بِسْمِ اللّٰهِ الرَّ حْمٰنِ الرَّ حِيْمِ
"Roda kehidupan itu berputar ada kalanya kau di atas dan ada kalanya pula kau di bawah."
••• Nazril •••
"Bagaimana lagi kita akan membayar utang itu?" Ayah meremas kepalanya.
Aku dan Ibu terdiam, kami semua tahu bahwa nyaris mustahil melunasi utang sebesar ini dalam waktu singkat walau kami menjual semua barang berharga yang kami miliki.
"Apa aku berhenti sekolah saja dan membantu bekerja?" itu kalimat yang selalu terlintas dalam pikiranku.
"Kita pasti bisa, jangan menyerah begitu," ucap Ibu lembut sambil mengelus belakang Ayah.
Sudah tiga hari aku dan ibu terpaksa absen untuk menenangkan ayah dan mencari cara melunasi utang yang bahkan bukan utang kami.
"Ada ya orang sejahat itu," gumamku mengarah pada Pak Anto.
Aku kira beliau orang yang baik dan dapat dipercaya karena selalu tersenyum dan bersikap ramah pada kami, tapi ternyata ada udang dibalik batu.
Aku yang tidak terlalu dekat dengan beliau saja merasa sangat kecewa dan dikhianati, apalagi ayah yang begitu dekat dengannya.
"Apa kita perlu meminjam uang ke keluarga kita yang lain?"
Ayah langsung menggeleng tidak ingin keluarga kami yang lain terlibat, beliau tidak ingin memperlihatkan sosok lemahnya kepada kerabatnya.
"Bayak pegawai yang mengundurkan diri," gumam ayah tiba-tiba. "bagaimana caranya kita melunasi utang-utang itu?"
"Jika pun kita meminta bantuan pada keluarga yang lain apakah kita tega? Mereka pasti akan bilang tidak usah di ganti dan itu membebaniku."
"Kalau utang kita sedikit ya bagus, tapi ini miliyaran."
Aku dan Ibu terdiam paham, semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing hingga hanya tersisa keheningan sampai akhirnya suara bel berbunyi.
Dua pria paruh baya masuk mengucapkan salam kepada kami dengan wajah sedikit khawatir.
Aku, Ibu dan Ayah pun langsung berdiri menatap orang tersebut lalu bertatapan satu sama lain seolah melakukan empati bahwa dugaan kami benar.
Berita kebangkrutan ayah telah sampai kepada keluarga kami dan dua orang yang sekarang datang ke rumahku adalah paman Bima dan paman Anto.
Ayah dan keduanya berdiskusi sebentar. Dari pembahasan mereka dapat disimpulkan bahwa kedua pamanku itu enggan membiarkan ayah menanggung semuanya sendiri dan memaksa ikut ambil bagian hingga akhirnya ayah setuju dan menjalankan berbagai kerjasama dengan keduanya.
Sebagai bentuk terimakasihku untuk mereka, aku memutuskan untuk ikut bekerja di cafe paman Bima secara sukarela.
••••
"Apa kau paham Nak?" tanya paman Bima setelah menjelaskan apa saja pekerjaan yang harus aku lakukan di cafe.
"Hm Insya Allah."
"Apa teman-temanmu tahu perusahaan ayahmu bangkrut?"
Aku menggeleng sambil tertawa hambar. "Gak ada yang perlu mereka tahu, nanti kalau mereka tahu pasti mereka khawatir."
"Cepat atau lambat mereka akan tahu karena ada wartawan yang melirik kasus ini."
" .... Iya."
Ketika itu aku pikir tidak mungkin teman-temanku tahu soal masalah ini dalam waktu dekat. Namun, ternyata aku salah. Aku mendapat telepon dari Ezra dan Adam beberapa jam setelah pembicaraanku dengan paman Bima selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersemi Dalam Diam
Fiksi RemajaKisah cinta yang begitu rumit antara putri seorang ustadz dan pemuda papuler yang selalu dikelilingi orang-orang. Mereka saling mengagumi dalam hati, namun perbedaan pergaulan membuat mereka jauh dan tidak bisa saling mengatakan isi hati satu sama l...