Bagian 4

927 85 2
                                    

HAI

TETAP SEMANGAT PUASANYA YAAA...

SALAM SAYANG

AKU


BAGIAN 4


Sebelum subuh suasana di flat yang dihuni oleh lima pemuda sudah sangat riuh, mereka mengantre kamar mandi yang hanya ada dua. Hamid yang kurang sabar mengetuk-ngetuk kamar mandi ujung, ada Fatih di sana, sudah lima belas menit dia belum juga keluar. Di ujung lain Ali baru saja selesai memakai koko, celana di atas mata kaki dan peci hitamnya. Rapi. Dia siap berangkat menuju masjid terdekat bersama Ilyas. Dua pemuda itu selalu bangun lebih awal, mereka selalu menyempatkan belajar sebelum subuh dan juga Tahajjud sambil memurojaah hapalan Al Qur'an masing-masing.

Selesai shalat Subuh mereka berlima mengikuti pengajian kecil di sudut-sudut masjid layaknya pondok pesantren tradisional di Jawa. Suasananya membuat Fatih semakin rindu kampung tercinta, ia sudah tak sabar ingin segera pulang esok lusa bersama Ali dan Ilyas. Sementara dua temannya harus berjuang banting tulang di masa-sama libur semester demi menyambung hidup di tanah Mesir.

Pegajian usai pukul tujuh, mereka lanjut Dhuha lalu bersegera mencari-cari sarapan diluaran sana.

"Ah, kemarin sore aku tidak jadi beli roti maryam di dekat kampus kita. Rasanya masih pengen roti maryam, Li."

Ali tersenyum mendengar selorohan Hamid.

"Makan yang ada dan dekat-dekat saja, soalnya tiga orang ini sudah tidak sabar lagi mau ke bandara dan pulang ke kampungnya masing-masing. Ia, kan, Yas?" Paul merangkul bahu Ilyas. Mereka tertawa bersama.

Sekembalinya mereka dari luar, Ilyas segera mencari ponselnya, semalam ia lupa membalas e-mail dari adiknya yang kuliah di Jakarta. Ya Allah, bahkan ada dua e-mail lagi yang masuk dan belum dibaca olehnya. Satu dari adiknya dan satu lagi dari kampungnya. Salah satu santri senior yang sering membantu abahnya di pesantren mengirim pesan atas nama Pak Kyai Hasan, ternyata berliau sudah mempersiapkan jadwal mengisi kajian untuk Ilyas.

"Abah ini bisa saja, masa anak belum pulang sudah diteror jadwal padat begini." Kata Ilyas sambil geleng-geleng kepala. Namun masih nampak senyum di wajahnya yang teduh itu. Ia kemudian membaca e-mail dari adiknya. "Ada apa lagi adikku?" lirihnya sambil penasaran.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Mas Ilyas tercinta, sudah dengar belum kata Ummi Mas Malik mau dinikahkan tahun ini sesuai janji Abah dan Ummi waktu itu, soalnya Mas Malik kan sudah selesai S2-nya.

Mas, aku cuma takut kalau aku nanti juga dijodohkan dan aku tidak cinta lalu bagaimana ya, Mas?

Membaca pesan itu Ilyas tersenyum lebih lebar. Adiknya ini ada-ada saja. Ia membalas pesan itu dengan segera.

Salam cinta dariku juga Dik Manis...

Tugasmu itu fokus kuliah saja yang benar. Cari ilmu sebanyak-banyaknya lalu berdakwah di mana saja kamu berada. Jangan pikirkan ke arah itu dulu, Dik manis.

Oh ya, Mas Malik itu sebelumnya memang pernah ketemu sama putrinya Kyai Solih, mereka sama-sama kenal kok, kalau Mas ndak mau sama putrinya Kyai Solih ndak bakal Ummi dan Abah maksa. Itu sudah keputusan Mas Malik sendiri, Dik manis.

Jangan khawatir.

Sudah ya, fokus cari ilmu. Nanti kalau kamu siap nikah biar aku saja yang carikan jodoh untukmu, di sini teman-temanku juga banyak kok yang masih single. Kamu tinggal mau yang seperti apa? Nanti biar Mas yang seleksi.

HALWA (Novel Religi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang