#44 Meluruskan

5 2 0
                                    

Tidak semua masalah bisa diabaikan atas nama waktu, ada saatnya kamu harus meluruskannya sebelum waktu tersebut memperbesar masalahnya —Rayyan

••••Nazril••••

*Cerita kali ini mengandung banyak time skip, jadi mohon maaf jika mengganggu kenyamanan pembaca.

••••••

Tling! suara bel diatas pintu kafe berbunyi pertanda ada yang masuk.

Aku segera menoleh dengan wajah tersenyum menyambut hangat, seorang pria masuk membuatku membeku kaget. Mata kami saling bertatapan dan senyum tipis tergambarkan diwajah pria tersebut seraya memberikan salam.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam," sahutku canggung.

"M—mau pesan apa?"

"A—aku pesan yang kamu rekomendasikan saja."

Dia adalah Rayyan sahabat sekaligus saudara kandung gadis yang aku cintai, sudah sangat lama kami putus komunikasi hingga tanpa kami sadari tercipta dinding pembatas yang membuat kami canggung.

Kami berdua sama-sama tak berani menatap mata satu sama lain ketika sudah berdekatan, beberapa kali Rayyan seolah ingin mengatakan sesuatu tapi selalu tidak jadi hingga dia memutuskan untuk duduk menunggu minumannya jadi.

"Ini minumannya."

"Apa kamu ada waktu sebentar?" tanyanya tiba-tiba dengan suara pelan.

Aku berpikir keras melihat sekeliling yang tidak begitu ramai lalu mengangguk duduk di depannya.

"Apa yang ingin kamu katakan?"

"Aku mau minta maaf. Tidak bisakah kita tetap menjadi teman dekat seperti dulu?"

"Apa kamu mau memberi aku dan Raihana kesempatan kedua?"

"Aku akan membantu kalian sebisaku, aku mendukungmu. Jujur aku lebih tenang kalau Raihana bersamamu dibandingkan dengan orang lain yang tidak aku kenal."

Kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak ingin aku dengar dari mulutnya, perasaanku langsung tidak nyaman mendengar pembahasan mengarah seolah semuanya bisa berubah hanya dengan bantuannyam

" .... Apa kamu sadar semuanya sudah terlalu terlambat Rayyan?"

"Tidak ada kata terlambat untuk menjemput jodoh."

"Kamu tidak mengerti karena tidak ada diposisi ku." Aku tersenyum kecil kepadanya. "Sekarang aku tidak punya apa-apa untuk memperjuangkan adikmu."

"Apa kamu mau menikahkan adik kesayanganmu itu dengan pria yang memiliki banyak utang dan miskin sepertiku?"

"Hi kamu ngomong apa?" Wajahnya terlihat sedikit kesal. "Aku tidak tahu dari sudut pandang apa kamu melihat dirimu sendiri tapi bagiku kamu cukup bisa diandalkan untuk menjadi imam adikku."

"Yang Raihana butuhkan bukan materi dunia tapi seorang imam yang mau berjuang bersamanya untuk mendapatkan ridho Allah."

"Dan kamu masuk katagori itu."

Sesaat kata-katanya membuatku melambung tinggi dan merasa senang, secercah harapan baru muncul kembali dalam hatiku. Namun, cermin yang memantulkan bayanganku langsung membuat diri ini tertampar fakta.

Aku hanya seorang pekerja dengan gajih kecil dan kehidupan yang penuh drama, sedangkan mereka adalah anak ustadz ternama yang memiliki status tinggi di masyarakat.

Aku mengangguk paham, "Aku mengerti tapi tetap saja aku merasa tidak pantas untuknya, bagaimana aku akan menghidupinya nanti sedangkan untuk diriku sendiri saja aku kesulitan?"

"Aku bahkan mungkin tidak memiliki masa depan yang cerah, aku berkemungkinan tidak bisa berkuliah dan hanya akan menjadi pekerja kecil."

"Aku tidak pantas untuk keluargamu, pasti banyak orang yang lebih baik dariku melamar  adikmu. Terima saja salah satu dari mereka."

"TAPI DIA MAUNYA DENGANMU!!" Rayyan berteriak marah membuat semua perhatian tertuju pada kami.

Rayyan mendengus kesal memijat dahinya dengan wajah kurang senang. "Apa orang tuamu masih tidak menyukai Raihana?"

"Sedikit ku perjelas mereka bukan tidak menyukai Raihana tapi tidak menyukai aku berhubunga—"

"Iya pokoknya itu. Hari ini aku boleh ikut ke rumahmu?" potongnya bergegas dan menatapku dengan tatapan memaksa.

"Terserah."

•••••

*Dirumahku

Ayah, ibu, dan aku duduk terdiam menatap Rayyan yang sedari tadi diam menggenggam tangannya seolah gugup dan ragu akan sesuatu.

"Apa yang ingin kamu katakan Rayyan?" tanya Ayah penasaran.

"Emh begini Paman, Bibi ... sebelumnya maaf tapi ada hal yang ingin saya luruskan."

"Raihana bukan tunangan saya, dia adalah adik kandung saya."

Ayah dan ibuku bertatapan dengan wajah sedikit kaget lalu menatapku seakan bertanya "Benarkah itu?"

"Selama ini Nazril salah paham mengira Raihana tunangan saya. Tapi tentu saja itu bukan salahnya. Itu salah saya karena tidak mengatakan apa-apa dan membiarkan dia salah paham sampai akhir."

Wajah panik Rayyan ketika menjelaskan itu membuatku terkekeh kecil, lucu sekali cara dia menghindari kesalahpahaman dalam penjelasannya barusan.

Sementara itu kedua orang tuaku diam hanya mengangguk, sekilas terlihat mereka bingung harus memberikan respon seperti apa karena memang semuanya sudah sangat terlambat.

Rayyan yang melihat respon keduanya hanya diam dan masih seolah tidak memberikan dukungan membuatnya sedih dan langsung tertunduk memejamkan mata.

"Paman apa boleh kita bicara empat mata saja?" ucapnya pelan penuh harapan dibalas Ayah dengan anggukan.

••••

Setelah hari itu aku tak pernah melihat Rayyan, kedua orang tuaku secara tersirat seperti memberi dorongan agar aku memperjuangkan Raihana sambil terus mengingatkan perbedaan status sosial yang besar antara aku dan Raihana saat ini.

Mereka bilang untuk lebih fokus pada pendidikan agar bisa mendapatkan bayasiswa kuliah dan memantaskan diri. Tapi satu pertanyaan mengganjal dihatiku, bisakah Raihana menunggguku selama itu?

Aku ingin bertanya langsung pada gadis tersebut namun sangat sulit, kami tidak pernah bertemu sekali pun setelah corona datang. Terlebih lagi dari awal kami memang sudah tidak dekat.

Aku menjadi sangat sibuk dalam pekerjaan dan sekolahku hingga tidak bisa menghadiri acara bukber dan acara kumpul-kumpul teman sekalasku.

Tak terasa kami sudah kelas 12 dan Corona mulai mereda, sekolah kembali dibuka dan banyak sekali perubahan pada teman-temanku yang kini kian mendewasa.

Gadis yang aku sukai kini semakin putih dan tinggi, wajahnya sangat cantik walau sebagian tertutup masker. Dia sosok teranggun yang pernah aku lihat layaknya sosok bidadari yang selama ini dipikirkan anak-anak ketika membaca dongeng.

"Masyallah," gumamku sedikit tersenyum lalu mengalihkan perhatian kepada Adam dan Ezra.

Bersambung .....

Up seabad sekali ya guys ya //plak!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bersemi Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang