#42 Perubahan (1/2)

12 4 0
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّ حْمٰنِ الرَّ حِيْمِ

"Jika Allah menjauhkanmu dengan orang yang kamu cintai, ketahuilah bahwa Allah punya rencana lain untukmu."

•••Raihana•••

Hari-hari sekolahku terus berjalan tanpa ada dirinya, hampir setiap dua hari sekali aku berkunjung ke kafe tempat dia bekerja karena hatiku merindukan sosoknya.

Entah apa alasan dia tidak pernah masuk sekolah lagi ... aku tidak tahu.

Aku ingin menyapa dan menanyakan kabarnya, tapi aku tidak berani melakukan itu hingga akhirnya hari dimana kak Rayyan pulang dari pondok pesantren tiba.

Aku menceritakan semua yang aku tahu tentang Nazril kepada Kak Rayyan hingga pria tersebut terlihat kaget.

"Kok bisa!? Maksudku kenapa tiba-tiba ada kejadian seperti itu?" Kak Rayyan sedikit kesal.

"Lalu apa alasan dia tidak masuk sekolah selama ini? Apa dia berhenti sekolah?"

Aku langsung menggeleng tidak tahu alasannya sambil menatap lekat wajah khawatir kakakku.

"Raihana bisa kamu berikan alamat tempat dia bekerja padaku?"

"Kakak mau ke sana? Bukannya kalian masih bertengkar?"

"Justru karena masih bertengkar aku jadi harus ke sana. Ada banyak hal yang harus diluruskan."

Kak Rayyan menggaruk kepalanya dengan wajah sedikit sedih sambil bergumam kecil. "Setelah dipikir-pikir memang benar masalah antara kalian berdua terjadi karena campur tanganku."

"Bagaimana kalau Nazril masih tidak ingin bicara dengan kakak?"

"Aku akan membujuknya bagaimanapun caranya."

" .... Oke, semoga berhasil."

••••

*Keesokan paginya

Setelah selesai menentukan waktu yang tepat untuk Kakakku dan Nazril bertemu, aku langsung berangkat sekolah. Suasana berisik yang entah kenapa terasa hampa tanpa keberadaannya ini mulai membuatku terbiasa.

"Sepertinya ini hari terakhir kita bertemu~" bisik anak-anak gadis yang sedang berkumpul disekitar bangku Emily.

"Aaa~ masa iya aku tidak sempat melihat wajah Nazril di semestar genap ini."

"Dia tidak sekolah terlalu lama, aku bahkan lupa bagaimana wajahnya wkwk."

"Apasih kenapa malah bahas cowok," ketus Emily menggerutu. "jujur sih aku malas banget kalau harus belajar online."

"Belajar online?" tanyaku ke arah Alya yang juga menguping pembicaraan Emily.

"Iya belajar online, Raihana gak buka grup wa kah?"

"Emangnya kenapa?"

"Katanya virus Corona sudah menyebar di mana-mana jadi untuk dua minggu ini kita harus belajar dirumah masing-masing dulu."

Aku mengangguk paham, saat ini memang sedang ramai diperbincangkan masalah Virus Corona oleh semua orang. Semua sekolah diluar pulau kami saja sudah ditutup semua, jadi tak heran kalau sekolah kami juga akan ditutup.

Masalahnya adalah pernyataan belajar online hanya dua minggu itu bisa diperpanjang tergantung kondisi penyebaran virus di daerah masing-masing. Oleh sebab itu banyak anak yang sedih dan gelisah tidak bisa bertemu dengan teman dan orang yang spesial bagi mereka.

Berarti aku juga bakalan sulit menemui Alya dan April, batinku sambil menundukkan kepala.

Tuk! Tuk! Tuk!

"Assalamualaikum."

Aku langsung mengangkat kepalaku dengan wajah kaget menatap ke arah pintu, suara tadi terdengar sangat familiar membuat hatiku yang semulanya tenang menjadi berdebar-debar.

"NAZRIL!" teriak anak-anak gadis yang dari tadi sibuk mengghibah ikut terkejut dengan kehadiran Nazril.

Semua orang yang ada di kelas menyambutnya dengan senang dan langsung mengerumuninya, baik itu laki-laki ataupun perempuan.

"Dia sepopuler itu ternyata?" bisik April tersenyum miris menggelengkan kepala.

Sementara itu Aku terdiam fokus menatap Nazril yang tampak tidak nyaman dikerumuni orang-orang. Entah bagaimana dia berubah cukup banyak dalam waktu singkat, sosoknya yang sekarang dia perlihatkan pada kami terasa asing dimataku.

Dia yang biasanya selalu tersenyum lebar dengan lesung pipi manis dan mudah tertawa terbahak-bahak kini mejadi sangat pendiam dan nyaris tidak pernah tertawa ataupun menunjukkan lesung pipinya lagi.

Pandangannya selalu ke bawah, dan sikapnya seperti merasa canggung atau malu pada orang-orang disekitarnya.

Apa dia benar-benar baik-baik saja?

"April, Alya. Apa kalian merasa Nazril sedikit berubah?" bisikku dibalas anggukan kecil oleh keduanya.

"Dia terlihat lebih kalem?"

"Mungkin dia jadi merasa asing dengan kita karena lama gak ketemu."

" .... Aku harap benar begitu."

April diam menatapku dengan ekspresi yang sulit diartikan lalu menarik napas panjang menatap ke arah Nazril.

Bersamaan dengan itu Ibu guru menyampaikan pengumuman yang mengharuskan kami berkumpul di lapangan dan membuat barisan perkelas. Kala itu aku tak tanpa sengaja aku dan Nazril baris bersebelahan dan aku sangat kaku.

Dia hanya diam mengabaikan keberadaanku dan memperhatikan barisan depan para cowok di kelas kami, matanya seolah sengaja menghindari kontak mata denganku.

Apa dia masih menghindariku?

"Baiklah anak-anak mohon diam sebentar dan dengarkan baik-baik apa yang ingin bapak kepala sekolah sampaikan pada kalian hari ini!"

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh anak-anakku sekalian."

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh!" Semua murid menjawab dengan kompak.

Kepala sekolah berbicara panjang lebar menjelaskan tentang Covid-19 hingga murid yang semula segar mulai protes kepegalan. Tidak perlu aku tuliskan semua kalimat beliau kan?

Intinya beliau meminta kami untuk belajar dirumah (online) saja mulai besok, jangan terlambat absen dan kerjakan semua tugas yang guru berikan.

"Gila bakal banyak bgt tugas dong kita ToT"

"Yah~ mending liburin aja sekalian gak sih?" Semua siswa-siswi berbisik-bisik tak terima sekolah diadakan secara online.

"Tapi bagus juga, kita jadi bisa nyantai kan sambil belajar wkwk." Adam tertawa terbahak-bahak memukuli pundak Ezra yang ada di sampingnya. "Coba pikir positifnya, gak bakal ada yang marah kita makan sambil belajar, gak bakal ada yang hukum kita juga kalau telat sedikit wkwk."

"Sesat," sahut Ezra datar.

"Hahaha." Nazril terkekeh kecil memegang pundak Adam yang ada di depannya.

Tanpa sadar mataku langsung menatap tegas ke wajahnya sambil ikut tersenyum melihat lesung pipinya yang manis.

Dia tertawa betulan, batinku lega.

"Sudah sekian dari bapak, silahkan pulang ke rumah masing-masing. Jangan ada yang nongkrong diluar, langsung pulang." Tegas pak Kepsek diiringi dengan bubarnya semua murid.

Semua murid terlihat senang pulang cepat dan bisa bermalas-malasan selama belajar online nanti tanpa tahu bahwa hari-hari seperti itu akan sangat panjang dan penuh tantangan.

Bersemi Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang