpiritualTAMAT Setelah sekian lama, ribuan purnama, jutaan hari, miliyaran detik... akhirnya aku kembali membuat FIKSI ISLAMI untuk pembacaku tersayang. Semoga suka dengan cerita ini, terhibur, jadi teman metime. Follow akun ini. Vote tiap bab Comment hal-ha...